Benci. Ya, boleh-boleh saja. Sama dengan cinta, janganlah benci dengan sepenuh hati. Untuk cinta saja berlaku pepatah, “cintalah secara bijaksana”, bukan “cinta sepenuh hati”.
Kejadian yang menimpa teman kuliah beda angkatan ini sungguh memperkuat dugaan saya selama ini, saat saya menyampaikan materi “Netiket” alias sopan-santun berinternet di berbagai kesempatan. Bahwa, kehidupan di dunia maya itu paralel dengan dunia nyata.
Yang saya maksud dunia maya itu bukan dunia Luna, teman artis saya yang baik itu, tapi Internet. Sedangkan dunia nyata, ya dunia dalam kehidupan sehari-hari; bersosial, berbangsa, bernegara, dan bercinta. Ini perlu clear dulu sebelum saya celoteh lebih lanjut.
Berpangkal satu berita yang dimuat di sebuah media online, sejumlah teman ngasih pesan WA, “Benarkah dia itu teman kuliah kita?” Sudah bisa ketebak ‘kan siapa yang me-WA saya. Berita itu memang menyebutkan nama dengan jelas –kalau di tulisan ini sebut saja Mawar- dan perempuan kawan kuliah saya ini diduga bermufakat jahat membuat bom molotov di rumahnya, di bilangan Jakarta Timur. Naudzubillah...
Nah, yang bikin geleng-geleng kepala (bukan karena sakaw), si Mawar ini dikaitkan dengan dosen IPB yang sekarang sudah dinonaktifkan –sebut saja Kumbang- yang rumahnya ketauan diubahfungsikan menjadi pabrik pembuat bom molotov (Pindad dapet saingan nih). Polisi sudah membawa barang bukti sejumlah botol berisi bensin yang dilengkapi sumbu kain. Tinggal di sulut, lempaaarrr... dhuaarrr!
Tentu saja para pembelanya (dan bisa saja kita berprasangka mereka simpatisan teroris) mengatakan bahwa itu minyak jarak dan pak Dosen berinisal AB (bukan Anies Baswedan, dia kan gubernur) ini selain dosen juga jualan minyak jarak secara onlen. Bokya bikin alibi itu yang canggih dikit, ini malah mendegradasi kehidupan sang dosen terhormat itu.
Kalau kemudian hasil penyelidikan polisi mengungkap benar-benar ada benang merah (kenapa sih ga disebut kabel merah gitu, biar lebih kuat) antara dua peristiwa itu, gawat sudah urusannya. Soalnya kalo terkait teror-meneror, teroris, ya Densus88 yang akan maju. Ga kebayang jeruji besi yang dingin sudah menantinya.
Tentu saya paham apa yang diperbuatnya di dunia nyata seiring dengan ungkapan kebenciannya (hate speech) meski dibalut dengan bumbu kata-kata indah yang nyastra sekalipun, tetap saja kebencian. Ibarat mau menghilangkan aroma khas sehabis makan jengkol dengan permen Fisherman’s, tetap aja akan tercium “heos”-nya (bau jengkolnya).
Rupanya ini kondisi yang telat disadarinya. Maksud saya, kesadaran bahwa prilaku di dunia maya akan paralel dengan dunia nyata.
Kamu sok jagoan ngancem mau bunuh orang di medsos, ya bisa berakhir juga di penjara beneran, bukan? Tunggu aja panggilan aparat nanti, baru kamu yakin bahwa aktivitas di dunia maya sama dengan dunia nyata, konsekuensinya idem dito.
Benci. Ya, boleh-boleh saja. Sama dengan cinta, janganlah benci dengan sepenuh hati. Untuk cinta saja berlaku pepatah, “cintalah secara bijaksana”, bukan “cinta sepenuh hati”. Jika kebencian memuncak, sisakan sedikit nalar di sana bahwa kebencianmu yang sudah mencapai ubun-ubun itu bisa berakibat fatal, sesuatu yang tidak terduga dan terpikirkan sebelumnya, apalagi itu dibuktikan di dunia nyata.
Mengapa tidak terpikirkan? Sebab tidak ada filter di sana, kamu mencopotnya sendiri. Kamu ga nyisain nalar. Yang ada malah pengumuman secara terbuka di medsos bahwa kamu tiap hari benci Si A, Si B, si C dan seterusnya (eh, ga ada capres C kan, ya?). Kamu benar-benar cari penyakit di saat penyakit lama di dunia nyatamu belum sembuh!
Benci dan cinta harus ala kadarnya saja, ga usah mati-matian. Bencilah ala kadarnya. Cintalah ala kadarnya.
Kecuali kalo kamu sudah lama ga bercinta (sebagai salah satu manifestasi cinta) dan masih punya tenaga, lakukan sepuas-puasnya sampai tenaga tak bersisa lagi.
Tapi jangan dibalik juga, aktivitas bercintamu di dunia nyata kamu cemplungkan videonya di dunia maya. Ya tetap bikin masalah juga kenanya!
#PepihNugraha
***
Tulisan sebelumnya: Sketsa Harian [11] Ujian Facebook
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews