Sangat menyedihkan, memprihatinkan dan sangat memalukan. KPK harus menangkap semua pelakunya dari yang kakap sampai teri.
Kalau kita menelisik rekam jejak KPU, khususnya KPU pusat, kondisinya sangat memprihatinkan.
Suap menyuap, sogok menyogok, politik tambal sulam, pat gulipat dipertontonkan dengan begitu vulgar.
Kita masih ingat ketua KPU Prof Nazarudin Syamsudin masuk penjara, komisioner penggantinya juga masuk penjara.
Masih ingat Mulyana W Kusumah? Daan Dimara dkk. Mereka juga terjerat KKN di masa lalu saat KPU berada di bawah manajemen mereka.
Komisioner KPU yang masuk penjara juga gak kalah banyak, bagaimana drama kotor ini dimainkan di pusat kepercayaan rakyat soal demokrasi?
Suap di KPU menelanjangi kita sebagai bangsa, menelanjangi moral kita sebagai bangsa, betapa KPU sebagai benteng akhir keadilan bagi demokrasi dengan mudah dibeli.
Praktek rasuah dan penipuan begitu gamblang dan kasat mata, kalau seorang komisioner kelas tiga model Wahyu Setiawan bisa leluasa suap menyuap, apa kabar komisioner kelas kakap lain?
Wahyu Setiawan adalah komisioner KPU bidang sosialisasi dan SDM, dia sebenarnya bukan sosok yang sangat berpengaruh di KPU. Tapi dia bisa melakukan praktik suap menyuap dengan bebas.
Masih belum lepas di ingatan kita komisioner KPU lain Ilham Saputra yang juga sempat dihukum karena melanggar kode etik pasca pilpres kemarin, sekarang teman Ilham yaitu Wisnu kena OTT KPK.
Saya kenal dengan pak Ilham Saputra saat yang bersangkutan masih menjadi pejabat KPU di provinsi Aceh, kebetulan 2014 lalu saya ikut nyaleg sebagai salah satu caleg tingkat wilayah.
Suap menyuap di KPU adalah kriminal luar biasa dalam kacamata negara demokrasi, bagaimana bisa rumah keadilan pemilu bagi rakyat dihuni oleh para mafia?
Bagaimana bisa rumah tempat rakyat berharap keadilan dalam pemilu begitu vulgar melakukan tindak pidana berat KKN?
Lalu bagaimana dengan intergritas hasil pemilu selama ini kalau para hakim pemilu adalah penjahat?
Bagaimana legitimasi pilkada pilkada dan legitimasi pilpres kemarin? Masihkah rakyat diminta percaya kepada hakim yang bermoral rendah seperti itu?
Bagaimana pilkada pilkada serentak yang akan dilakukan tahun ini, tahun depan dst? Apakah masih layak rakyat menitipkan harapan mereka kepada mereka?
Bagaimana nurani kita sebagai bangsa tidak terusik manakala yang jadi panitia pemilu, pejabat, pengawas dkk main mata soal pilihan rakyat?
Bagi negara demokrasi, praktik KKN di KPU dkk adalah skandal super besar yang tidak bisa dimaafkan, ini adalah benteng pertahanan akhir rakyat dalam menentukan kualitas demokrasi.
Kualitas demokrasi macam apa yang akan bangsa ini peroleh kalau panitia pemilu punya kebiasaan KKN? Apakah kita sepakat dengan perilaku tercela seperti ini?
Sangat menyedihkan, memprihatinkan dan sangat memalukan. KPK harus menangkap semua pelakunya dari yang kakap sampai teri.
Dan KPK juga jangan bermain mata dan standar ganda, jangan hanya menangkap maling teri tapi melepaskan maling jiwasraya dan kawan-kawannya.
Malulah kita sebagai bangsa yang ngaku beradab, kalau pada realitasnya maling masih teriak maling, kalau malingnya dari golongan sendiri dilepas dan maling dari golongan orang lain diintip setiap detik.
Tapi kalau sudah tidak punya malu, maka berbuatlah semaunya. Baik KPK dan KPU, berbuatlah sesukanya. Tapi yakinlah kejahatan selalu akan dikalahkan, cepat atau lambat.
Tengku Zulkifli Usman
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews