Abdul Gafur, menteri pemuda dan olahraga yang fenomenal di era Soeharto berpulang dalam usia 81 tahun. Dia mengembuskan nafas terakhir di RS Gatot Subroto setelah terkena Covid-19.
Menjelang azan isya berkumandang, 9 Januari 2019, bersama rekan Saifullah Iskandar kami bertandang ke kediaman dr Abdul Gafur di Jalan Teuku Umar, Menteng – Jakarta Pusat. Setelah menanti beberapa menit, tuan rumah menyapa kami di ruang tamu. Menteri Pemuda dan Olahraga pertama di masa Orde Baru itu masih tampak bugar. Padahal usianya sudah menjelang 80 tahun. Cuma gaya bicaranya memang tak lagi meledak-ledak.
Lelaki kelahiran Patani - Halmahera, Maluku Utara, 20 Juni 1939 itu mengaku sejak awal memasuki usia 70 tahun rajin berpuasa Senin - Kamis. Juga berjalan kaki di sekitaran rumahnya dan berenang setiap pagi. "Selain bikin sehat, semua itu membuat saya lebih sabar," kata Gafur yang minta disapa Bung Gafur.
Dia salah satu tokoh aktivis '66 bersama Cosmas Batubara, Sofyan Wanandi, Mar’ie Muhammad, David Napitupulu, Akbar Tanjung, Fahmi Idris dan lain-lain. Mereka adalah tokoh mahasiswa di garda depan dalam menggulingkan rezim Orde Lama. Pada 10 Januari 1966, mereka bersama ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di tanah air menyerukan "Tritura" atau Tiga Tuntutan Rakyat. Ketiga tuntutan dimaksud adalah, "Bubarkan PKI, Turunkan harga, dan Bubarkan Kabinet Dwikora (100 menteri)".
Dalam rangka memperingati Tritura ke esokan harinya itulah dia mengundang kami. Bung Gafur berniat meluncurkan otobiografi bertajuk "Abdul Gafur, Zamrud Halmahera" di Balai Kartini. Tebalnya lebih dari 700 halaman, diterbitkan Pustaka Sinar Harapan.
Kami membujuk Bung Gafur untuk membocorkan garis besar materi isi bukunya. Ditemani secangkir teh dan beberapa cemilan ringan, selama hampir dua jam si Bung pun berkisah. Ketika masih di HIS (setingkat Sekolah Dasar), tuturnya, dia pertama kali melihat sosok Bung Karno menggelorakan motivasi dan mimpi-mimpi untuk berjuang demi republik.
“Eh, saat mahasiswa saya bersama kawan-kawan menjadi kurang respek karena beliau menolak untuk bubarkan PKI," tutur Bung Gafur.
Di masa Orde Baru, di usia 38 tahun dia dilantik Presiden Soeharto menjadi Menteri Muda urusan Pemuda, 1978-1983. Lima tahun berselang dia tetap di kabinet dengan jabatan Menteri Pemuda dan Olah Raga atau disingkat Menpora. "Itu sebutan Menpora saya yang ciptakan dan terpakai sampai sekarang," ujarnya.
Ada satu hal menarik di balik penunjukan dirinya sebagai menteri di periode pertama. Karena pangkatnya kala itu masih Mayor (dokter Gafur menjadi Perwira Kesehatan di Angkatan Udara), Menhankam/Pangab Jenderal M. Panggabean rupanya keberatan Gafur ditunjuk menjadi menteri karena akan merepotkan para pejabat di daerah.
"Bila berkunjung ke daerah dan ada pimpinan militernya kan berpangkat Brigjen, masak harus memberi hormat kepada Mayor," begitu Gafur mengutip keberatan Panggabean.
Presiden Soeharto memahami keberatan tersebut. Tapi kemudian dijelaskan bahwa yang diberi hormat seharusnya bukan Gafur sebagai Mayor tapi sebagai menteri yang merupakan pembantu langsung Presiden.
Setelah dijelaskan demikian, akhirnya Panggabean memahami. Dia dan empat menteri muda lainnya pun akhirnya dilantik selang sepekan setelah para menteri utama.
Dikarunia usia hampir 80 tahun, dokter Gafur melintasi enam zaman dengan tujuh presiden. Dengan masing-masing presiden dia mengaku mengenal dan punya pengalaman sendiri, kecuali dengan Jokowi. Dengan Bung Karno dia pernah tiga kali bertemu langsung dan berjabat tangan. Habibie adalah koleganya yang sama-sama mulai masuk kabinet pada 1978.
"Dengan Mega dan SBY saya tidak punya komunikasi langsung, dengan Gus Dur mengenal dekat karena pernah beberapa kali mengundangnya untuk ceramah keagamaan. Pak Jokowi saya sama sekali tak kenal," ungkapnya.
Meski demikian, dia mengaku amat terkesan dengan gaya kepemimpinan Jokowi yang merakyat dan sederhana. Hal lain yang lebih membedakannya dengan para presiden sebelumnya adalah kunjungan kerja ke daerah-daerah.
"Bayangkan, saat baru dua tahun beliau sudah lima kali ke Papua. Pak Harto menjadi Presiden selama 32 tahun hanya dua kali ke Papua," ujarnya.
Bung Gafur dua kali menikah. Ia menikah dengan Siti Fatimah atau Emma, putri Abdurrahman Al Habsy pada Maret 1967. Sejak awal berkarir di AURI hingga menjadi Menteri Muda urusan Pemuda (1978-1984), Emma yang biasa mendampinginya. Tapi memasuki periode kedua di kabinet pembangunan, Januari 1984, Emma berpulang akibat serangan jantung. Gafur terpukul bukan main, apalagi putra bungsunya, Gamal, baru berusia setahun.
Hingga enam bulan berselang, semangat hidup Gafur kembali pulih. Pelipurnya adalah Kemala Motik, perempuan yang terlebih dulu menggetarkan jiwanya saat masih di bangku SMA. "Saat pengumuman kelulusan SMA 3 pada 1959, saya dibuat terkesima oleh gadis berkulit putih dengan baju merah muda yang tampak malu-malu saat dipandang," kenang Bung Gafur.
Tapi begitu seorang temannya memberi tahu asal usul si gadis, nyali Gafur langsung ciut. Gadis itu adalah putri Baharuddin Rachman Motik, keturunan Pangeran dari Palembang, yang juga pengusaha kaya raya di Jakarta.
Barangkali sudah takdir Illahi, setelah melewati perjodohan yang berliku, Gafur menikahi Kemala pada pertengahan 1984. Keduanya sudah sama-sama dalam status sebagai orang bebas dengan masing-masing membawa tiga anak. Kemala berpisah dari Sujud Amongpraja, pegawai Departemen Pekerjaan Umum. Sebelum menikah, Gafur menghadiahkan sebuah villa di kawasan Puncak yang dinamai 'Villa Mala'.
"Kalau Shah Jahan membangunkan Taj Mahal, saya hadiahkan Villa Mala sebagai tanda cinta kasih," ucapnya diiringi senyum. Selama 35 tahun berumah tangga dengan Kemala, dia mengaku tak sekalipun terlibat pertengkaran yang berarti.
Sayang, saat peluncuran otobiografinya sang buah hati tak bisa hadir. Sejak beberapa waktu lalu Kemala Motik mengidap suatu penyakit. "Saya mohon hadirin sekalian berkenan mendoakan agar kesehatan istri saya membaik," ujar Gafur dengan suara tercekat.
Jumat (4/9/2020) pagi, saya mendapat kabar Bung Gafur berpulang dalam usia 81 tahun. Dia mengembuskan nafas terakhir di RS Gatot Subroto setelah terkena Covid-19.
Selamat jalan, Bung. Semoga khusnul khotimah…Amin.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews