Pada tahun 1983, pasukan Kopassus (Kopasandha waktu itu), di bawah Komandan Mayor Inf. Prabowo Subianto, ditugaskan Operasi di Timor Timur (sekarang Timor Leste).
Saya sebagai "dukun" alias dokter tidak pergi bersama Pasukan, tetapi menyusul satu minggu kemudian, karena saya bersama Timnas Terjun Payung mengikuti Asia Pasific Parachuting Open Champhion Ships di Taipe, Taiwan bersama Alm. Robie Mandagi, Alm Skip Dew, Nur Hasan dan Alm. Slamet Witjaksono. Jadi tinggal saya, yang hari ini masih bisa menikmati #RabuBiru.
Saya terbang menuju Dilli dengan menggunakan Pesawat Hercules C-130 dan tiba di Dilli, saya dijemput Sahabat saya Kapten Inf. Alm. Kusmayadi, dari Batalion Infanteri 745, salah satu pasukan organik di Timor Timur.
Pertama saya mendarat di Lapangan Terbang Comorro Dilli dan keluar pesawat dengan menggendong Ransel Tempur serta senjata AK-47, saya lihat Mayor Kusmayadi sudah menunggu di Jeep Willys US-Army.
Untuk saya, pertama bertugas di daerah operasi, jadi agak waspada juga, mata mendelik kiri kanan.
Tiba-tiba Pak Kusmayadi memerintahkan isi peluru sambil memberi Magazine dengan jumlah peluru sekitar sepuluh butir.
Dan beliau berkata: ”Masukin peluru dan kunci”. Saya berpikir, apakah kami akan melewati daerah pertempuran, karena senjata di tangan saya berisi peluru siap tembak?
Saat melewati keramaian kota Dilli, sebuah kota yang lumayan rame, saya agak binggung kenapa senjata saya harus berisi peluru? Saya gak berani nanya, saya pikir saya harus siap Perang Kota.
Setibanya di Posko Kopassus didaerah Timur Kota Dilli, saya bertemu dengan Staf Logistik Lettu Inf. Erfi Triasunu (Pangkat terakgir Mayor Jenderal TNI dan Jabatan terakhir Deputy BIN).
Saya langsung bertanya: ”Pak Erfi, kok saya diperintah isi senjata sama Pak Kusmayadi’”
Pak Erfi menjawab: ”Bang Kus bercanda, Mbo?”
“Wah.....saya di Hoax juga nih!”
Keesokan harinya saya diberangkatkan ke Bacau naik Hellicopter Bell-212. Saya dijemput oleh Perwira Operasi di Lanuma Bacau dan dibawa ke Markas Pasukan di bekas Asrama Tentara Timtim.
Saya lapor kepada Mayor Prabowo: ”Siap bertugas!”
Suatu hari, pasukan bergerak ke daerah Watulari, di selatan Kabupaten Viqueque, daerah yang situasi medannya selalu panas dan ramai dengan kontak senjata atau pertempuran antara pasukan TNI dan Fretillin.
Saya ditinggal di luar Watulari bersama Komandan Satuan Tugas Dora(Sektor Delta/D): Letkol Inf. FX. Sudjasmin (Pangkat terakhir Mayor Jenderal TNI dan Jabatan terakhir Wa KASAD), serta petugas radio dan tiga buah truk beserta pengemudinya.
Sementara Pasukan Prabowo, berjumlah 40 personil menuju ke suatu daerah, ke arah hutan lebat sekitar sepuluh kilometer dari tempat saya standby (Solo Bandung), dimaksud bila sewaktu waktu pasukan butuh Dokter untuk bantuan medis.
Saya dengar melalui Radio PRC, pasukan melakukan kontak senjata dan bertempur didaerah tersebut, cukup ramai terdengar di radio Komunikasi, suara tembakan seperti suara petasan satu persatu. Pertempuran terjadi sekitar tiga puluh menit dan akhirnya tidak terdengar lagi suara tembakan.
Tiba-tiba radio berbunyi dan terdengar suara Komandan Mayor Prabowo: ”Dukun, segera jemput pasukan di titik koordinat...!!”
Saya menjawab singkat: ”Siap Komandan, Laksanakan!”
Segera saya naik truk terdepan dengan dua truk dan pengemudinya untuk menjemput pasukan Bravo.
Saya truk terdepan dengan Pengemudi Pratu Yusuf, yang kalau di Markas, beliau pengemudi Pak Prabowo (pangkat terakhir kalau tidak salah Mayor.
Saya lapor Komandan: ”Meluncur Komandan!” dan Pak Prabowo, menjawab singkat: ”Waspada!”
Truk meluncur ke titik penjemputan dan kami melewati daerah kanan kiri hutan tropis yang lebat sekali.
Saya berkata kepada Yusuf, pengemudi saya: ”Isi senjata!” Dan senjata kami berdua siap siaga tempur. Saya turun dari truk dan memberikan kode kepada pengemudi di belakang untuk isi senjata.
Kami melewati hutan lebat, hanya terdengar suara kicau burung. Saya selalu melaporkan posisi kami melalui radio kepada Komandan. Saya hanya berpikir kok jauh betul titik simpangan jalan kearah lokasi penjemputan?
Suara radio Komandan mulai sayup-sayup terputus-putus terdengar dan Radio sekarang dipegang langsung oleh Komandan.
Berkali kali Komandan Prabowo berteriak: ”Dukun posisi kamu di mana!?”
Saya selalu menjawab: ”Siap dalam perjalanan Komandan!”
Terdengar suara lagi: ”Kiri kanan Dukun apa?”
Saya menjawab: ”Siap Pak hutan lebat!”
Beliau menjawab: ”Dukun segera balik kanan, itu daerah pengunduran musuh ke arah kamu!”
Ya, kalau diceritakan ramai sekalilah komunikasi langsung saya dan Pak Prabowo, dengan nada tinggi.
Akhirnya saya memutar balik di sebuah kampung, dan suara teriakan radio sayup-sayup kembali kontak dengan kami. Karena suara sayup-sayup saya cari pohon di kampung dan saya panjat agar komunikasi radio terdengar lebih jelas.
Pada saat saya di kampung, saya lapor akan kembali arah: ”Komandan siap balik kanan!”
Komandan: ”Posisi Dukun dimana?”
Dukun: ”Siap di kampung Komandan!”
Setelah itu langsung Pak Prabowo teriak di radio: ”Boy, kampung, tempat musuh pengunduran diri dan itu markas mereka!” (nada tinggi dan sudah tidak "Dukun-dukunan" lagi, tapi sudah memanggil nama).
Saya cuma bisa: ”Siap....Siap!”(saja)
Terdengar lagi suara: ”Segera kembali! Kalau kamu mati, saya yang harus tanggungjawab!”
Saya segera turun dari pohon dan kami kembali ke arah titik penjemputan. Kali ini perjalanan truk agak diperlambat dan kewaspadaan tetap ditingkatkan.
Akhirnya kami sampai di persilangan jalan masuk ke titik penjemputan dan ternyata simpang jalan tersebut ditutup oleh gerilyawan oleh semak belukar dan tebangan pohon, yang tidak terlihat oleh pengemudi karena truk berjalan cepat.
Setelah masuk ke simpangan jalan saya kembali lapor: ”Sudah menuju titik lokasi!”
Dan terdengar suara Pak Prabowo, yang asli, peelahan tapi tegas: ”Solo Bandung (Selamat Bertugas)!” Kalau hari ini kurang lebih artinya: ”Noted, Copied, Roger”
Akhirnya saya tiba, di lokasi pasukan dan saya langsung menghadap Pak Prabowo, saya liat wajahnya agak tegang, merengut, tapi dibalik wajahnya yang keras saya tetap melihat kelembutan hatinya. Beliau marah kepada saya, tapi tetap ada sedikit senyum khasnya? Mungkin sambil berkata di dalam hatinya: ”Nih Dokter berani atau gak ngerti?”
Setelah sampai di Titik Aju (Titik Persiapan), sebuah rumah mungkin bekas orang Portugis, tiba-tiba Pak Prabowo memanggil saya dan berkata: ”Dukun, cadangan obat habis, segera kembali ke Delta (Dilli)!”
Saya agak bingung? Obat masih banyak, kok dibilang habis?
Tapi saya akhirnya berkata: ”Siap Komandan!”
Keesokan harinya, saya dijemput Heli ke Dilli dan selama dalam perjalanan kurang lebih 45 menit, saya berpikir: ”Kenapa saya mesti ke Dilli? Obat masih banyak?”
Tapi ya, sudah laksanakan saja perintah atasan tanpa harus bertanya. Setibanya di Lanu Commoro saya dijemput Letnan Satu Inf. Erfi T dan dibawa ke lapangan tenis.
Saya liat dokter-dokter yang bertugas di Timtim sedang main dan nonton tenis, antara lain dr. Shahnaz Nadia Yusharyahya.
Akhirnya sebagai penutup: Kok bisa saya tersesat padahal saya dibekali Peta Lapangan dan Kompas?
Ternyata jalan simpang menuju titik lokasi penjemputan ‘ditutup’ oleh para gerilyawan ketika mengundurkan diri setelah bertempur dengan Pasukan Bravo Pimpinan Mayor Prabowo.
Dan cerita penyebab saya tersesat sampai hari ini tidak pernah ada yang tahu termasuk Bapak Prabowo sendiri.
Itulah sekilas perjalanan tugas saya baik sebagai Dokter maupun Prajurit Komando, dan kesan saya berada di Pasukan Prabowo, sosok komandan tegas tapi berhati lembut dan halus.
Itu yang saya liat, saya rasa dan saya kenal selama enam bulan bertugas di Timor Timur pada tahun 1983.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews