Tadi siang, saya mendapat kabar PNS meninggal dunia, setelah sebelumnya dirawat di RS Muhammadiyah diduga mendapat serangan jantung.
Ketika di koran Pikiran Rakyat dibentuk lembaga koordinator liputan (korlip) untuk pertama kalinya tahun 2004, saya dan Pak Nanang Setiawan ditugaskan untuk mengisi posisi tersebut. Maka kami pun berbagi tugas, berbagi shift, untuk mengoordinasikan kerja wartawan di lapangan.
Jika saya bertugas pada pagi hingga siang, maka Pak Nanang bertugas dari siang hingga malam. Begitu juga sebaliknya. Kami menempati sebuah ruangan, yang juga dipergunakan untuk rapat redaksi harian.
Tiap hari pekerjaan kami mengontak wartawan di berbagai tempat. Memberi penugasan dan mendata setiap berita yang masuk, kemudian dibawa ke forum rapat redaksi sore harinya. Waktu itu belum ada aplikasi Whatsapp dan sejenisnya.
Untuk menyampaikan pesan, kalau bukan telepon langsung ke HP wartawan, ya paling banter memakai short message service (SMS). Rasanya setiap hari daun telinga kami panas “teteleponan” terus. (Dan saya kira banyak wartawan yang jengkel juga karena “diteleponan wae” hehehe….)
Kami sering memanggilnya PNS, singkatan dari Pak Nanang Setiawan atau Pak Nangset. Lelaki ini lahir di Rangkasbitung 7 Januari 1962. Keluarga besarnya di Bayah, Kabupaten Lebak, Banten. Tidak jauh dari tempat penambangan emas legendaris, Cikotok.
Jauh sebelum menjadi korlip, PNS adalah wartawan olahraga yang andal. Tinju dan sepakbola merupakan bidang liputan favoritnya. Sebagai jurnalis olahraga, PNS lama malang melintang di Jakarta.
Dia pernah meliput Piala Dunia tahun 1994 di Amerika Serikat sekitar sebulan penuh. Ketika itu sering tampil di televisi swasta, “dipinjam” untuk memberikan laporan singkat sejumlah pertandingan, serta memberi gambaran situasi dan kondisi tertentu.
“Saya Nanang Setiawan melaporkan dari Amerika Serikat” ujar pria gempal itu diakhir reportasenya. Suatu ketika saya melakukan liputan ke Kecamatan Warunggunung, Lebak. Bertemu dengan seorang guru SD, yang begitu gembira saat megetahui saya dari Pikiran Rakyat.
“Oh dari ‘PR’ ya? Kenal dengan Nanang Setiawan? Itu murid saya di SD ini. Saya selalu mengikuti laporannya di koran ‘PR’ dan di televisi. Hebat dia sudah jalan-jalan ke luar negeri. Titip salam ya kalau bertemu,” katanya.
Ya, bagi seorang guru tentu ada kebanggaan tersendiri ketika muridnya memperoleh pencapaian dalam karirnya. PNS rajin menjalin silaturahmi dengan para guru SD-nya itu.
Pada saat kami menjadi korlip, bersamaan dengan sedang “mahabu”-nya judi togel terutama di Kota Bandung. Sejumlah berita tentang “judi liar” itu muncul di “PR”. Entah bagaimana mulanya, ada isu di luar yang menyebutkan berita-berita tentang togel merupakan orderan khusus dari saya kepada wartawan.
Satua dua “jawara” Kota Bandung pun sempat menyemprot saya lewat telepon, marah-marah, dianggap sudah mengganggu “kondungsipitas”. Beberapa telepon juga masuk ke ruang korlip yang komplain masalah itu, dengan nada tinggi tentunya. “Biar saya yang terima,” katanya. PNS yang berdarah Banten kidul itu, tidak kalah tinggi nadanya. Maka terjadilah saling “teriak” melalui telepon.
Sebagaimana lazimnya pergaulan dalam pekerjaan, berselisih paham adalah hal yang wajar. Kami pun sempat mengalaminya beberapa kali. Akan tetapi hanya sebatas persoalan pekerjaan. Di luar itu tidak ada persoalan. Kebersamaan dengannya berakhir, ketika saya ditugaskan ke HU Galamedia tidak lama setelah turunnya liputan tentang dugaan korupsi dalam pembangunan Stadion Si Jalak Harupat di Soreang Kab. Bandung. Kejaksaan Tinggi Jabar menetapkan bupati sebagai tersangka, yang kemudian diralat.
Setelah sekian lama tidak bertemu, kami akhirnya sering bersua di redaksi “PR” Jalan Asia Afrika 77. PNS sudah pensiun, sementara saya sebagai redaktur pelaksana. Kami sering tergelak ketika mengenang masa-masa penugasan bersama. Belakangan saya mengetahui, PNS menjadi awak Poskota online untuk wilayah Jabar.
Tadi siang, saya mendapat kabar PNS meninggal dunia, setelah sebelumnya dirawat di RS Muhammadiyah diduga mendapat serangan jantung.
Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Wilujeng angkat, PNS….
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews