Lalu kira-kira bagaimana persepsi non-muslim melihat kejadian-kejadian memalukan dan penistaan agama yang dipertontonkan dengan begitu telanjang oleh umat Islam itu sendiri?
Siapa penista agama sesungguhnya? Yaitu orang-orang yang dianggap sebagai pemuka agama yang justru melakukan kejahatan dan kenistaan dengan memanfaatkan statusnya sebagai pemuka agama.
Selain itu, mereka yang mengaku beriman, belajar agama dengan khusus, tetap justru menjadi pembela kejahatan dengan mengatasnamakan agama adalah para penista agama yang sesungguhnya.
Mereka yang mengelola pesantren atau yang dianggap sebagai ulama dan bahkan bergelar Habib tapi kemudian melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap santriwatinya jelas adalah PENJAHAT KELAMIN yang harus diadili. Jika mereka menolak dan para santri dan pengikutnya membela kejahatan mereka maka mereka semua pada hakikatnya adalah para PENISTA AGAMA.
Agama Islam sangat menekankan pentingnya penegakan hukum yang berkeadilan. Ini adalah syariat agama yang harus ditegakkan. Tidak boleh ada orang yang dianggap kebal hukum.
Itu sebabnya Nabi Muhammad sendiri sampai berpesan dengan keras. “Sesungguhnya yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia di antara mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya jika orang rendahan yang mencuri, mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya!”. Jadi semua sama di hadapan hukum.
Allah juga sangat keras berpesan agar umat Islam yang mengaku beriman agar menjadi penegak keadilan. “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.(An-Nisa 135)”
Saat ini kita melihat contoh yang nyata dari penistaan ajaran agama ini yang justru dilakukan oleh orang-orang yang dianggap pemuka agama yang melakukan kejahatan seksual terhadap santriwati yang dipercayakan untuk diajar agama olehnya.
Ketika mereka ini akan diadili sesuai dengan perintah agama justru dihalang-halangi oleh para santri dan pengikutnya.
Sungguh sebuah pameran kebodohan dan penentangan syariat agama yang sangat nyata oleh orang-orang yang dianggap telah khusus belajar agama di pesantren. Lantas mana hasil dari ajaran agama yang mereka pelajari dengan tekun selama ini?
Ingin menangis rasanya melihat betapa sia-sianya ajaran agama yang mereka pelajari selama ini.
Apa yang terjadi pada kasus kejahatan seksual yang dilakukan oleh seorang bergelar Habib di Pamekasan dan seorang anak kyai di Ponpes Shiddiqiyah Jombang pada santriwatinya adalah beberapa contoh penistaan agama yang nyata.
Kasusnya sudah diusut oleh kepolisian dan tersangka akan diproses tapi justru dilindungi oleh para pengikut dan pondoknya sendiri.Di Jombang ribuan santrinya membela si anak kyai tersangka dan menghalangi pemanggilan paksa oleh polisi karena sudah dua kali dipanggil tidak datang.
Di Pamekasan tersangka yang sudah ditangkap untuk diadili justru dibela oleh para pengikutnya yang mengepung polsek di mana habib tersebut ditahan dan menuntut agar si habib dilepas.
Jelas sekali bahwa para ustad, kyai, dan para pengikutnya sendiri yang melakukan pelanggaran penegakan hukum ini.
Ini sungguh memalukan dan sangat tidak layak dilakukan oleh ustad dan kyai yang dianggap sebagai ulama penegak syariat agama dan umat Islam yang mengaku beriman pada Alquran.
Semestinya si Kyai sendirilah yang mengantar anaknya yang tersangkut kasus itu agar polisi dapat memproses kasusnya dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Ini kok malah anaknya dilindungi dan penegak hukum dihalang-halangi untuk menjalankan tugasnya menegakkan hukum. Di mana martabat ajaran Islam diletakkan jika ulamanya sendiri tidak mampu berlaku adil dan bersedia menegakkan syariat agama yang diajarkannya di pesantrennya?
Begitu juga dengan para santri dan pengikut pondok dan pengajian yang justru membela orang yang tersangka sebagai penjahat kelamin di lingkungan mereka sendiri. Bagaimana mungkin mereka justru membela para tersangka dan tidak menegakkan keadilan bagi para korbannya?
Mengapa mereka justru memilih membela tersangka pelaku kejahatan dan tidak menegakkan ajaran agama yang dengan tekun mereka pelajari?
Saya teringat pada kata-kata Khabib Nurmagedov sebagai berikut: "Orang Non-Muslim tidak membaca Al-Qur'an, mereka tidak membaca Hadist. Yang mereka baca adalah dirimu, maka jadilah cerminan islam yang baik."
Lalu kira-kira bagaimana persepsi non-muslim melihat kejadian-kejadian memalukan dan penistaan agama yang dipertontonkan dengan begitu telanjang oleh umat Islam itu sendiri?
***
Surabaya, 5 Februari 2022
Satria Dharma
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews