Hak seorang Gibran Rakabuming untuk dipilih dan memilih. Dalam pemilihan walikota, siapapun termasuk Gibran bisa menang, bisa juga kalah. Suara rakyat yang menentukan. Bukan Jokowi.
Mas Gibran Rakabuming mau nyalon Walikota Solo. Masyarakat gempar. Dia mendatangi Kantor DPC PDI Solo. Tapi pendaftaran calon melalui PDIP Solo konon sudah ditutup. Satu nama pasangan sudah dibawa ke Jakarta untuk dimintakan rekomendasi dari Ketua DPP PDIP.
Tak hilang akal, Mas Gibran pun sowan sendiri kepada Ibu Mega. Masyarakat tambah gempar. Pengusaha martabak, katering dan aneka usaha lainnya ini dinilai terlalu berani. Dia menempuh jalur politik sendiri, mengabaikan alur yang ditentukan partai.
Kontroversi pencalonan Mas Gibran menyeruak. Namanya kontroversi, ada yang kontra, tak sedikit pula yang mendukung. Kalangan anak muda Solo yang telah beberapa lama menunggu tampilnya kaum muda untuk tampil dalam kancah kepemimpinan, mendapat angin segar. Komunitas yang Muda Visioner sudah beberapa kali menjaring anak muda melalui sejumlah diskusi untuk memunculkan calon walikota dari kalangan mereka.
Yang kontra beralasan pencalonan melalui DPC PDIP telah selesai. Ada juga yang bilang Gibran lagi menggunakan aji mumpung. Mumpung bapaknya jadi Presiden RI. Yang paling sengit bilang: ternyata Presiden Jokowi ternyata nggak beda dengan Megawati dan SBY. Dia mau membangun dinasti politik.
Sebentar. Dinasti? Di mana dinastinya? Pak Jokowi bukan ketua partai, Cing. Yang kemudian Gibran dikader buat ikut-ikutan berpartai agar jadi anggota legislatif, demi menguasai partai. Gibran juga nggak dijadiin menteri, gak dikasih proyek jalan tol, proyek mobil nasional atau dikasih jabatan lainnya walaupun beliau punya hak prerogatif.
Mas Gibran itu orang yang sangat independen. Karakter ini terbentuk karena Pak Jokowi kepala keluarga yang menerapkan pola asuh demokratis buat anak-anaknya sejak kecil. Pak Jokowi tidak pernah memaksa anaknya mengikuti jejaknya dalam politik. Dia juga tak memaksa anak-anak termasuk Gibran meneruskan usahanya sebagai eksportir mebel.
Gibran sejak belia memilih jalur hidupnya sendiri sebagai pengusaha makanan. Kalau sekarang dia ingin terjun di politik, itu bukan kemauan bapaknya. Itu kemauannya sendiri. Pak Jokowi mungkin memberikan pertimbangan. Tapi bukan yang memutuskan. Sedangkan untuk menjadi walikota itu ada mekanisme pemilu.
Adalah hak seorang Gibran Rakabuming untuk dipilih dan memilih. Dalam pemilihan walikota, siapapun termasuk Gibran bisa menang, bisa juga kalah. Suara rakyat yang menentukan. Bukan Jokowi. So, ini bukan dinasti politik.
BTW, belakangan, terdengar GPH Paundrakarna --cucu proklamator bangsa dan Presiden RI yang pertama, Ir Soekarno, disebut-sebut didekati sebuah partai untuk bisa mendampingi Mas Gibran. Gusti Paund yang kini akrab dengan dunia kesenian belum menentukan sikap.
Baca Juga: Gibran Jadi Wali Kota Solo, Jokowi Makin Dibenci
Di timeline medsos Gusti Paund, terjadi pro-konta juga. Ada yang mendukung penuh. Ada yang maunya Gusti Paund berkesenian saja dan menjauhi politik. Untuk diketahui, Gusti yang pewaris tahta Mangkunegaran Solo ini pernah terpilih sebagai anggota legislatif di Solo. Namun jabatan itu ditinggalkan di tengah jalan dan kemudian dia sibuk berkesenian.
Untuk Mas Gibran dan Gusti Paund, mangga dipikirkan lagi masak-masak sebelum telanjur. Walaupun saya pribadi punya harapan anak-anak muda tampil di mana-mana di Indonesia ini. Saya berharap semangat dan kreativitas kaum muda melahirkan perubahan lebih cepat bagi Indonesia agar lebih baik dan maju.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews