Cak Imin [3] Sang Penerus Trah Ideologis Politik Gus Dur

Baik Gus Dur dan Cak Imin, keduanya merupakan sosok manusia yang memiliki sikap rendah hari dan egaliter.

Kamis, 11 Juli 2019 | 06:44 WIB
0
637
Cak Imin [3] Sang Penerus Trah Ideologis Politik Gus Dur
Cak Imin dan Gus Dur (Foto: Inilah.com)

Haul ke-9 KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang diselenggarakan DPP PKB di Balai Sarbini Jakarta 17 Desember 2018 yang lalu boleh jadi paling beda dibanding haul tahun-tahun sebelumnya yang rutin dilaksanakan. Berbeda, karena dilaksanakan tidak di kantor DPP PKB sebagaimana biasanya.

Meski dilaksanakan di Balai Sarbini Jakarta yang langganan dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan bersifat entertain (menghibur), tetapi kesan sakral dan magisnya tetap kental. Boleh jadi karena yang hadir adalah mereka yang bukan sekedar pencinta Gus Dur, tetapi kader ideologis Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) perawat perjuangan politik Gus Dur.

Gedung yang berkapasitas 1.300 orang itu tampak sesak, bahkan kader PKB yang datang melebihi kapasitas yang ada. Kentalnya sakralitas dan magisnya tergambar kala bacaan tawashul, tahlil dan do'a bergemuruh dilafalkan serempak yang dipimpin seorang kiai sepuh sebelum acara dimulai.

Perbedaan lainnya, haul Gus Dur kali ini dihadiri Presiden Jokowi yang awal pada pidatonya ungkapkan bahwa beliau merasakan energi luar biasa dalam ruangan itu. Beliau berseloroh, energi inilah yang membuat PKB trendnya naik terus hingga menjadi tiga besar pada Pemilu 2019 nanti.

Ungkapan itu disambut tepuk tangan hadirin, hal ini sekaligus merupakan ungkapan kegembiraannya atas apresiasi Jokowi. Gembira, karena segala daya dan upaya para kader disemua level membuahkan hasil yang baik ditengah keterbatasan yang ada.

Kesan penulis yang hadir dalam ruangan itu, gestur Jokowi mengekspresikan bahwa ia merasa nyaman bermitra dengan PKB dalam masa awal hingga akhir periode pemerintahannya. Terlebih pada Pilpres 2019 PKB kembali menjadi pengusung pasangan Jokowi-KH. Ma'ruf Amin.

Ekspresi ini bahkan dipertegas dengan pernyataannya Jokowi bahwa prosentase dukungan simpatisan dan kader PKB sungguh tinggi untuk pasangan Jokowi-KH. Ma'ruf Amin, yakni 91 persen. Angka ini menurutnya menunjukan kesungguhan bekerja dan militansi nyata simpatisan dan kader PKB.

Meski peringatan haul ini mendahului pelaksanaan haul di Ciganjur, penulis kira tak menjadi soal sepanjang tidak menghilangkan substansi haul Gus Dur-nya. Namun demikian, ada saja beberapa pihak yang mencibir situasi itu.

Meskipun berbeda tempat pelaksanaan, tetapi kebiasaan terkait rangkaian acaranya sama sekali tidak ada yang hilang, seperti tertimoni tokoh terhadap Gus Dur dan ceramah kiai. Atmosfir Gus Dur betul-betul dirasakan ribuan hadirin dalam ruangan itu. Meski telah tiada, bagi mereka Gus Dur merupakan panutan dan inspirasi yang mengajarkan keluasan dalam bergaul dan berinteraksi dengan mengesampingkan apapun latar belakangnya.

Keadaan ini sungguh menggambarkan bahwa seabreg prilaku Gus Dur dalam berpolitik yang diwariskan melalui PKB akan terus menerus meraih simpati publik ditengah perubahan zaman. Karena PKB nampak anti eklusifitas yang menganggap ia paling segalanya. Di PKB tidak mengenal praktek saling menjatuhkan satu sama lain diantara kader, apalagi kepada partai lain.

Trah Ideologis

Lebih dari dua puluh tahun kebersamaan H. A. Muhaimin Iskandar (Cak Imin) baik sebagai anak buah, anak didik maupun pasukan lapangan Gus Dur tentu tidak terbantahkan. Kebersamaan itulah yang membentuk karakter Cak Imin sebagai trah ideologis politik Gus Dur.

Dalam kurun waktu itu, tentu Cak Imin faham terkait agenda-agenda perjuangan Gus Dur dalam menebar manfaat dan maslahat terhadap warga Nahdliyin yang kala itu mengalami pressure (tekanan) dari pemerntah Orde Baru sehingga NU terkesan menjadi ormas yang "ketinggalan zaman".

Melalui Gus Dur, Cak Imin menjadi pribadi yang tak pernah kendur berkreasi, berkreatifitas bahkan berinovasi ditengah keterbatasan. Bertenggernya PKB di posisi ketiga hari ini menurut semua lembaga survei adalah wujud nyata bahwa Cak Imin adalah kembaran Gus Dur dalam konteks menghadapi berbagai tantangan.

Nilai tentang Islam, demokrasi, kerakyatan dan kemanusian adalah elan vital Cak Imin dalam memperjuangkan keyakinan dan cita-cita sebagaimana Gus Dur pernah lakukan. Penulis perhatikan, Cak Imin nampaknya tak pernah alami kebuntuan dalam berkreatifitas. Lebih dari itu, ia tak pernah lelah bahkan selalu nampak bugar ditengah waktunya dalam keluarga cenderung minim.

Spirit Gus Dur sebagai guru bangsa dan guru kehidupan yang merubah keadaan dari zaman otoriter menjadi zaman yang penuh keterbukaan dalam wujud reformasi seolah terus memompa semangat Cak Imin dalam perjuangkan keadaan yang tidak menghargai nilai kemanusian menuju era yang menganakemaskan kemanusiaan.

Penulis kira, Cak Imin mengalami suasana batin yang tidak enteng tatkala masa transisi orde baru ke orde reformasi bergulir. Karena pada saat yang sama ia day to day mengawal Gus Dur menyadarkan bangsa Indonesia bahwa kemanusiaan harus diletakkan diatas apapun, termasuk dalam praktek pembangunan.

Gagasan juang dan praktek juang Gus Dur yang tegas dibarengi dengan prinsip tauhid, memperjuangakan keadilan, kemanusian, menjungjung hak asasi manusia, mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat membentuk citra diri Cak Imin seperti yang kita saksikan sekarang.

Cak Imin dibekali Gus Dur supaya senantiasa optimis dan yakin terhadap capaian dan target perjuangan. Aliran optimisme dan harapan itu pulalah yang diteteskan terus menerus kepada seluruh kader dan stakeholder PKB disemua level. Setiap kali berikan pembekalan terhadap Calon Anggota Legislatif di semua tingkatan, tanpa tendeng aling-aling ia memberikan peluang dan kesempatan yang sama kepada semua kader yang terlibat dalam kontestasi Pemilu 2019.

Suka tidak suka, formula itu menciptakan rasa nyaman bagi semua kader PKB sehingga mewujud dalam militansi dan loyalitas kader. Tentu memberi efek positif bagi siapa saja yang berkontribusi bagi PKB, karena pada saat yang sama jerih payah siapapun harus senantiasa diapresiasi.

Sekali lagi, tidak berlebihan kiranya bila penulis sebut bahwa Cak Imin adalah trah ideologis politik Gus Dur. Bagi Cak Imin ideologi adalah menu utama dalam berpartai, untuk siapa sebenarnya ia berjuang. Jika ideologi partainya tak jelas, maka hampir dipastikan partai itu akan selalu praktekkan pragmatisme terhadap masyarakat.

Politik Ring Gembira

Ada yang menarik dari suasana Haul ke-9 Gus Dur di Balai Sarbini tempo hari. Jokowi Nampak tertawa terpingkal-pingkal tatkala Cak Imin sampaikan cerita terkait ada seorang Caleg yang minim modal uang dan ia datangi kiai. Bermodalkan tanah yang diambil dari halaman rumah sang kiai, ia memiliki keyakinan 2019 akan memenangkan kontestasi Pemilu.

Ger-geran terjadi dalam ruangan yang dihadiri ribuan orang itu, tak ada satupun yang tidak tertawa terbahak-bahak. Sontak Cak imin mampu merubah suasana formal yang diliputi protokoler kepresidenan menjadi forum yang sangat cair dan dilimpahi kerianggembiraan.

Poinnya adalah ketika situasi alami kejumudan, layaknya Gus Dur, tak jarang Cak Imin praktekkan prilaku politik yang riang gembira tanpa harus menjelekkan yang lain, menebar kebencian, menebar fitnah dan prilaku apolitis lainnya.

Di samping memiliki trah ideologis dengan Gus Dur, Cak Imin memiliki trah biologis yang sama dengan Gus Dur dari KH. Bisri Syansuri. Maka wajar bila prilaku Cak Imin kembaran dengan Gus Dur karena dalam diri mereka mengalir darah leluhur yang sama.

Terkait olah mengolah humor politik, Gus Dur tentu suhunya di Indonesia. Bahkan Mitsua Nakamura pengamat NU asal Jepang merasa khawatir bila Gus Dur menghentikan gayanya di Indonesia ditengah era orde baru yang penuh dengan kekakuan, formalitas, dan menjemukkan.

Pada konteks ini, Cak Imin terwarisi Gus Dur dalam gayanya meramu joke politiknya. Walhasil, dalam kesempatan forum apapun baik dalam forum formal apalagi dalam forum santai, nyaris tidak pernah luput dari tertawaan, ada saja sajian menu guyonan.

Baik gaya Gus Dur ataupun gaya Cak Imin, penulis kira mengandung manfaat yang tidak sedikit bagi bangsa Indonesia yang seringkali dihinggapi "perang urat saraf" akibat perseteruan "kepentingan" para pihak yang tidak pernah mereda sahwat dan nafsu berkuasanya.

Namun demikian, ada saja yang berbeda. Bila Gus Dur cenderung ceplas ceplos, tetapi Cak Imin cenderung kalem. Tetapi bila keduanya jago dalam humor politik, kita semua tentu tak bisa membantahnya.

Bagi Cak Imin yang mobilitas dan aktifitas politiknya sangat tinggi bahkan lebih dari 24 jam, tawa dan canda adalah obat mujarab untuk kendurkan urat-urat syaraf. Betapa tidak, aktifitas politiknya selalu berhadapan dengan tuntutan, harapan, curhatan bahkan fitnah dan makian.

Haul Gus Dur ke 9 dan Konsolidasi Caleg PKB yang lalu tak ubahnya seperti ajang hiburan ditengah tingginya aktifitas Caleg menghadapi kontestasi Pemilu 2019, terlebih target memenangkan Jokowi-KH. Ma'ruf Amin. Dihadapan Jokowi, Cak Imin pamerkan soliditas kader PKB yang sekaligus sebagai agen-agen politik riang gembira menuju kemenangan PKB.

Baik Gus Dur dan Cak Imin, keduanya merupakan sosok manusia yang memiliki sikap rendah hari dan egaliter. Dalam setiap kesempatan bertemu, nyaris Cak Imin melarang para kader melayani kampanye negatif yang diarahkan terhadap dirinya maupun pada keluarga besar PKB.

'Ala kulli hal, kita sepakat bila Gus Dur dan Cak Imin tak pernah luput dari keberpihakannya terhadap orang-orang miskin dan terpinggirkan yang kemudian diejawantahkan dalam politik riang gembira PKB baik di DPR maupun ditengah konstituenya.

Usep Saeful Kamal, penulis adalah peminat masalah sosial, politik dan keagamaan. Tinggal di Depok

***
Tulisan sebelumnya: Cak Imin [2] Tentang Diktum "Saya Agamis, Saya Nasionalis" Itu