Setiap Elisha tampil dengan dalang Ki Seno, penonton tambah banyak dan bisa diterima oleh masyarakat Jawa, baik Jogjakarta,Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Dalam seni tradisional seperti wayang kulit, wayang golek atau karawitan bagi generasi muda, mungkin kurang menarik atau tidak minat untuk mempelajarinya.
Namun begitu, justru orang-orang yang tidak terlahir sebagai orang Jawa atau Sunda, seni tradisonal seperti wayang atau karawitan malah tertarik untuk mempelajarinya. Dan jangan kaget, ada bule yag begitu mahir memainkan gamelan Jawa, Sunda dan Bali.
Akhirnya kita baru menyadarinya dan terkagum-kagum-ada orang bule bisa memainkan gamelan atau seni tradisional itu.
Nah, ada sinden atau pesinden yang sangat terkenal atau dikenal di Jogjakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur, bahkan dengan sebutan sinden milenial.
Disebut milenial karena penggemarnya justru dari kalangan anak-anak muda yang menyukai wayang kulit atau seni tradisional.
Namanya yaitu Elisha Orcarus Allasso.
Ia bukan berasal dari Jawa yang sudah terbiasa dengan wayang kulit atau musik gamelan sebagai pengiringnya. Namun justru ia berasal dari luar Jawa, yaitu Lambelu, Sulawesi Tengah. Elisha terlahir kawin campur atau blasteran. Ibunya berdarah Minang dan Venezuela dan ayahnya campuran dari Sulawesi dan Perancis.
Elisha menempuh pendidikan seni pedalangan di Institut Seni Indonesia Jogjakarta. Menurut penuturannya, ia mendapat beasiswa atau gratis untuk biaya pendidikannya di ISI Jogjakarta.
Di awal-awal kuliah, Elisha nyaris berhenti-karena susah untuk mengikuti perkuliahan terkendala bahasa. Apalagi bahasa Jawa yang ada tingkatannya. Dan ia satu-satunya wanita di antara banyak laki-laki yang mengambil jurusan pedalangan.
Namun, berkat tekat yang kuat dan suport dari kawan-kawanya, Elisha mulai bisa menerima dan bisa mengatasi kesulitan bahasa Jawa yang dipergunakan dalam percakapan wayang kulit. Sekalipun masih belepotan atau kagok.
Tetapi justru namanya menjadi terkenal bukan sebagai dalang, namun sebagai pesinden. Karena untuk menjadi dalang, apalagi wanita bukan perkara mudah. Suara dalam wayang kulit dominan suara laki-laki. Sedangkan Elisha seorang wanita dan bukan orang Jawa.
Namun begitu, berkat Alm Ki Seno Nugroho namanya semakin berkibar sebagai pesinden di jagad wayang kulit di tanah Jawa. Alm Ki Seno pula yang menemukan bakat Elisha sebagai pesinden.
Elisha mempunyai suara yang cukup bagus sebagai pesinden, padahal bukan dari Jawa. Suaranya tinggi dan bagus membawakan dengan nada-nada tinggi. Dari sinilah alm Ki Seno tertarik untuk menjadikan pesinden tetap di setiap tampil mendalang.
Awalnya, Elisha hanya menjadi pesinden cadangan atau digunakan kalau ada pesinden lain berhalangan atau tidak bisa tampil.
Dan setiap Elisha tampil dengan dalang Ki Seno, penonton tambah banyak dan bisa diterima oleh masyarakat Jawa, baik Jogjakarta,Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Gaya bicara Elisha juga ceplas-ceplos tanpa tedeng aling-aling, sekalipun dengan dalangnya sendiri, yaitu alm KI Seno. Bahkan terlalu berani. Tetapi justru itu yang membuat penonton senang atau suka. Bahkan Elisha sempat berujar dalang itu seperti orang gila, ngomong sendiri dan dijawab sendiri.
Dalam wayang kulit, garap menggarap atau roasting seperti dalam stand-up komedi itu hal biasa. Begitu juga antara Elisha dan alm Ki Seno juga begitu. Mungkin dia satu-satunya pesinden yang berani membully atau meledek sang dalang dengan bahasa yang terdengar kasar. Seperti ndase, ndasmu atau cengele (leher bagian belakang).
Bahkan Ki Seno juga memberi atau masukan pada Elisha untuk ikut dalang yang lain untuk menambah jam terbang atau pengalaman. Dan memang, karena Elisha ini terkenal, ada beberapa dalang lain yang mengajak Elisha untuk menjadi pesinden dalam pementasan wayang kulit. Elisha menjadi daya tarik tersendiri atau magnet untuk menarik penonton.
Elisha juga pernah tampil dengan alm Ki Seno di Pontinak dan yang mengundang atau menanggap wayang kulit adalah Walikota Pontinak.Tampil juga di Bontang dan Sumatera.
Bahkan petinggi BUMN Wijaya Karya atau WIKA yaitu Tumiyono pernah menanggap wayang kulit dengan dalang Ki Seno dan Elisha sebagai pesinden. Bahkan mendapat saweran dolar. Tumiyono sendiri adalah orang Klaten, yang namanya pernah disebut dalam IKN yang baru.
Dalam dunia wayang kulit, penonton sering request lagu dan biasanya sambil memberi saweran yang dimasukan dalam amplop. Bahkan request lagu ini bisa dari luar negeri dengan cara mengirim WA ke dalangnya yaitu alm Ki Seno dan langsung transfer saweran disertai untuk siapa saweran tersebut. Dan sinden Elisha sering mendapat saweran atau permintaan untuk menembangkan sebuah lagu gending Jawa.
Elisha juga mengutamakan pendidikan. Setelah lulus SI seni pedalangan, ia melanjutkan S2 jurusan psikologi. Dan biaya S2 ia biayai dari pengasilan sebagai sinden.
Menurut penuturan alm Ki Seno, dalam sebulan ia bisa mendalang 28 hari, bahkan terkadang bisa penuh sebulan. Alm Ki Seno sering memberikan kesempatan kepada pesinden-pesinden muda yang mempunyai bakat dan suara bagus. Biasanya diajak tampil untuk mengetes suaranya dan mentalnya.
Alm Ki Seno juga pernah memberikan kesempatan atau ngetes kepada Elisha untuk menunjukkan kebolehannya dalam mendalang. Dan nyaris tidak diketahui kalau Elisha adalah orang Sulawesi. Karena suaranya sudah persis seperti dalang profisioanal.
Mungkin Elisha satu-satunya dalang wanita dalam seni wayang kulit.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews