Sebagai orang yang kerap terbang, saya berterima kasih kepada semua pramugari yang sudah melayani saya sebagai penumpang dengan baik.
Ini pramugari Rusia dari salah satu perusahaan penerbangan negeri beruang merah yang saya abadikan saat mengarungi rute Moskow-Kazan dengan lama penerbangan sekitar dua jam. Nama bandara udara internasional Kazan dalam bahasa Tartar adalah Kazan Xaliqara Aeroporti, sekitar 25 kilometer dari pusat kota Kazan.
Saya lupa mencatat apakah nama penerbangan dengan pramugari berbusana hijau dominan yang saya tumpangi saat itu Aeroflot atau Tatarstan Airlines. Kazan adalah ibu kota Tatarstan, satu kota terbesar Rusia yang disebut-sebut sebagai pusat industri, perdagangan, budaya dan menjadi pusat penting budaya Tatar.
Kalau Anda ingin menjumpai komunitas Islam terbesar di Rusia, datanglah ke Kazan yang terletak di pertemuan Volga (İdel) dan Kazanka (Qazansu) Rusia Eropa tengah. Masjid besar, indah dan klasik tersebar di berbagai sudut kota.
Namun demikian, jangan harap Anda mendengar lantunan suara adzan memanggil shalat. Adzan tidak dilarang, tetapi hanya terdengar di masjid menggunakan pengeras suara yang tidak memekakkan telinga. Syahdu.
Meski sebagian besar penduduk Kazan muslim, karena kesejarahan masa lalu dan pemerintah Rusia memberi kebebasan seluas-luasnya selagi rakyat dan pemimpin Kazan patuh pada kamerad Vladimir Putin, namun aroma sekuler sangat menyengat di sini. Bar yang menyediakan khamar (minuman beralkohol) ada di mana-mana. Menyantap makanan di restoran meski mayoritas halal, bagi pelancong muslim tetap harus ditanya halal-haramnya makanan, sebab yang tidak halal pun tersedia.
Berhubung saya suka ngopi, saya akan selalu mencari tempat ngopi (cafe) yang memungkinkan bisa memanjakan mata, hitung-hitung "laundry" mata melihat perempuan Kazan dan Rusia yang berlalu lalang di depan mata. Maklum, jauh jaraknya dari rumah. Jangan berpurbasangaka dengan mencap saya sebagai pria genit berumur yang suka cuci mata, saya memandang mereka sekadar mencari ilham dalam penulisan cerita, selain memang sedang jauh dari istri di rumah (halah..!).
Di Kazan Anda akan menemukan banyak "kahve", yaitu kopi turki baik disajikan secara tradisional (menggunakan poci dan gelas ala Ottoman), tetapi bisa juga disajikan dalam cangkir. Tanpa gula tentu saja, meski kopi Turki pahitnya sangat menyengat.
Belasan tahun sebelumnya saat berkunjung ke Bosnia di kawasan Balkan, saya punya kenangan khusus di "Dayeuh Kolot" (kota tua) Bosnia di sana, di mana Anda masih bisa menikmati "jalan raya" yang bukan menggunakan aspal atau beton, melainkan gabungan batu ceper yang direkat menggunakan bahan tertentu tetapi tidak mudah mengelupas sampai sekarang. Saya membayangkan di jalan yang sudah berusia ribuan tahun itu kereta kuda berlalu-lalang saat Turki Ottoman menguasai Balkan. Penumpangnya berbicara bahasa Turki dan Bosnia. Jadi, apa kenangan khusus saya di kota tua Bosnia itu? Ya, sebangsa kopi Turki juga!
Kembali ke Kazan...
Dalam perjalanan selama dua jam itu, pramugari pesawat yang saya tumpangi berjalan dari depan ke belakang melalui jalan setapak, menawarkan koran berbahasa Rusia. Saat pramugari berjalan, kamera "candid" saya mainkan (untuk kepentingan penulisan, bukan pelecehan). Ada dua adegan yang saya abadikan, kemudian saya simpan kembali ponsel saat si pramugari menawarkan koran dengan aksara kirilik yang keriting dan seperti huruf latin kebolak-balik itu kepada saya.
"Kopinya?" iseng saya bertanya kepada pramugari itu saat koran sudah di tangan (kemudian hanya melihat foto-fotonya saja karena tidak ada satupun hurufnya yang bunyi). Dengan sopan dia menjawab serius, "Baik, nanti bisa diminta saat penerbangan." Yaela... serius amat, padahal saya cuma iseng!
Saya teringat pramugari. Ya, selama hidup saya pernah ditaksir pramugari JAL (mungkin dulu saya termasuk pria ganteng yang matang) saat penerbangan Fukuoka-Bali, sebulan usai WTC diledakkan teroris. Penumpang pesawat sangat lengang yang berakibat interaksi pramugari dengan penumpang menjadi guyub (cerita tentang ini saya "cut" sampai di sini).
Kembali ke pramugari, saya harus angkat topi kepada para perempuan pemberani yang menjalani profesi sebagai "pelayan udara". Bagaimana tidak, hidup mereka selalu terancam bahaya luar biasa setiap harinya, meski kecelakaan pesawat udara paling sedikit dibanding kecelakaan moda transportasi lainnya.
Tetapi, inilah profesi yang masih memperhitungkan apa yang disebut kecantikan, tubuh eksotik, wajah cantik, sopan, luwes dalam bergaul dan mampu berkomunikasi minimal dua bahasa; bahasa nasional dan bahasa internasional. Tapi tahukah Anda bahwa pada masa lalu pramugari Indonesia mendapat stigma kurang enak di mata pelanggan: "pramugari yang ketus dan kurang sopan!"
Sampai-sampai saya menelusur, benarkah anggapan ini? Salah satu jawabannya adalah soal "dari mana mereka berasal".
Ketahuilah, pada masa lalu profesi pramugari ini merupakan salah satu profesi "prestisius". Anak-anak perempuan kalau ditanya mau jadi apa kelak, salah satunya menjawab, "Mau jadi pramugari!" (Kalau ada anak laki-laki yang mau jadi pramugari, periksakan segera kesehatan mentalnya).
Padahal kenyataannya, pekerjaan pramugari adalah melayani (dalam arti sesungguhnya) keperluan penumpang, mulai dari menyapa sampai menyajikan makanan. Kasarnya, maaf, pramugari adalah pelayan/pesuruh bagi para penumpang.
Di lain sisi, latar belakang keluarga pramugari termasuk keluarga mapan, boleh dibilang kelas menengah. Sebagai anak "papi-mami" yang manja, mereka tidak terbiasa melayani, melainkan dilayani para pembantu. Sementara ketika menyadari pekerjaan pramugari yang sesungguhnya, mereka mau tidak mau menjadi "pelayan udara" yang melayani para penumpang pesawat.
Akibatnya, secara psikologis ada yang belum matang menerima kenyataan bahwa pekerjaan pramugari adalah melayani (kasarnya menjadi pelayan) penumpang, yang berakibat kepada sikap mereka yang ketus dan sering mengeluarkan kata-kata pedas jika penumpang minta tolong. Semoga saja anggapan saya keliru. Tetapi kalau Anda menjumpai pramugari yang ketus dalam melayani, bolehlah ingat saya.
Sebagai orang yang kerap terbang, saya berterima kasih kepada semua pramugari yang sudah melayani saya sebagai penumpang dengan baik, termasuk pramugari Rusia yang saya ceritakan ini.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews