Rudy Badil dan Kenangan Kita pada Warkop

Rudy Badil telah mewariskan pada generasi kemudian betapa lawakan bisa sangat berbudaya, juga Warkop yang sudah memberi pencerahan dalam lawakan-lawakannya terhadap negeri ini.

Sabtu, 13 Juli 2019 | 18:59 WIB
0
3246
Rudy Badil dan Kenangan Kita pada Warkop
Rudy Badil (Foto: Jawapos.com)

Bagi masyarakat umum, Rudy Badil adalah suatu yang asing. Namun bagi mereka yang pernah mengalami besar di tahun 1970-an dan awal 80-an, pastilah sering mendengar nama Rudy Badil. 

Bagi para alumni UI angkatan lama, Rudy Badil adalah legenda. Bagi para jurnalis-intelektual di Kompas Rudy Badil adalah seorang guru bagi mereka yang ingin melakukan liputan jurnalistik berbasis kebudayaan, bagi grup komedi Warkop, Rudy Badil adalah pepunden, dia-lah yang membangun Warkop sebagai grup lawak yang secara revolusioner mengubah dunia lawak kita secara massif.

Saya sendiri secara pribadi dengar nama Rudy Badil, sekitaran tahun 1986 saat almarhum Bapak saya salah menyebut pelawak Rudy Djamil sebagai Rudy Badil. 

Suatu saat di sebuah acara TVRI "Oh itu Rudy Badil kayaknya", ketika saya bertanya nama seorang pelawak yang tiba-tiba muncul dari satu panggung. 

Saya sendiri dulu waktu SD di tahun 80-an, juga kerap menyalahartikan pelawak Atet Zakaria sebagai Rudy Badil. Dalam kenangan saya pribadi wajah Rudy Badil asing, namun anehnya dia legenda lawak itu sendiri, ini ibarat raksasa puisi Umbu Landu Paranggi, di mana wajahnya asing tapi dia kerap disebut sebagai pemuncak puisi di Indonesia.

Sejak ayah saya menyebut Rudy Badil dan kemudian saya kerap mendengar Rudy Badil adalah pelawak besar saya penasaran dengan nama itu. Barulah beberapa tahun belakangan saya bertemu dengan wartawan senior Kompas, Budiarto Shambazy di satu tempat, ia bercerita panjang lebar tentang Warkop DKI dan Rudy Badil disebut namanya. 

Di sinilah sedikit banyak cerita soal Rudy Badil terkuak dan ketika Rudy Badil mangkat, namanya naik lagi dan orang terkenang dengan Warkop, sebuah grup legenda yang sampai detik ini cuplikan-cuplikan adegan film-nya masih merajai Youtube, Instagram, dan Facebook serta diiringi komentar oleh generasi kemudian "Sebagai sebuah lawakan terbaik dari zaman lampau". Warkop bagi generasi milenial masih dianggap sebagai "Dewa Kejayaan" dunia lawak kita.

 In memoriam tentang Rudy Badil tak akan bisa lepas dari Warkop. Karena bagaimanapun Warkop dianggap sebagai sebuah karya besar Rudy Badil, adagium Warkop "bahwa melawak itu bukan melucu, tapi melatih kita untuk bisa menertawakan jebakan pikiran kita sendiri" menjadi arus besar dalam menciptakan bentuk-bentuk komedi yang mencerahkan.  

Bila Teguh Srimulat punya kredo "Aneh itu lucu", maka Warkop punya kredo otentik "Jebakan Pikiranmu-lah yang lucu". Dari kredo inilah kita menggulirkan kenangan kita pada Warkop, dimana Rudy Badil terlibat di awalnya.

Warkop dan Generasi Lawakan Radio

Melawak di radio bukanlah otentik generasi 70-an, tapi lawakan lawakan di radio sudah dikenal bahkan sejak zaman Revolusi Bersenjata 1945 sampai dengan dekade 1950-an. 

Ada dua orang paling beken di masa pergolakan bersenjata 1945 dalam hal melawak di radio, adalah Drs. Purnomo dan Hardjodipuro yang menjadi pelopor lawak di radio, dua orang ini kemudian dikenal nama udaranya sebagai "Mang Udel" dan "Mang Cepot". 

Di masa itu, para perwira-perwira revolusi mendapatkan hiburan radio sebelum turun tempur melawan NICA. Pernah satu saat Mang Cepot siaran sendirian, tak lama tembakan mitraliyur dari tentara NICA melintas dekat tempat siarannya. 

Ia kemudian mengucapkan salam "Merdeka...!!!" lalu menyamar jadi pedagang daging sapi di Pasar Genjing dekat Utan Kayu.

Mang Cepot dan Mang Udel bertemu dalam satu siaran radio RRI di awal tahun 1950-an, tak lama kemudian datanglah Bing Slamet, lalu mereka membentuk apa yang disebut Trio Los Gilos. Kehadiran Trio Los Gilos inilah yang kemudian digemari masyarakat. Cerita sehari-hari adalah andalan lawakan Trio Los Gilos.

Lawakan radio menjadi kesukaan utama masyarakat, terutama sekali masyarakat perkotaan. Di tahun 1960-an awal, tema-tema lawakan seperti perebutan Irian Barat menjadi cerita utama. Para komedian di radio pun seperti bagian dari militansi sebuah zaman. Di era ini muncul penyiar radio lucu yang amat kondang Kris Biantoro. 

Di tangan Kris Biantoro humor-humor segar mengalir, tapi semangat nasionalisme tetap menyala-nyala. Lagu "Dondong Opo Salak" adalah lagu yang ia populerkan ditengah maraknya semangat merebut Irian Barat. Pada masa selanjutnya Kris Biantoro tidak lagi main di RRI, namun ia berjaya di TVRI. 

Baca Juga: Rudy Badil, Wartawan Petualang Kompas Yang Saya Kenal

Ia menjadi guru para Master Ceremony (MC) juga kerap mengadakan lomba lawak. Salah satunya menelurkan Bagito, nama Bagito-pun berasal dari ide Kris Biantoro, "Bagi Roto" kata Kris Biantoro pada Miing, Didin, dan Unang di belakang panggung setelah Miing cs memenangkan sebuah acara lomba lawak. Kelak Miing adalah salah satu konseptor dibalik layar lawakan Warkop DKI.

Berbeda dengan masa Hardjodipuro (Mang Cepot), Drs.Purnomo (Mang Udel) -- kelak dikenal sebagai Pak Broto dalam drama losmen TVRI- , atau di masa Kris Biantoro dimana semangat Nasionalisme tinggi sekali. 

Dunia radio di era 70-an lebih pada nuansa pergaulan lebih pada kegelisahan anak anak muda dalam menyikapi hidup. Persoalan-persoalan nasionalisme dan patriotik dianggap selesai di tahun 70-an, "kebebasan anak muda" menjadi gaung utama semangat zaman.

Radio Prambors dan Pembebasan Anak Muda Gaya Menteng

Berbeda dengan tahun 1960-an dimana anak-anak muda terlibat dalam "politik negara", seperti Perebutan Irian Barat, Gerakan Ganjang Malaysia, sampai persoalan persoalan internal politik, di tahun 1970-an di masa kekuasaan Suharto, anak-anak muda diasingkan dari "politik negara", pemegang kendali negara sepenuhnya adalah para teknokrat, petinggi militer, dan juga yang paling penting kelompok-kelompok intelijen.

Anak-anak muda melakukan gerakan protes tiga kali di dekade 1970-an, pertama gerakan Arif Budiman di tahun 1971, kedua Gerakan Hariman Siregar di tahun 1974 yang disusupi oleh gerakan intelijen-militer dan berakhir pada kerusuhan Malari di sekitaran Pasar Senen, dan yang ketiga Gerakan Penolakan pengangkatan Suharto sebagai Presiden RI di tahun 1978 dan berujung pada "razia kampus oleh militer".

Di masa itu, anak-anak Menteng menjadi ikon sebuah zaman. Menteng di tahun 70-an bukan lagi Menteng seperti tahun 1940-an sebagai pusat gerakan bawah tanah politik, tapi Menteng di tahun 70-an adalah gabungan generasi bohemian yang digerakkan anak-anak muda kemudian mengubah dari gerakan segelintir anak muda penikmat hidup, yang kemudian menjadi sebuah 'kebudayaan populer'. 

"Pop Menteng" begitu menggelora. Di Jalan Tanjung muncul kelompok anak-anak "Merinding Disco" di sudut yang lain, ada anak-anak "Gank Pegangsaan" yang suka banget nyanyi lagu bergaya opera dan bikin musik dengan latar belakang film. 

Nah di satu wilayah Menteng Pinggiran sekitar Jalan Prambanan, Jalan Borobudur dan Jalan Mendut sekitarnya ada anak-anak muda membuat geng namanya Prambors (Prambanan, Mendut, Borobudur dan sekitarnya) bikin radio anak muda yang kemudian sangat berpengaruh dalam mengembangkan kebudayaan "Jakartanisasi" di segala hal, dan ini menjadi antitesis dari kekuasaan. 

Bila di masa Orde Baru "Jawanisasi" berlangsung di segala lini, maka anak-anak muda melawannya dengan arus "Jakartanisasi" sebagai kebudayaan populer yang seakan menandingi kekuasaan.

Ditengah zaman seperti inilah, Warkop tumbuh. Ide nama Warkop yang disingkat sebagai "Warung Kopi" muncul karena menyikapi zaman dimana kekuasaan benar-benar menjadi "kebenaran tunggal". Di masa lalu, Warung Kopi menjadi celah bagaimana "kekuasaan tak menyentuh" dirinya. 

Ketika siaran radio Prambors menyiarkan lagu-lagu tenar di masanya, di sela-sela siaran musik muncullah komedi Warung Kopi yang menggambarkan kelucuan-kelucuan yang berasal dari kegelisahan rakyat. 

Disinilah uniknya, radio Prambors dikenal sebagai agen budaya musik-musik asing, namun lawakannya justru mengangkat situasi-situasi lokal.

Warkop lahir dari pemikiran Temmy Lesanpura, seorang penyusun program di acara Radio Prambors. Temmy berpikir jauh untuk membuat acara lucu-lucuan. 

Suatu saat Temmy melihat bahwa gerakan anak-anak muda bukan hanya arus besar pergerakan politik, tapi anak muda sebagai "pusat gerakan budaya". Saat itu lagi rame-ramenya anak-anak Universitas Indonesia (UI) mengkritik para Aspri di lingkaran Suharto. 

Gerakan anti Aspri itu juga melibatkan beberapa lawan politik Mayjen Ali Moertopo seperti Jenderal Soemitro dan juga kerap keluar masuk Ali Sadikin, gubernur DKI yang disebut-sebut oleh mahasiswa sebagai "Pengganti Pak Harto", bahkan anak-anak muda UI pernah membuat sablonan gambar Ali Sadikin sebagai "Harapan Generasi Masa Depan". 

Politik di tengah mahasiswa jadi hits, gerakan mahasiswa diperhatikan gelombang besar sepanjang sejarah. Inilah kemudian menarik perhatian Temmy agar menyalurkan energi kreatif anak-anak muda utamanya di UI untuk masuk ke radio.

Temmy meminta pada Hariman Siregar, dedengkot gerakan UI untuk acara sebuah radio, disusunlah kemudian program acara "Obrolan Santai Warung Kopi" tahun 1973. Hariman menunjuk Kasino dan Rudy Badil sebagai 'tugas gerakan kampus', dan kemudian Kasino ngajak temannya yang lain Nanu Mulyono. 

Baca Juga: Rudy Badil, Soe Hok Gie dan Pencinta Gunung

Obrolan bertiga ini jadi sebuah improvisasi jempolan. Nanu dan Kasino saling lempar, dua orang ini sebenarnya jenius lawak yang kemudian Rudy Badil kerap berperan sebagai "Bang Cholil" atau "Mister James" yang sok tau tapi bijak. Agresivitas lawakan Nanu dan Kasino berhasil didinginkan oleh gaya Rudy Badil yang kalem. 

Setahun kemudian datanglah Dono, yang menjadi masterpiece dalam dunia lawak kita. Arti penting Dono dalam lawakan Warkop berhasil membawa identitas bukan sebagai sesuatu yang sensitif, namun identitas sebagai lawakan yang menggemaskan. 

Di tengah asyiknya lawakan warung kopi, kemudian muncullah Indro seorang anak SMA yang lagak lagunya lucu banget, ikut maen ke Prambors. Indro pada akhirnya kuliah deket rumahnya di Menteng, Universitas Pancasila. Saat itu Universitas Pancasila bukan yang ada di Lenteng Agung, tapi ada di Jalan Borobudur, Menteng.

Indro bisa dikatakan satu-satunya anak Menteng asli, ia anak petinggi Jenderal Kepolisian. Kehadiran Indro sendiri sedikit banyak melindungi Warkop dari sasaran kemarahan kekuasaan. Disinilah kemudian secara sempurna Warkop mulai terbentuk: Rudy Badil, Kasino, Nanu Mulyono, Dono, dan Indro.

Karakter Karakter Pemain Warkop

Rudy Badil:

Inilah pemain Warkop yang paling tidak dikenal publik kecuali bagi penggemar Warkop generasi lawas. Saya sendiri agak kesulitan mencari referensi berupa rekaman rekaman radio Rudy Badil saat melawak dengan Warkop. 

Ada beberapa referensi tentang Rudy Badil, di mana orangnya lucunya kalem dan belagak sok tahu tapi sering salah. Ia kerap memerankan tokoh bernama Bang Cholil atau Mister James. Rudy Badil kemudian bekerja sebagai wartawan di Kompas, ia tidak melanjutkan kerja dengan Warkop karena demam panggung, suka gemeteran kalau liat orang banyak.

Ia seorang antropolog, jadi mengerti benar karakter budaya dan kelucuannya. Bisa dikatakan Rudy Badil meletakkan landasan melawak dengan basis Folklor dan ini menjadi ciri khas Warkop DKI di masa selanjutnya.

Kasino:

Kasino adalah "Pembanyol Terbaik" di negeri ini. Ia selalu jadi sutradara atas plonco di kampus UI, jadi ia tahu bagaimana membuat gagasan-gagasan lucu gaya anak muda di zamannya. Lagak lagunya sebagai orang keren sangat mengena di masyarakat. Sentilan Kasino sebagai "anak belagak gedongan" menjadi satire terbaik di awal tahun 80-an.  

Perannya sebagai Sanwani, yang ngaku rumah di Menteng tapi ternyata anak tukang bengkel mobil kelas rakyat masih diingat masyarakat. Celetukannya seperti "Gila Lu Ndro", "Jangkrik Boss" atau "Nyanyian Kode" diingat sebagai quote abadi sepanjang zaman.

Bagi generasi 80-an, Kasino adalah teman kesepian anak anak muda di tengah malam. Ia kerap membawakan lagu lagu yang kemudian diimprovisasi jadi lucu di radio. Ia sangat cerdas mengubah lirik radio. Di peran peran lawakannya ia kerap menjadi tokoh yang suka "ngakalin" Dono.

Nanu Mulyono:

Nanu Mulyono bukan saja dikenal generasi lawas penggemar Warkop, anak-anak muda zaman sekarang juga tahu siapa Nanu. Film Warkop "Mana Tahaaan" bayangan anak-anak sekarang Nanu berbarengan dengan lirikan genit Elvi Sukaesih di film itu banyak dilihat di Youtube, Facebook atau Instagram. 

Di tangan Nanu, logat Batak menjadi sedemikian lucunya. Banyak yang mengira Nanu ini orang Batak Asli. Tapi ternyata ia orang Madiun yang besar di Jalan Setiabudi Barat Jakarta Selatan. 

Banyak yang gak tau pula, bahwa Nanu-lah yang pertama kali mempopulerkan lagu "Makan daging anjing dengan sayur Kol" sebagai sebuah nyanyian lelucon di masa Ospek. Yang paling diinget dari Nanu ini adalah kegemaran suka ngintipin Halimah (diperankan Elvi Sukaesih) mandi.

Nanu juga yang meledakkan humor nama marga-marga batak seperti "Banyak Pohan di pinggir jalan, ada tobing-tobing, udaranya siregar sekali..." gayanya yang slengek'an disenangi banyak orang. Ia adalah anggota Warkop yang paling flamboyan, sangat menikmati ditonton masyarakat. 

Saat paling menyedihkan adalah ketika Dunia Dalam Berita TVRI mengabarkan Nanu wafat karena sakit sekitaran bulan Maret 1983. Dan ini mungkin jadi kenangan kolektif generasi yang tumbuh di tahun 70-an dan 80-an.

Dono:

Dono yang asli Klaten ini bisa dikatakan ikon dari Warkop itu sendiri. Ia datang ke Warkop justru belakangan daripada Rudy Badil, Nanu Mulyono, dan Kasino. Namun di masa selanjutnya Warkop seperti mewujud dalam diri Dono. 

Bahkan masyarakat kerap menyebut film-film Warkop sebagai "Film Dono". Arti penting Dono dalam Warkop menciptakan bahwa Nusantara ini kaya sekali dengan kelucuan-kelucuan, Dono belajar banyak ahli antropologi UI James Danandjaja soal kelucuan yang tumbuh ditengah rakyat.

"Cuman Numpang Lewat" adalah kisah yang paling diingat dan cuplikan yang kerap dishare para netizen, saat mau lewat rel kereta api, nanya sama Mang Diman yang berperan sebagai petugas KA, nanya kereta api dari Surabaya, dari Semarang sampai dari Merak, ternyata Dono dan kerabatnya cuma mau numpang lewat. 

Banyak quote-quote Dono yang diingat masyarakat seperti "Biarin aja yang penting belinya di toko bukan di warung" saat dibully Indro sama Kasino soal mobil bututnya di film Gengsi Dong.

Dono selalu menjadi korban akal-akalan Kasino. Dari semua film-film Warkop, Dono sepertinya selalu jadi korban akal-akalan Kasino, dari seluruh cerita derita Dono dikerjain Kasino, yang paling parah saat Dono diumpankan ke banci bernama Rita di film "Gengsi Dong".

Namun di banyak film juga Dono adalah paling beruntung karena selalu dapet pelukan cewek cakep. Dono bukan saja sekadar pelawak, dia adalah aktivis gerakan. 

Penantangannya terhadap rezim Orde Baru sudah lama dilakukan, sejak gerakan penantangan modal asing 1974 yang dikenal sebagai peristiwa Malari, sampai dengan gerakan 1998 Dono terang-terangan berhadapan dengan tentara dan menyemprotkan selang air di depan Universitas Atmajaya.

Bagi sebagian besar orang Indonesia yang mengalami dekade 80-an dan awal 90-an, lebaran itu terbentuk dua hal : "Film Dono" dan Film "Saur Sepuh" jutaan orang Indonesia mengenang masa ini pasti ketawa.

Indro:

Inilah pemeran Warkop yang paling perlente, tipikal anak gedongan dan kadang jadi mantu idaman banyak calon mertua. Indro adalah icon anak anak muda di awal 80-an, gayanya yang rada rada tengil dengan kumis tipisnya selalu bikin tertawa. Dalam film-film Warkop dia selalu jadi "partner in crime" sama Kasino dalam ngerjain Dono. 

Di dalam Warkop, Indro adalah pembawa style, baik dari mulai gaya T-shirt, blue jeans sampai jaketnya selalu up to date sesuai dengan zamannya.

Kenangan Kita Terhadap Warkop

Banyak dari kita mengenang Warkop sebagai bagian dari hidup kita di masa lalu, kenangan kita terhadap Warkop mungkin dari beli kasetnya, dengerin rekaman-rekaman lawaknya, sampai dulu nyewa video betamax seribu perak buat nonton gimana Dono ngerjain bule-bule soal Pembangunan di Indonesia saat bule Amerika nyombong berapa bulan dan hari bangunan ada, Dono bilang "semanggi belum ada kemarin..."

Dan Rudy Badil telah mewariskan pada generasi kemudian betapa lawakan bisa sangat berbudaya, Terima Kasih mendalam atas semua anggota Warkop yang sudah memberi pencerahan dalam lawakan-lawakannya terhadap negeri ini.

Jakarta, 12 Juli 2019

***