Kehormatan perempuan terletak pada tempiknya, yang sama sekali tidak boleh dijamah oleh para bajingan.
Beda dunia Barat dan kita di Indonesia yang serba ambigu ini.
Di Barat sangat jelas. Sexual Consent adalah bagian dari gaya hidup kebanyakan orang di sana.
Saling tungging. Besok tidak mengenal lagi.
Adalah biasa.
Mereka mengerti konsekuensinya termasuk mencegah kehamilan..
Non sexual consent bakal dihukum berat Karena masuk delik perkosaan.
Tidak atau jarang terdengar ada gadis pecah perawan nangis kemudian menjadi budak cinta lelaki yang menidurinya.
Pun kalau kebobolan. Aborsi saja.
Selesai.
Tetapi ini tidak terjadi di Indonesia.
Dalam banyak kasus, sexual consent atau suka sama suka menjadi jalan bagi para lelaki bajingan untuk menjadikan pacarnya sebagai budak sex.
Yang bisa ditunggangi dan ditunggingi setiap saat.
Para bajingan ini paham bahwa sekali dia perawani anak orang, pacarnya Itu bakal kintil-kintil.
Menuntut imbal atas hilangnya keperawanan.
Sang perempuan ketika diperawani, merasa dirinya hina dan tidak kata lain selain berharap dengan amat sangat lelaki yang menidurinya bakal menikahinya setelah mengawininya.
Karena dia berfikir dirinya sudah ternoda. Tidak perawan lagi.
Para lelaki bajingan dengan sangat lihai dan licik memanfaatkan guncangan psikologis sang perempuan..
Untuk ditiduri berkali-kali.
Diselingkuhi kemudian ditiduri lagi..
Berkali-kali lagi.
Dalam perjalanan selanjutnya, pria bajingan itu makin menjadikan perempuan itu sebagai sampah
Atau pembuangan sperma busuk mereka.
Sementara perempuan makin malang hidupnya.
Makin tidak bisa keluar dari geraham srigala.
Karena dia berfikir hanya dengan menikah dengan bajingan itu, marwah dia terjaga
Karena aib tetap terpendam sepanjang masa.
Lingkaran jeratan psikologis seperti ini kerap berakhir dengan kisah tragis mbak Novia Widyasari.
Kisah pilu ini sangat khas Indonesia.
Berpacaran dengan seorang dari keluarga terpandang ( katanya).
Yang bintara polisi.
Meski pangkatnya rendahan tapi dia supir pembesar kantor polisi.
Bapaknya orang dekat anggota DPRD di daerahnya disebuah kota kecil.
Mojokerto atau Pasuruan. Bukanlah kota metropolitan.
Siapapun yang menjadi cantelan celana kolor pejabat selalu disegani.
Tidak heran jika keluarga bajingan Randy bertingkah melebihi yang punya celana kolor.
Sementara keluarga Novi hanya keluarga biasa. Ibunya janda. Pamannya ketakutan melindungi dia Karena berhadapan dengan seorang polisi dari keluarga tersegani..
Jadilah Novi terhimpit di antara tiga beban.
1. Beban aib Karena ditiduri bajingan itu. Pertama dia setuju aborsi. Tapi ketika hamil lagi, dia menolak aborsi karena hanya itu cara dia bisa memaksa bajingan itu untuk menikahinya.
2. Pun dia aborsi lagi. Setelah parah dia sadar bahwa dia tidak lebih dari budak sex bajingan itu. Dan keluarga bajingan itu menggangap dia tidak lebih dari seorang pelaku prostirusi. Ini beban kedua.
3. Beban yang paling berat adalah ketika dia nekad melaporkan bajingan itu ke propam. Alih-alih dilayani, laporan dia dibiarkan terbang bersama angin. Provost polisi enggan memproses. Karena bajingan itu supirnya pembesar polisi.
Ini yang menyebabkan Novi Widyasari kemudian memutuskan untuk bunuh diri.
Di pusara ayahanda tercinta. Mengakhiri nestapa yang menjebol rongga dada dan akal sehatnya.
Novi Widyasari adalah pengingat bagi para orang tua yang memiliki anak putri.
Harus terus diingatkan bahwa lelaki terlahir sebagai pemburu.
Yang mencampakkan dia ketika berhasil mencengkeram leher kemudian melepaskan celana dalamnya..
Jadi kasarnya..
Kehormatan perempuan terletak pada tempiknya.
Yang sama sekali tidak boleh dijamah oleh para bajingan..
Yang berkedok polisi atau yang berseragam atau orang berpangkat atau keluarga jenderal pitak sekalipun.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews