Menyimak "Klompencapir" dan "Dari Desa Ke Desa"

Senin, 26 November 2018 | 06:54 WIB
0
635
Menyimak "Klompencapir" dan "Dari Desa Ke Desa"
Soeharto temu rakyat (Foto: Istimewa)

Ada yang menyebutnya "Kelompencapir", tetapi bukan semacam "kelom geulis" alas kaki perempuan bikinan pengrajin Tasikmalaya. Ini singkatan dari Kelompok Pendengar, Pembaca dan Pirsawan. Adanya pada zaman Orde Baru, saat Presiden Soeharto berkuasa selama 32 tahun.

Kegiatan yang merupakan pertemuan bagi petani dan (sesekali) nelayan itu memang lahir dan bekerja sebagai salah satu mesin politik Orba. Kegiatannya selalu disiarkan TVRI. Bukan selalu, tetapi wajib disiarkan satu-satunya stasiun televisi saat itu, stasiun milik pemerintah. Mau tidak mau mata pemirsa menonton mata acara yang sama.

Banyak orang minggat dari tempat duduknya kalau acara yang selalu menghadirkan para petani berprestasi itu mengudara. Bukan karena sebel sama Pak Harto sebagai penggagasnya, lebih karena kalau bisa menawar acara Aneka Ria Safari atau Dunia dalam Berita saja, lebih nendang pada zamannya.

Nah, kepintaran dan pengetahuan para petani atau nelayan ini diadu, tentu saja seputar dunia mereka. Kalau masih ingat acara Cerdas Cermat di stasiun televisi yang sama, nah mirip-mirip itulah Klompencapir.

Klompencapir terasa menunjukkan kekuatannya tatkala Indonesia gencar-gencarnya berswasembada pangan yang juga dengan tokoh sentral Pak Harto. Apalagi di tahun 1984 pemerintah RI mendapat penghargaan dari badan PBB yang khusus menangani pangan dan pertanian, FAO.

Sesungguhnya ada satu mata acara lagi yang bikin jemu pemirsa, yaitu "Dari Desa Ke Desa". Nah, ini benar-benar menonjolkan sosok Soeharto selaku Presiden yang dekat dengan rakyatnya, bisanya rakyat biasa dari berbagai profesi. Lagi-lagi petani atau peternak yang jadi "bintang" utama, kan namanya "Dari Desa Ke Desa".

Di acara itu Pak Harto duduk beserta para pembantunya. Kamera televisi menyorot wajah Pak Harto dari berbagai arah. Biasanya kalau Pak Harto sedang berbicara, BCU alias Big Close Up selalu digunakan. Maka muncullah kesan "The Smiling General"-nya yang khas. "Iya, toh?" selalu ujarannya diakhiri kalimat seperti itu. "Saudara-saudara harus inget!" Atau "Silaken Saudara tanya sama Menteri saya!"

Tentu saja hadirin yang hadir sudah terpilih melalui screening, telah pula ditunjuk siapa yang akan bertanya dan pertanyaan apa yang akan diajukan kepada Pak Harto. Semua sudah diatur sedemikian rupa, semua tertib, tanpa nyinyir dari siapapun. Di acara itu, jangan harap ada pertanyaan yang "selonong boy".

Pak Harto terlihat menguasai betul persoalan. Ujarannya lancar tanpa jeda, sesekali diselingi tawanya yang renyah bak keripik singkong, "hehehehe..." Tak salah kalau ada yang menganggap Pak Harto adalah "Profesor" untuk urusan tani.

Di acara itu pula, kalau ada yang dianggapnya lucu oleh Pak Harto, hadirin pun ikut terhehe-hehe, termasuk para menteri yang tersadar dari kantuknya.

Semua terhehe-hehe...

***