Perempuan Papua menjadi korban perkosaan 7 anggota kelompok bersenjata di Mapenduma.
Hari ini, persis satu bulan yang lalu, aku bertemu dua orang guru yang mengajar di Mapenduma, Nduga, Papua. Tak ada air mata dariku, juga dari kedua orang itu meskipun kisahnya membuat darah mendidih.
Empat orang guru dan dua anak-anak, 2 Oktober 2018, mencarter pesawat Ama Pilatus, bertolak ke Mapenduma dari Wamena. Mencarter. Bahkan membayar sendiri uang sewa senilai kurang lebih Rp23 juta.
Sempat ada yang mengingatkan untuk mengurungkan niat kembali ke Mapenduma, namun pejabat setempat meyakinkan semua baik-baik saja. Jangan tanya firasat. Pengabdian untuk anak-anak didik yang rindu guru telah mematikan rasa gentar berhadapan dengan masalah keamanan.
Tidak biasa. Dari ketinggian yang memungkinkan mata telanjang melihat ke bawah, terdapat kerumunan orang di Bandara Mapenduma. Untaian doa dan sejimpit kepercayaan bahwa sekalipun sudah menjadi dedengkot Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) tak mungkin mereka menyakiti mantan gurunya, membuat keempat orang itu menebalkan keyakinan. Semua akan baik-baik saja.
Semua akan baik-baik saja... frasa itu silih ganti dengan doa ketika beberapa orang bersenjata memeriksa barang bawaan dan menyita telepon genggam. Mereka mengintimidasi. Apa pun yang dilihat, cukup dilihat pakai mata, tidak boleh diceritakan ke orang lain, apalagi dunia luar. Anggukan setuju menjadi jaminan empat guru dan dua kanak-kanak itu meninggalkan bandara menuju rumah kontrakan.
Bertemu dengan guru dan tenaga kesehatan yang lain, yang sama-sama tinggal di satu kompleks, membuat mereka menimbamg-nimbang apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Wingit, penuh misteri. Mereka hanya mendengar sedang ada pertemuan raya, mungkin semacam kongres. Tak lama kemudian handphone dan barang-barang yang disita di bandara dikembalikan, dengan catatan tak boleh meninggalkan tempat sampai pelantikan selesai.
Sekali lagi, jangan tanyakan firasat. Para guru dan tenaga kesehatan masuk ke pondokan masing-masing. Sebuah rumah dihuni tiga orang perempuan, satu masih gadis, dua perempuan yang sudah menikah, satu di antaranya membawa kedua anaknya yang masih kecil.
Malam pekat menggulung mereka dalam tidur nyenyak ketika menjelang dini hari, suara ketukan keras menyasar rumah yang dihuni tiga perempuan dan dua kanak-kanak itu.
“Ibu Guru... buka pintu, kita mau perlu!” Dini hari sepi, dari dalam rumah berdinding papan, teriakan itu berulang-ulang disertai ketukan keras.
Dalam hitungan detik, mereka bersiasat. Satu orang keluar dari pintu samping, meminta pertolongan. Satu orang mendekap, melindungi kedua anak, dan satu orang lagi mengunci diri di dalam kamar.
Tak ada perundingan. Ketukan tak berjawab membuat tujuh laki-laki menerabas melalui jendela. Apalagi sebentar lagi langit terang. Waktu berlalu begitu singkat bagi tujuh laki-laki biadab itu. Namun bagi tiga perempuan dan dua kanak-kanak itu, tak ada lagi hari yang lebih baik dari hari-hari yang telah berlalu.
Sinar matahari yang menerobos melalui jendela dan celah-celah dinding papan menemukan bercak darah di atas kasur tipis. Tidak... bukan bercak, karena jumlahnya cukup banyak.
Malam Jahanam... malam ketika seorang perempuan diperkosa tujuh laki-laki. Malam ketika hari-hari berikutnya berlalu dengan sebuah ancaman. Kalian hanya boleh meninggalkan Mapenduma kalau berjanji tidak akan lapor polisi atau menceritakan pada siapa pun.
Malam Jahanam...
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews