Umbu Wulang Landu Paranggi (10 Agustus 1943 – 6 April 2021), yang subuh tadi meninggal dunia. Sang Pangeran Sumba. Presiden Malioboro. Mahaguru kehidupan.
Semalam, dalam ndremimil waktu yang kutuliskan di sini, aku ragu untuk menyebutkan namamu. Lelaki yang membayangiku dan menanyai apa yang kucari, di depan Vredenburgh.
Karena rasanya tak pantas, dan memang juga bukan. Bahkan untuk sekedar menyamakan, atau mengandaikannya sebagai Bambang Ekalaya. Lagian engkau juga bukan Pandita Dorna, wahai Umbu Landu Paranggi. Bertemu pun tidak. Tidak pernah.
Walaupun engkau masih di Yogya, dan dengan celana pendek, malam-malam aku berhenti di Perpustakaan Negara, yang berdampingan dengan kantor PLPY, Pelopor Yogya. Membacai lembar Sabana, dan kemudian mendengarkan cerita-cerita tentangmu.
Dari Mas Linus Suryadi AG (alm., penyair Pengakuan Pariyem), aku banyak mendengar cerita. Juga dari Mas Ragil Suwarno Pragolapati (alm., sohib Umbu). Hingga kemudian kuberanikan menulis artikel, “Wawancara Imajiner dengan Umbu Landu Paranggi.” Dan dimuat di lembaran itu. Aku lupa tahun berapa, mungkin 80-an.
Waktu itu, redakturnya Mas Teguh Ranusastra Asmara (alm., salah satu sohib Umbu), kakak lain ibu dari Mas Iman Budi Santosa (alm., juga sohib dan murid Umbu). Mas Teguh dalam pengantarnya menuliskan bahwa aku adalah salah satu murid Umbu Landu Paranggi. Padal, mohon ampun, sungguh tidak.
Waktu aku berkirim artikel itu, Umbu sudah ke Bali. Dan aku baru pertama kali menyambangi kamar tidur Umbu di Malioboro 175 Atas, ketika beliaunya sudah hengkang dari Yogya.
Betapa menggetarkan. Sebuah ruangan gelap penuh dengan tumpukan koran. Di mana dulu kehidupan seolah di balik, dimulai dari senja hari hingga subuh. Baru kemudian ke peraduan ketika matari muncul, hingga kembali matari tenggelam.
Aku mengetahuinya ketika sering dolan ke Perpustakaan Negara, yang berdampingan dengan kantornya itu. Waktu itu, aku satu-satunya pengunjung perpustakaan dengan celana pendek, karena selebihnya perpustakaan itu lebih banyak dikunjungi mahasiswa.
Tapi, bagaimana pun, terimakasih Ulanpar, Umbu Wulang Landu Paranggi (10 Agustus 1943 – 6 April 2021), yang subuh tadi meninggal dunia. Sang Pangeran Sumba. Presiden Malioboro. Mahaguru kehidupan.
Karenanya, ketika duluuu pernah dibaptis menjadi penyair, dalam kumpulan sajak ‘Lanskap Kota’ (1980), aku menuliskannya sebagai penghormatan;
MALIOBORO 175 ATAS
-Ulanpar
Dalam pengap lorongmu
ada tanya tak terjawab
puisi-puisi menjaring angin lalu-lalang
puisi-puisi menjerat kuda jalang
nyanyian padang petualang
Bagalo! Laki-laki pengembara
bakar dan gulingkan ranjang
berjagalah di batas langit tuhan
tikamkan belati pada dada-dada hampa
tikamkan belati pada dada-dada hampa
***
1979
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews