Partai ini di samping mencintai perdamaian di atas segala-galanya, kepentingan sang merah putih sebagai kepentingan bangsa dan negara merupakan tujuan yang utama.
Jatuh bangun, datang-menghilang, muncul muka-muka baru di kalangan aktivis partai nampaknya merupakan kenyataan yang harus Subur Budhisantoso hadapi sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Menjajakan barang baru yang belum terbukti keunggulannya tidaklah mudah.
Banyak di antara peminat yang sekedar melakukan “window shoping”, sementara kemasan barang yang ditawarkan memerlukan dana untuk dapat memikat lebih banyak peminat lainnya.
Apalagi sebelum SBY muncul di tengah-tengah massa Partai, ada jeda waktu dua tahun setelah deklarasi Partai Demokrat. Kenyataan ini juga kelak menghambat penjaringan anggota. Boleh dikatakan hingga pendaftaran calon legislatif masih banyak orang yang meragukan kemampuan Partai baru ini.
Tak heran bila daftar caleg di daerah-daerah diwarnai dengan AMPI alias Anak, Menantu, Keponakan dan Isteri pimpinan partai setempat. Sebuah pragmatisme yang sungguh tak sejalan dengan visi dan karakter pribadi Subur Budhisantoso. Sungguh, ia amat tidak senang menerima kenyataan semacam itu. Tapi apa mau dikata?
Di pihak lain, ternyata tak semua orang-orang dekat SBY setuju untuk menggunakan Partai Demokrat sebagai kendaraan politik guna menggapai kepemimpinan nasional. Dalam pertemuan di kediaman politikus Suko Sudarso di Kelurahan Gunung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, misalnya, gambaran tentang hal itu terungkap.
Selain ongkosnya mahal, mereka menilai partai baru belum tentu dapat meraih suara signifikan. “Saudara Suko dan Heru Lelono (staf khusus Presiden SBY) termasuk yang berpendapat demikian,” kata Budhisantoso
Ia pribadi menganggap penting membentuk partai baru tersebut untuk kendaraan SBY. Sikap ini disokong kuat Kristiani Herrawati (Ani Yudhoyono) karena tak ingin suaminya menumpang kendaraan politik orang lain. Ani khawatir anggota keluarga pemilik "kendaraan" iri jika SBY menggunakannya.
“Ibu Ani menganggap lebih nyaman menggunakan kendaraan sendiri, meski sekadar oplet atau bemo daripada Mercy tapi milik orang lain,” kata Budhi.
Ia dan teman-teman diminta tetap melanjutkan segala persiapan. "Terus saja, Pak, tak usah ragu," kata Budhi menirukan Ani.
Banyak orang bertanya-tanya, tentang peran dan posisi SBY dengan Partai Demokrat. Dia memang disebut-sebut sebagai penggagas dan pencetus platform, lambang, dan nama partai. Nyatanya nama sang jenderal luput dalam susunan pengurus teras.
Hal itu, menurut Budhisantoso disengaja karena Partai Demokrat ingin mengubah kebiasaan yang berkembang selama ini bahwa ketua umum partai harus menjadi calon presiden atau calon presiden haruslah ketua partai.
Selain itu, SBY tak ingin tampil ke atas panggung karena ia masih duduk dalam kabinet Megawati--tokoh yang menjadi saingannya dalam pemilihan presiden 2004. "SBY tak mau mencampuradukkan (posisinya) di pemerintahan dan di partai," ujar Budhisantoso.
Satu-satunya isyarat bahwa SBY benar-benar punya hubungan emosional teramat dekat dengan Partai Demokrat adalah ditempatkannya nama sang isteri, Kristiani Herawati (Ani) sebagai wakil ketua umum. Juga ada Hadi Utomo, kakak ipar SBY, yang kemudian terplih menjadi ketua umum periode 2005-2010.
“Saya, termasuk saudara Ahmad Mubarok dan Sys (N.S) yang meminta izin kepada SBY untuk memasukkan Ibu Ani ke dalam struktur pengurus teras,” kata Budhisantoso.
Bukti lainnya, dia melanjutkan, saat membuka acara “Pelatihan Kader Partai Demokrat tingkat Nasional” di Hotel Mirah Bogor pada 7 September 2003, SBY yang memaparkan makna dari lambang partai.
Dasar warna yang serba biru, tutur Budhisantoso mengutip paparan SBY, melambangkan perdamaian dan kedamaian. Merah dan putih sebagai simbol komitmen dan pandangan, bahwa kecintaan terhadap perdamaian tak lantas mengesampingkan kecintaan bangsa ini pada kemerdekaan.
Partai ini di samping mencintai perdamaian di atas segala-galanya, kepentingan sang merah putih sebagai kepentingan bangsa dan negara merupakan tujuan yang utama. Garis berwarna biru tua, merupakan simbol nasionalisme dalam arti kita mencintai bangsa dan tanah air.Garis biru muda, bermakna kemanusiaan. Maksudnya, kita harus mencintai sesama manusia, kemuliaan manusia sebagai hamba Alla atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
Jadi, kalau kita meletakkan kemanusiaan, tidak perlu kita silau pada yang disebut HAM, hak sipil, dan sebagainya.
Garis ketiga yang juga berwarna biru tua pun jangan dilupakan, karena itu dimaksudkan sebagai simbol bahwa bangsa amat majemuk, plural. Kemajemukan itu antara lain dalam agama, ras, suku, kedaerahan, dan lainnya.
Jadi, pluralisme dan pluralitas itu harus menjadi alam pikiran Partai Demokrat. Kita tidak sepatutnya pecah apalagi bermusuhan karena agama, suku, kedaerahan, dan ras.
Setelah warna dasar yang berwarna serba biru, masih ada tiga pilar Troika, segitiga berkeping dua merah, merah-merah, dan putih-putih.
Ketiganya bisa bermakna Recovery atau pemulihan, Reformasi dan Rekonstruksi, serta Rekonsiliasi.
***
Tulisan sebelumnya: Subur Budhisantoso [1] Nakhoda Tanpa Sokongan Harta
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews