Peneliti yang tekun. Intelektual publik yang berintegritas. Analisis politik yang cemerlang. Tapi Ia hidup di zaman yang tengah berubah.
Itulah imajinasi yang datang ketika saya mencoba merenungkan Daniel Dhakidae.
Berita wafatnya Daniel cukup mengejutkan. Apalagi saya satu grup dengannya di WAG Satupena: Asosiasi Penulis Indonesia.
Rasanya baru kemarin saya membaca Daniel sahut menyahut dalam diskusi di WAG itu.
Langsung saya teringat dua tulisan pendeknya yang terakhir di WAG itu. Satu dari tulisannya itu menggambarkan keikhlasannya menerima kenyataan pahit zaman baru.
Seorang teman bertanya: “Bang Daniel, di mana saya bisa peroleh buku Bang Daniel: Menerjang Badai Kekuasaan (2015)?”
Daniel menjawab. Saya rumuskan ulang dari memori: “Wah, saya tak lagi punya bukunya. Nanti saya cek ke penerbitnya. Mungkin tak lagi ada sisa karena oleh penerbitnya secara borongan sudah dijual ke tukang loak.”
Saya membaca jawaban Daniel. Ia menjawab dingin saja. Tak terkesan memprotes. Hanya menggambarkan realitas.
Saya tak merespon jawaban Daniel. Namun saya sempat membatin. Itu buku riset yang serius. Sangat serius. Buku bermutu. Ironis sekali buku bagus itu berakhir di tukang loak; penjual buku sangat-sangat murah.
Tulisan kedua dari Daniel, Ia mengabarkan telah terbit Majalah Prisma terbaru. Itu majalah yang Ia asuh sejak dulu. Terakhir Ia sebagai Pemimpin Redaksi dan Pemimpin Umum majalah itu.
Daniel umumkan topik kali ini yang diangkat, “Ragam Makanan Kita: Gastronomi dan Kuliner Nusantara.”
Saya merespon teks pendeknya. Tulis saya (tak persis sama karena saya susun dari memori): “Saya tak hanya menggemari topik ini.”
“Saya juga mendirikan restoran khusus masakan Nusantara, yang diangkat ke level internasional. Restoran Bunga Rampai.”
“Kini Resto Bunga Rampai menjadi tempat banyak petinggi menjamu tamu negara. Juga diundang lima kali berturut-turut menyediakan makanan bagi pemimpin dunia dalam The World Economic Forum.”
“Masakan Nusantara tak kalah dengan masakan Korea, Jepang atau Thailand.”
Rupanya, Prisma nomor gastronomi ini edisi terakhir yang Daniel lahirkan.
Majalah Prisma juga sama tragisnya dengan buku Daniel. Kualitas majalah itu prima. Tulisannya serius. Tapi acapkali tak laku.
Terdengar majalah akademik ini, kadang terbit, kadang tidak. Padahal di masa jayanya, di tahun 1980an, majalah ini pernah mempengaruhi dunia intelektual Indonesia.
Apa yang terjadi dengan zaman baru ini? Mengapa Ia “membunuh” majalah bagus seperti Prisma? Mengapa Ia membuat buku bagus karangan Daniel berujung di tukang loak?
Ini juga zaman yang membunuh tutupnya 56 koran cetak di Amerika Serikat, sejak tahun 2004. (1)
Ini juga zaman yang menyebabkan tutupnya sekitar 7500 toko retail di Amerika Serikat. (2)
Namun di saat yang sama terjadi komersialisasi bidang lain. Itu serial koleksi 2199 lukisan digital Chytopunk, yang seolah remeh temeh belaka, ketika di NFT kan, bisa laku senilai USD 100 juta. Ini setara dengan 1 Trilyun empat ratus milyar rupiah. (3)
Internet of things telah mengubah perilaku membeli. Google search begitu hebatnya mengubah peradaban informasi.Karena begitu signifikannya pengaruh dari Googel Search, pada waktunya peradaban informasi bisa dipilah menjadi era “BG (Before Google) dan AG (After Google).”
Bagi mereka yang ingin membaca informasi, hasil riset, jurnal kelas dunia, sudah ada misalnya JSTOR digital library.
Aplikasi ini menyediakan 1500 jurnal internasional, untuk semua cabang ilmu pengetahuan.
Cukup membayar USD 19,50 per tahun, atau sekitar 260 ribu rupiah per tahun, atau 25 ribu sebulan, kita bisa mengakses puluhan ribu hasil riset. Hanya 25 ribu rupiah sebulan!
Bagi yang ingin informasi gratis, sedikit menambahkan waktu ekstra untuk mengeksplor, tersedia begitu banyak hasil riset lain. Tak hanya dalam bentuk teks, banyak pula sudah diaudio-visualkan.
Bagi yang tak lagi punya waktu panjang, hanya ingin ringkasan saja tapi komprehensif, tersedia begitu banyak book reviews. Juga ada wikipedia.
Bagi yang menyenangi informasi yang lebih ringan, yang hiburan, juga banyak sekali channel di Youtube. Soal sejarah. Soal filsafat. Soal film. Soal sastra.
Siapa yang mampu bersaing dengan perpustakaan global ini? Murah bahkan gratis. Luar biasa lengkap. Cepat diakses. Tak hanya teks, ada foto dan video pula.
Revolusi internet ini ikut membunuh nilai kormesial aneka buku dan jurnal ilmiah di banyak negara.
Nilai komersial sebuah buku memang bisa berubah. Dibeli atau tidaknya majalah seperti Prisma juga bisa naik turun.
Tapi kualitas dan keseriusan seorang peneliti. Integritas seorang intelektual publik. Ketajaman analis politik. Semua atribut itu tak terganggu oleh zaman yang berubah.
Daniel Dhakidae akan tetap dikenang dalam atribut itu. Peneliti dan intelektual publik yang dihormati lawan ataupun kawan.
Selamat jalan, senior.
April 2021
Denny JA
***
CATATAN
(1) Sejak 2004, di Amerika Serikat telah ditutup atau berubah bentuk sebanyak 55 koran.
(2) Telah pula ditutup 7500 toko retailer sejak datangnya era online shoping
(3) Serial Chryptopunk yang di NFT kan laku sebesar total 100 juta dolar USD, setara dengan satu trilyun empat ratus milyar rupiah
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews