Satu Abad Begawan Sejarah Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo

Aloysius Sartono Kartodirdjo adalah sosok imuwan sejati, yang keseluruhan hidupnya mencerminkan sikap dan perilaku asketisme intelektual, sesuatu sikap yang sering menjadi tema tulisan-tulisannya.

Selasa, 16 Februari 2021 | 07:11 WIB
0
293
Satu Abad Begawan Sejarah Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo
Sartono Kartodirdjo (Foto: kagama.co)

Di hadapan Sidang Senat Guru Besar Universiteit van Amsterdam yang menguji disertasinya pada 1 November 1966, Alyosius Sartono Kartodirdjo dinyatakan lulus Cum Laude.

Disertasi yang diselesaikan hanya dua tahun di bawah promotor Prof. Wertheim itu langsung diterbitkan tahun itu juga dengan judul THE PEASANT'S REVOLT OF BANTEN IN 1888, Its Condition, Course and Sequel: A Case Study of Social Movements in Indonesia (1966).

Itulah magnus opum, mahakarya dari ilmuwan besar yang lahir genap satu abad lalu, 15 Februari 1921.

Dengan disertasi itu Sartono telah mendobrak dua hal sekaligus. Pertama, Sartono merintis penelitian ilmiah baru historiografi yang Indonesia-sentris, meninggalkan historiografi kolonial yang Neerlando-sentris. Kedua, Sartono mempelopori pendekatan baru multidimensional dan multidisiplin dalam studi sejarah dengan memanfaatkan teori-teori ilmu sosial seperti sosiologi dan antropologi.

Paragraf terakhir disertasinya menegaskan hal itu:

"Sebagai penutup, penulis ingin mengemukan bahwa studi historis mengenai gerakan sosial pasti akan menambah suatu dimensi baru kepada historiografi Indonesia di satu pihak, dan mendorong pergeseran minat ke arah Indonesia-sentrisme di pihak lain".

Peneliti Belanda H.A.J. Klooster dalam studinya tentang perkembangan dan pendekatan dalam historiografi Indonesia yang ditulis sarjana Indonesia sendiri, membenarkan pernyataan di atas.

Dalam bukunya, 'Indonesiers Schrijven hun Geschiedenis' (1985), Klooster menegaskan bahwa Sartono adalah pelopor metodologi baru dengan pendekatan multidimensi dan multidisipliner untuk menganalisis berbagai aspek (sosial, politik, ekonomi, dan budaya) dalam suatu peristiwa sejarah.

Salah satu murid Sartono, Dr. Kuntuwijoyo juga menegaskan dengan pendekatan baru ini sejarah prosesual yang deskriptif-naratif berubah menjadi deskriptif-analitis. Dengan pendekatan baru rintisan Sartono, sejarah menjadi 'social scientific history'.

Pendapat sama juga dikemukakan sejarawan Prof. Taufik Abdullah bahwa dengan pendekatan multidimensi dan multidisiplin yang dirintisnya, Sartono telah memperkenalkan 'the stage', panggung tempat terjadinya peristiwa atau tepatnya 'structural context' dari unsur-unsur yang membentuk peristiwa, di samping pelaku sejarahnya. Pelaku ini mencakup juga "orang-orang kecil" yang sebelumnya terabaikan dalam kajian sejarah konvensional.

Dalam suatu tulisannya tahun 1980, Sartono mengutip sejarawan E.H. Carr dalam bukunya WHAT IS HISTORY (1961): ".....the more sociological history becomes, and the more historical sociology becomes, the better for both. Let the frontier between them be kept wide open for two-way trafic".

Menyadari nilai penting sumbangan ilmiah dari disertasi Sartono, penerbit besar Belanda, Martinus Nijhoff langsung menerbitkannya tahun itu juga (1966). Tetapi seperti "nasib" kebanyakan karya besar lainnya, magnus opum Sartono Kartodirdjo baru diterjemahkan dan diterbitkan di Indonesia 18 tahun kemudian oleh Penerbit Pustaka Jaya tahun 1984.

Pembaca dan peminat studi sejarah di Indonesia beruntung, mahakarya ini sudah diterbitkan kembali dalam edisi baru oleh Penerbit Komunitas Bambu berjudul PEMBERONTAKAN PETANI BANTEN 1888 (2015).

Aloysius Sartono Kartodirdjo yang lahir 15 Februari 1921 dan wafat 7 Desember 2007, adalah sosok imuwan sejati, yang keseluruhan hidupnya mencerminkan sikap dan perilaku asketisme intelektual, sesuatu sikap yang sering menjadi tema tulisan-tulisannya.

Jadi hari ini, 15 Februari 2021, patut kita peringati dengan hormat momen satu abad sang begawan sejarah, Sartono Kartodirdjo.

***