Photo yang menyertai tulisan ini, menurut saya paling epic dari sekian banyak photo Wiji Thukul dan Si Pon. Dan saya senang memajangnya, dalam sebuah repro digital yang gede di tempat saya suka menghabiskan kata-kata.
Itu yang membuat saya tega berkata bahwa ‘Istirahatlah Kata-kata’ bukan film yang bagus, meski tetap harus dihargai sebagai upaya warga.
Pose photo Wiji Thukul dan Si Pon itu, selalu memberikan pijar kebahagiaan di hati (setidaknya saya). Agak mirip dengan pose pasangan Bung Hatta dan Ibu Rahmi pada jaman dulu kala perang Kemerdekaan Indonesia. Cinta yang merekah, dan menggairahkan.
Sang buruh muda, waktu itu masa-masa bayi Nganti Wani mungkin. Thukul juga sedang mekar-mekarnya dibakar gelora semangat. Apalagi saya tahu ada Halim Hade di belakangnya, sebagai ideolognya.
Selalu ingat, bagaimana mereka pacaran, kemudian ketika Thukul melamar Si Pon, pernikahan mereka, hingga kemudian tahun lalu ketika ketemu Si Pon di Jagalan. Saya masih ingat, Jokowi bilang, “Saya akan mencarinya, hidup atau mati, anaknya Wiji Thukul adalah teman saya...”
Saya tidak tahu siapa yang dimaksudkan, tetapi sebagai Walikota Solo, Jokowi mengenal setiap jengkal dan wajah Solo. Tentu janji Jokowi bukan sesuatu yang mudah, ketika masa lalu masih jadi pertarungan, sementara kita ingin segera meraih masa depan.
Dan teman-teman saya sering tak sabar, sekaligus ceroboh. Dengan mengancam-ancam golput, atau sama sekali tak percaya pada apa yang disebut titian serambut dibelah tujuh.
Demikianlah politik, dengan konformisme yang acap menjengkelkan.
Saya ingat pertemuan terakhir antara Wiji Thukul dan Si Pon di Yogya. Pertemuan yang aneh di sebuah penginapan thek-dung sekitar Malioboro. Si Pon menceritakan dengan gundah, di tengah mereka bercinta. Ia lihat di salah satu sudut kamar terpasang kamera video. Dan ia jengah ketika seorang lelaki bule menanyainya cem-macem, dari soal poligami hingga rangsangan syahwat.
Terngiang di telinganya, Thukul menanyakan bagaimana kalau meninggalkannya. Sejak itu pula, Wiji Thukul hilang-lang!
Saya tak pernah berani menanyakan pada Si Pon, soal kelanjutan dari pertemuan terakhirnya itu. Seperempat abad lebih, ia menderita. Seperempat abad lebih ia adalah bagian tak terpisahkan dari dosa dan derita Wiji Thukul. Alangkah kurangajar jika saya menanyakannya semena-mena.
Tapi saya juga bahagia mendengar Nganti Wani dan Fajar Merah tumbuh dari degup jantung ibunya. Anak-anak yang berani dan berdarah, sebagaimana Si Pon ibunya hingga kini.
Tuhan beserta kalian!
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews