Masriyah Amva selalu menekankan kepada santri lelaki dan perempuan bahwa mereka setara. Sama-sama dianugerahi Tuhan kemampuan yang sama.
“Ya Allah, hari ini kuangkat Engkau sebagai kekasih sebagaimana lelaki menjadikan-Mu sebagai kekasih.”
Nyai Masriyah Amva pernah terpuruk ketika suaminya, KH Muhammad, berpulang pada 2007.
Seperti perempuan pada umumnya dia merasa separuh jiwanya hilang, masa depannya suram. Hingga pada suatu waktu ego dan kesadarannya bangkit. Perempuan kelahiran Cirebon, 13 Oktober 1961 itu tak ingin bernasib seperti perempuan lain pada umumnya.
Dia melihat bila suami kehilangan isteri pada umumnya tetap tegar perkasa. Masriyah pun insyaf bahwa mereka bisa begitu karena bersandar pada kekuatan sang Khalik. Dirinya pun harus bersikap serupa. Tak ada yang patut menjadi sandaran hidup kecuali sang Pencipta itu sendiri.
“Ya Allah, hari ini kuangkat Engkau sebagai kekasih sebagaimana lelaki menjadikan-Mu sebagai kekasih,” kata Masriyah Amva mengutip salah satu coretan puisinya saat ditemui tim Blak-blakan detikcom, Jumat (9/4/2021).
Perlahan dia membangun kepercayaan diri untuk langsung memimpin pesantren yang didirikan bersama almarhum suaminya. Tak langsung mulus tentu.
Para santri, yang dititipkan orangtua mereka karena cuma melihat sosok kharismatik Kiai Muhammad, satu persatu ada yang pergi.
Para alumni, pengurus pesantren yang semuanya lelaki pun memandang Masriyah sebelah mata. Apalagi ketika alumnus Pesantren Al-Muayyad Solo, Pesantren Al-Badi'iyyah Pati, dan Pesantren Dar al-Lughah wa Da'wah di Bangil, Jawa Timur itu mulai menanamkan nilai-nilai kemandirian kepada para santrinya.
“Yang membunuh saya itu bukan hanya budaya, doktrin agama, tapi justru banyak dari sesama perempuan. Dalam waktu yang sangat lama saya tidak diakui dan diterima oleh para alumni. Mereka memandang saya sebelah mata,” tutur Masriyah Amva yang kini telah menerbitkan lebih dari 20 buku puisi, motivasi dan ketuhanan.
Tapi dia cuek. Menutup mata dan telinga seraya terus mengajarkan apa yang diyakininya benar bagi kemajuan para santri dan satriwatinya.
Masriyah Amva selalu menekankan kepada santri lelaki dan perempuan bahwa mereka setara. Sama-sama dianugerahi Tuhan kemampuan yang sama.
Perlahan jumlah santrinya kembali bahkan terus bertambah hingga mencapai 1.700 orang. Bila sebelumnya proposal bantuan yang diajukan berkali-kali ditolak, bertahun kemudian banyak pihak mengulurkan bantuan tanpa dia harus mengajukan proposal.
Masriyah Amva menjelma bak Kartini masa kini. Tak cuma mengurusi pesantren, dia juga aktif di bidang pemberdayaan masyarakat, seperti organisasi pendampingan perempuan Mawar Balqis, kajian keagamaan Fahmina Institute, serta Muslimat Fatayat NU.
Eksistensi dan prestasinya sebagai pemimpin pesantren di tengah budaya patriaki perlahan diakui banyak pihak. Dua penghargaan, Albiruni Award untuk bidang dakwah melalui seni dan budaya pada 2012, dan SK Trimurti Award sebagai tokoh gender dan pluralis pada 2014 adalah buktinya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews