Sebelum merintis rusun, Cosmas memperkenalkan konsep pembangunan kota-kota baru di pinggiran Jakarta atau popular dengan istilah Kota Satelit.
Saya terakhir kali berjumpa dengan Cosmas Batubara pada 10 Januari 2019 di Balai Kartini. Saat itu dia hadir dalam acara peluncuran buku Abdul Gafur. Judulnya, 'Abdul Gafur Zamrud Halmahera'. Cosmas dan Gafur adalah sesama aktivis 1966 dan pernah sama-sama menjadi menteri di kabinet Presiden Soeharto.
Cosmas pernah menjadi Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat (1978-1983), Menteri Negara Perumahan Rakyat (1983-1988), dan Menteri Tenaga Kerja (1988-1993). Sebelumnya, dia menjadi anggota DPR dari Fraksi Karya Pembangunan (Golkar), 1967-1978.
Di usia 79 tahun, dia masih tampak bugar. Sebagai petinggi salah satu perusahaan pengembang terbesar di tanah air penampilannya tergolong amat sederhana, juga humble. Dia mencari toilet sendiri, dan ikut antre makanan seperti undangan lainnya.
Setelah Pak Harto lengser, bersama seorang teman saya pernah menemui Pak Cosmas di kediaman dekat Kafe Pisa di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Kami antara lain menanyakan soal kesan-kesan dia terhadap Soeharto. Juga menggali informasi seputar gaya manajemen kepemimpinan Soeharto.
Cosmas bercerita, saat pertama kali diminta Soeharto menjadi menteri muda bidang perumahan, ia terkejut bukan main. Sebab dirinya bukan arsitek tapi sarjana ilmu politik. Juga tidak punya pengalaman mengurusi perumahan karena ketika rezim Orde Lama tumbang dia bersama sejumlah aktivis 66 langsung nyemplung ke DPR.
"Pak Harto bilang, saya ditunjuk jadi menteri bukan untuk menukangi rumah tapi melakukan koordinasi lembaga-lembaga yang menangani perumahan dan mencapai sasaran yang ditargetkan," begitu kurang-lebih Cosmas mengisahkan pembicaraannya dengan Soeharto.
Dengan arahan semacam itu, lelaki kelahiran Simalungun, Sumatera Utara, 19 September 1938 itu langsung membuat prioritas pembangunan perumahan bagi kalangan masyarakat ekonomi lemah. Khususnya para PNS dan prajurit TNI golongan bawah, dan sisanya dari kelompok swasta.
"Jadi, Pak Harto itu punya konsep dan visi pembangunan bangsa ini dengan baik sekali. Setelah merintis pembangunan pangan dan sandang, berikutnya memperhatikan masalah papan," papar Cosmas.
Karena target utama pembangunan perumahan adalah pegawai golongan bawah, tentu yang menjadi persoalan adalah pembiayaan.
Atas dukungan menteri keuangan, dia menggandeng Perum Perumnas dan BTN. Perumnas yang membangun rumah, BTN menyediakan kredit bagi masyarakat yang membeli rumah. Cicilan rumah tidak melebihi 20% agar tidak memberatkan kehidupan masyarakat sehari-hari.
"Itu cikal bakal KPR, kredit pemilikan rumah," ujarnya.
Karena pernah beberapa tahun menjadi politisi di DPR, Cosmas paham betul kala itu anggota Dewan juga masih banyak yang tak punya rumah. Ia memperjuangkannya agar anggota DPR membeli rumah di perumahan Bintaro. Kini kawasan Bintaro di sektor dikenal sebagai kawasan 'parlemen kecil' karena penghuninya kebanyakan berasal dari anggota DPR lintas fraksi pada masa Orde Baru.
"Oh, jangan salah, Bung. Untuk wartawan juga ada, waktu itu saya banyak bantu agar wartawan dapat rumah di Perumnas Depok," kata Cosmas saat kami menyindir dia sangat peduli kepada para politisi.
Dia lantas bercerita soal rumah susun, ketika saya menyebut pernah tinggal di Klender, Jakarta Timur. Selain perumahan biasa, di sana juga ada rumah susun (Rusun). Pembangunannya hampir berbarengan dengan rusun Kebon Kacang di depan Sarinah, dan rusun Tanah Abang. Konsep rusun mulai diperkenalkan atas kesadaran, lahan untuk membangun rumah biasa akan habis dan sangat mahal.
"Awalnya cuma dibangun empat lantai. Itu sebagai uji coba karena memicu lahirnya budaya baru," ujar Cosmas.
Budaya baru untuk lebih mengembangkan sikap toleransi. Tidak boleh berteriak atau menyetel radio keras-keras, membuang sampah dan meludah sembarangan khususnya mereka yang tinggal di lantai atas.
Sutradara Nya' Abbas Akup mengabadikan suka duka warga penghuni rumah susun itu dalam film 'Cintaku di Rumah Susun' pada 1987. Film komedi satire ini dibintangi Deddy Mizwar dan Eva Arnaz.
Sebelum merintis rusun, Cosmas memperkenalkan konsep pembangunan kota-kota baru di pinggiran Jakarta atau popular dengan istilah Kota Satelit. Di Depok, misalnya, dibangun 40 ribu unit rumah dengan berbagai infrastruktur pendukungnya. Lalu di Klender, Bekasi, dan Tangerang.
Perintis kota satelit dan rusun itu mengembuskan nafas terakhir di RSCM pada pukul 03.27 WIB, Kamis (8/8/2019). Pada 27 Juli, suami dari RA Cypriana Hadiwijono ini sempat dikabarkan meninggal dunia. Rest ini Peace, Pak Cosmas ...
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews