Obituari, "Petite Historie" Bersama Fiz

Selamat Jalan Fiz. Senyummu tetap terkenang. Di balik senyum tipis tipismu, ilmu mu menyebar luas melintasi perbedaan perbedaan warna politik.

Minggu, 7 Februari 2021 | 10:49 WIB
0
248
Obituari, "Petite Historie" Bersama Fiz
Firmanzah (Foto: inews.id)

Pagi ini dapat kabar dari WAG anak anak UI generasi saya yang sedang merantau ke Amerika. Nama WAG nya Warung Amiriki berita duka: Mangkatnya Prof Firmanzah karena Vertigo di Indonesia. Pengirimnya seorang diplomat kita di Perwakilan Tetap Republik Indonesia di PBB New York. Sampai obituari ini saya tulis, WAG masih mendiskusikan, apa vertigo menyebabkan kematian, atau ada penyakit penyerta menyebabkan kepergian Fiz selamanya ini.

Kaget juga. Saat di kampus dulu kami lumayan dekat. Saya mahasiswa tingkat akhir doi Ph.D baru pulang dari Prancis. Yang membuat akrab adalah kesamaan minat pada politik. Meskipun Fiz alumni Managemen FEUI, tapi sub atomik minatnya adalah marketing politik. Indonesia baru saja merampungkan perubahan sistem pemilihan baik presiden dan kepala daerah secara langsung pada 2004 dan 2005 untuk kali pertama, keahlian Fiz menemukan relefansi sejarahnya.

Sebagai aktivis milenial senior di tahun tahun itu, maka kami suka bikin diskusi di kampus undang Fiz sebagai salah seorang Narsum. Sebagaimana biasanya, yang bikin seru dari diskusi, adalah obrolan pasca forumnya. Nongkrong di KAFE kalau di FE, di takor kalau di FISIP, atau sesekali nyari Padang/Warteg di Barel kalau abis jumatan bareng.

Dari pertemanan di kampus kami jadi mengerti Fiz asal Surabaya sejak SMA sudah senang dengan ide ide politik dan kegiatan kesiswaan. Siswa berprestasi mahasiswa berprestasi dan pemburu study. Agak agak nerd. Tapi sangat cool dan tenang sekali. Tadinya saya fikir senyum tipis tipisnya itu pencitraan ala dosen dosen muda di depan forum, tapi ternyata ga. Aslinya memang gitu. Tenang banget. Depan layar belakang layar. Sama.

Kami semakin akrab.Terus terang Saya yang banyak mendapat keuntungan, menyedot ilmu ilmu baru dr senior Ph.D yang baru pulang studi dari Luar Negeri itu suatu keasikan tersendiri. Maklum lagi deras derasnya adrenaline yang dimunculkan dari gairah pengetahuan. Banyak ilmu dr Fiz yang saya praktekkan di lapangan.

Waktu itu Rektor UI Prof Gumilar dari FISIP. Sosiolog lulusan Jerman. Karena sama sama FISIP jadi ya kami dekat. Apalagi waktu Kang Gum Dekan, saya ketua senat mahasiswa. Jadi kita bisa akrab bicara bicara setengah kamar. FIz ditarik jadi Kepala Humas UI.

Saya kemudian lulus dan jadi peneliti politik. Semakin sering ketemulah kami. Tiba tiba, peraturan di UI berubah, dalam hal seleksi dan nominasi Dekan di setiap Fakultas. Slogan kala itu *Dari Seleksi ke Nominasi*. Fiz ikut seleksi.

Semua mencibir sebelah mata. Tidak mungkin rasanya. Darah setampuk pinang, umur belum setahun jagung mau jadi Dekan. Tapi kejadian. Dan Fiz pun jadi Dekan. Dekan identik dengan profesi jabatan untuk orang tua. Fiz mendisrupsi jabatan tersebut.

FEUI adalah salah satu fakultas yang punya ke "esbablishment"-an nya sendiri. Kalau gosip gosip di kalangan kampus, ada semacam establishment di FEUI dan Fiz bukan bagian establishment tersebut. Tapi Fiz melaju dengan konsep konsepnya. Dia ikut seleksi dan selanjutnya the rest is history. Fiz jadi Dekan termuda dalam sejarah kampus arsitek ekonomi Indonesia era orde baru itu.

Ada semacam pameo pameo, jokes jokes, Dekan FEUI, satu tapak menjadi menteri. Namanya anak muda jadi dekan, ada saja penentangan dari senior senior. Fiz terus berjalan dengan terobosannya.

Saat beliau dekan, beberapa kali saya main ke ruangannya, ya cerita cerita. Saya tanya gosip gosip di luar soal tantangan internal yang dia hadapi. Dia cool cool saja rupanya. "Biasa bro, dinamika organisasi. Ini yang membuat hidup semakin menarik," kata Fiz.

Asal saya diundang jadi pembicara atau moderator ke FE. Sehabis acara saya Go Show saja ketemu Fiz. Kalau ada dia langsung terima aja. Ga ada perubahan untuk harus jadi birokratis mentang mentang udah jadi Dekan.

Lantas Fiz jadi Guru Besar. Saya yakin dia akan cepat penuh KUM-nya. Karena dia luar biasa produktif menulis. Baik Jurnal ilmiah, dan buku buku serius. Saya sempat tanya ini kok bisa dia begitu produktif. Dia kasih rahasia singkat, menyalurkan energi payah tidur malam dengan menulis.

Jadi fiz ini jenis perenung, pemikir, dan payah tidur malam. Dari saat saat itulah dia menulis katanya. Ada ada aja Fiz. Kita pun bangga punya teman Profesor Dekan umur belum 40 kala itu. Fiz memecahkan terlalu banyak rekor akademik di UI pada masanya.

Karena banyak teman di lapangan, saya kenalkan Fiz ke banyak pihak, ke beberapa kepala daerah, ke pimpinan partai yang saya kenal, anggota kabinet, supaya Fiz dengan ilmunya ini bisa terus menerangi langkah kaum kaum politik praktis.Kemudian ke beberapa senior di tv berita saya kenalkan Fiz sebagai narsum baru yang layak dijadikan acuan dan rujukan politik.

Fiz sibuk dengan dunianya. Saya pun sibuk dengan dunia saya pasca kampus. Kami mulai jarang ketemu. Kalau ketemu cuma bbm bbm an, belakangan cuma wa wa.

Belakangan Fiz mundur dr jabatan Dekan, dan bergabung menjadi Staf Khusus Presiden SBY di akhir akhir periode kedua beliau. Yang saya ingat, sebelum Fiz, ada Julian Pasha, ada lagi dosen ganteng setipikal Fiz kalem kalemnya baru pulang dr Jepang sudah bergabung lebih dahulu jadi staf khusus/juru bicara SBY. Sama sama non mainstream. Julian Jepang. Fiz Prancis. Pak SBY punya kelebihan ini, senang dengan anak anak muda sekolahan: Anto Mallarangeng, Dino Djalal, Julian Pasha, dan si bontot : Fiz.

Mereka anak anak muda sekolahan di dekat Pak SBY kala itu. Mungkin karena beliau juga orang sekolahan ya. Jadi resonan.

Saya mulai hanya melihat Fiz dari jauh. Kalau nonton dia di tv, atau baca dia di koran, jika menarik hati kami saling berkomunikasi. Sebaliknya juga begitu, Fiz suka samber samber kalau dia lihat dia di media. Jarang kita ketemu offline tapi kalau lagi nyamber di Online ya samber samberan.

Tiba tiba selepas kursi Paramadina kosong, saya dapat kabar Fiz menggantikan. Saya fikir Fiz sosok yang tepat memimpin Paramadina.

Ada pertemuan sekali saat beliau Rektor saya masih staf khusus menteri. Di Plaza Indonesia, dia colek pungung saya di belakang. Ups! Fiz. Dia bilang, "Udah bener, maju terus" kata dia. Ngobrol ngobrol sembari jalan saya tanya "Aman Parmad?" "Aman aman." Saya balas "udah benar, maju terus". Saya ketawa ngakak. Dia senyum tipis tipis.

Tapi dia justru nyeletuk sebelum pisah "jangan lupa sekolah, permainan politik tak ada habisnya". "Masak kalah ama istri" kata Fiz. Saya hanya menjawab "siap Prof Siap Prof". Sambil ketawa ngakak.

Saya balas "biar aja dia yang sekolah Prof, kita ambil ambil aja ilmunya malam". "Colongan colongan" kata saya. Kami pamit berpisah dengan urusan masing masing.

Sekarang saya sedang sekolah di sini di Amerika. Baru mulai. Bahkan belum sempat bilang Fiz, saya udah lanjut sekolah sebagaimana sarannya ketemu di PI kala itu.

Eee... tiba tiba dapat kabar di Warung Amriki Fiz pergi. Padahal rencana Saya ada mau ke Indonesia pertengahan tahun ini menemani istri ambil data dan perpanjang VISA. Rencana mau Go Show aja ke Paramadina gaya gayaan sambil melapor pada Fiz kalau saya sudah sekolah lagi. Mudah mudahan kalau sekolah lulus bisa jadi Dosen di Paramadina. (Haha)

Kampusnya ga kalah juga ama kampus Fiz di Prancis. Tapi saya agak mainstream di Chicago. Saya mesti sowan kepada "Tockaqueville Prancis" untuk memahami Amerika yang sedang tinggi tinginya dinamikanya ini. Juga mau tanya tanya tentang Macron, kali aja Fiz punya gosip gosip baru tentang Presiden Prancis ini dari teman temannya di Prancis sana.

WA Warung Amriki memberi kabar. Sahabat pendiam. Pemikir. Perenung. Penulis yang selalu tenang bak samudera dalam. Dengan rambut belah pinggir dan selalu rapi itu telah pergi.
Dalam usia yang sangat muda, seusia Bung Karno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Sebagai sesama anak Surabaya, Fiz sudah bertemu dengan Idola nya Bung Karno di alam abadi sana.

Selamat Jalan Fiz. Senyummu tetap terkenang. Dan semua kebaikanmu menjadi teladan. Seluruh Indonesia kini mendoakanmu. Di balik senyum tipis tipismu, ilmu mu menyebar luas melintasi perbedaan perbedaan warna politik.

Inshallah Fiz Husnul Khatimah. Dan amal jariyah mu super duper banyak akan terus mengalir. Alfatihah untuk Fiz

Chicago 6 Feb 2021

Miftah Sabri