Berbeda dengan Nissa, artis ini membersamai suami orang. Sementara sang istri menggugat ke pengadilan untuk meminta cerai.
Bagi yang suka gambus, Nissa itu bisa jadi idola. Bagi yang suka Bahasa Arab, Nissa itu bisajadi idola.
Saya mengetikkan komentar untuk kelas mata kuliah Bahasa Arab, bahwa belajar Bahasa Arab juga memberikan kesempatan untuk menjaga diri, menjaga perilaku.
Dengan belajar Bahasa Arab akan memberikan rasa malu Ketika berbuat sesuatu yang tidak baik.
Tapi bagi yang tidak suka merebut suami orang, Nissa bisa jadi masalah. Silahkan, bagi saya tidak masalah, itu soal pilihan.
Trending topic akhir pekan lalu sampai awal pekan ini, ya Nissa.
Bagi warganet Indonesia, ini isu yang bisa mengalihkan dari kejenuhan soal banjir Jakarta. Begitu pula dengan pelbagai masalah lain. Empat kabupaten di Papua belum terjangkau vaksin.
Kita lupakan sejenak semua masalah-masalah itu. Kita berpaling sejenak ke Nissa yang bergabung dengan Sabyan Gambus.
Rupanya nama, tidak saja disematkan pada kampung, seperti kiyai yang dikenali juga dengan kampungnya. Di antaranya ada Al Makassari, untuk Syekh Yusuf.
Nama juga disematkan pada grup band, atau kelompok Gambus. Ariel Peter Pan, yang kemudian menjadi Ariel Noah. Maka, bergabung dengan kelompok gambus, Nisa menjadi Nissa Sabyan.
Kemunculan Sabyan ini bahkan bisa menjangkau sampai ke MTQ. Tercatat di antaranya MTQ ke-XI Kabupaten Banyuasin, MTQ Kabupaten Banjar ke XLIV, dan (MTQ) XV Provinsi Banten (2018).
Isu ini kemudian menjadi pro-kontra warganet. Bahkan dikaitkan dengan jilbab, bahasa Arab, dan juga keberagamaan.
Boleh jadi juga terkait dengan fashion, dimana selebritas juga menjadi brand ambassador bagi merek pakaian. Sehingga boleh jadi Nissa juga menyandang itu.
Ketika menyematkan bahwa perilaku individual muslim seperti itu, maka sebagai sebuah fakta, iya. Nisa bergandengan dengan suami orang.
Soal merebut, tunggu dulu. Bisa jadi iya, bisa jadi tidak. Namun, dalam persoalan pernikahan, tidak harus ada izin istri pertama untuk menikahi istri kedua, dan seterusnya.
Masalah yang wujud, kalau melakukan hubungan yang diinginkan tanpa ikatan pernikahan. Statusnya, zina.
Gus Dur menyatakan Tuhan Tak Perlu Dibela (1982). Artikel yang awalnya diterbitkan di Majalah Tempo kemudian menjadi judul buku untuk kumpulan artikel.
Jangankan Nissa, Tuhan saja dalam pandangan Gus Dur tidak perlu pembelaan sama sekali. Begitu pula dengan Nisa.
Bagi yang suka menonton infotainment, ini sebuah info yang lagi hangat. Urusan suami-istri. Juga cerita-cerita yang mengiringi. Akan menjadi berkepanjangan.
Ketikan ini saya tuntaskan untuk memberi respon pada kolega, kandidat doktor. Menjadi pengamat atas berita-berita yang wujud. Lalu, saya menjadi pengamatnya pengamat.
Sibuk mengomentari pandangan kolega saya. Khawatir saja sebenarnya. Sibuk memberi komentar pada Nisa, sementara disertasinya, tak juga urung selesai.
Kalaulah energi itu digunakan untuk menuliskan disertasi, maka akan lebih berdayaguna bagi dirinya. Sehingga pertanyaan ini ada jawabannya “kapan selesai doktornya?”.
Bagi yang sudah doktor akan muncul pertanyaan lain. Sehingga ketemu dengan teman, bisajadi pilihan sibuk dengan gawai masing-masing akan bagus. Berbanding bertanya yang basa-basi, itu bisa membawa kepada isu yang busuk.
“Kapan nikah?” “kapan KKN”, “Sudah setahun nikah, sudah hamil istrinya?” itu diantara pertanyaan yang basa-basi yang busuk. Memberikan luka tapi tak berdarah.
Ini soal apaan sih? Kembali ke Nissa.
Bahkan, ada kawan saya di awal abad 21 membersamai istri orang. Masalahnya, suami perempuan tersebut marah dan mengejar kawan saya.
Berbeda dengan Nissa, artis ini membersamai suami orang. Sementara sang istri menggugat ke pengadilan untuk meminta cerai.
Nissa bisa meneruskan hubungannya dengan Ayus. Bahkan Ayus segera melamar Nisa. Selesai, titik.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews