Kasus Surat Suara di Malaysia dari Persepsi Intelijen, Apa Kesimpulannya?

Ada yang bikin ulah mencoblos surat suara sebagai bagian dari operasi "conditioning", sayangnya para pelakunya tidak faham ilmu intelijen.

Minggu, 14 April 2019 | 09:44 WIB
0
1059
Kasus Surat Suara di Malaysia dari Persepsi Intelijen, Apa Kesimpulannya?
Surat suara (Foto: BBC.com)

Kasus dicoblosnya surat suara pemilu Indonesia di Malaysia baik Paslon-01 (Jokowi-Ma’ruf), Partai Nasdem serta Demokrat yang diviralkan jadi menarik. Ada apa, mengapa? Ini UUK, sebuah pertanyaan yang harus dijawab oleh intelijen. Apakah ada upaya main kotor dari pihak yang surat suaranya dicoblos? Rupanya kasus tersebut diamati dan dicerna  selain media nasional yang suka berita heboh atau yang ngepro, juga menarik minat media asing.

Ada jurnalis atau kontributor asing yang bertanya dan minta pendapat kepada penulis, "Kelihatannya kasus di Malaysia itu ada upaya delegitimasi pemilu dan memancing chaos? Bagaimana tinjauan dari persepsi intelijen?" Karena yang bertanya media asing, untuk menjawabnya, penulis  mencermati dan menganalisis kasus sebagai blogger independen. Sebenarnya dengan logika sederhana saja kasus ini mudah terbaca, tapi sesuai permintaan, penulis analisis dari  persepsi intelijen.

Reuters Tentang Dinamika Pilpres

Reuters,  sebelumnya sudah menurunkan artikel dengan judul "Fact-checkers vs. hoax peddlers: a fake news battle ahead of Indonesia’s election". Saat debat berlangsung antara Presiden Indonesia Joko Widodo dan penantangnya Prabowo Subianto, enam kelompok jurnalis masing-masing bertanggung jawab untuk memeriksa fakta dari perdebatan tersebut. Mereka berusaha memverifikasi komentar kandidat secara langsung tuduhan tentang korupsi, statistik tentang populasi Muslim di negara itu dan bahkan anekdot pribadi.

Fakta lainnya, berjuang keras melawan berita dan propaganda palsu menjelang umum 17 April 2019 pemilihan di negara demokrasi terbesar ketiga di dunia itu. Pemantau pemilu khawatir dengan adanya aliran informasi yang salah, akan memecah belah etnis dan agama, dapat merusak lembaga pemilu dan bahkan meningkatkan ketegangan sosial.

Rekapitulasi KPU Jumlah DPT

KPU melakukan rekapitulasi daftar hasil perbaikan ketiga (DPT HP3) Pemilu 2019. Tercatat total daftar DPTHP3 di dalam negeri sebanyak 190 juta pemilih. "Total jumlah daftar pemilih tetap hasil perbaikan 190.779.969 pemilih," ujar Ketua KPU Arief Budiman di kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Senin (8/4/2019). Sedangkan total jumlah pemilih luar negeri sebanyak 2.086.285 pemilih, sehingga total daftar pemilih dalam dan luar negeri sebanyak 192.866.254.

Kasus Pencoblosan Surat Suara di Malaysia

Kasus pencoblosan surat suara  Paslon-01, Partai Nasdem, serta Demokrat di Selangor  menjadi viral. Rabu sore terjadi wawancara eksklusif TV One dengan Ketua Panwaslu Kuala Lumpur Yazza Azzahra Ulya, Mahasiswa S2 Universiti Sultan Zainal Abidin Malaysia, asal Indonesia, dari organisasi PPI Indonesia.

Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin Malaysia berbicara terkait temuan surat suara tercoblos di Selangor. Mereka mencurigai surat suara tersebut sengaja dibuat oleh oknum untuk upaya penyudutan. "Kami TKN Malaysia terkejut mendengar berita yang tersebar bahwa ada oknum yang melakukan tindakan kriminal terkait pencoblosan kertas suara secara sengaja di wilayah Bangi, Selangor, Malaysia," ujar Sekretaris TKN Malaysia Dato M Zainul Arifin dalam keterangannya, Kamis (11/4/2019).

Komisi Pemilihan Umum bersama Badan Pengawas Pemilu menyatakan akan menyelesaikan kasus surat suara Pemilu 2019 yang sudah dicoblos di Malaysia sebelum tanggal 13 April 2019. KPU menjelaskan bahwa gudang yang disebut sebagai tempat surat suara tercoblos di Selangor bukan tempat penyimpanan resmi. Komisioner KPU Viryan Aziz mengatakan Kedutaan Besar Republik Indonesia menjadi lokasi penyimpanan resmi. "Tempat penyimpanan resmi di KBRI," kata Viryan di kantor KPU, Jakarta Pusat, Jumat, 12 April 2019 (Tempo, 12 April 2019)

Menurut Viryan, sejauh ini tim Panitia Pemungutan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur sudah mengumpulkan sejumlah bukti awal insiden tersebut. Kemudian tim KPU RI yang mendalami. Viryan enggan menjelaskan lebih rinci terkait lokasi penemuan dan keaslian surat suara. Ia mengatakan KPU berpegangan pada prinsip kehati-hatian.  Viryan tidak menjelaskan kenapa surat suara tercoblos di Malaysia bisa ditemukan di suatu tempat yang tidak resmi. Surat suara tercoblos di Malaysia ini ditemukan di sebuah gudang di Selangor pada Kamis 11 April 2019.

AnalisisKasus terjadinya penoblosan surat suara tersebut terjadi di Malaysia (luar negeri), jumlahnya diberitakan antara 40-50.000 lembar lebih di dua tempat. Dalam teori conditioning, jumlah yang ditarget untuk pengondisian tidak perlu banyak, tetapi harus mampu menarik perhatian media, efek psikologisnya harus besar. Hal ini mirip dalam menilai dasn menganalisis serangan teror dari  persepsi  intelijen, korban tidak perlu banyak, dengan bom yang kecil saja berita jadi besar. Nah, dalam kasus surat suara tersebut, yang diharapkan menjadi efek merusak adalah berita kecurangan, inilah bagian pokoknya.

Secara bodon saja kalau kita mau berfikir, untuk apa ada upaya Paslon-01 dan caleg NasDem (Davin Kirana) harus main kotor di Malaysia? Dari data KPU Pusat, DPT Malaysia jumlahnya 985 ribu lebih, terbanyak di luar negeri, kedua terbanyak China 465 ribu. Total DPT luar negeri 2.086.285 pemilih. Apakah KPU atau paslon-01, atau NasDem mau mengambil resiko hancur nama untuk sesuatu yang tidak seimbang? Jumlah maksimal 50.000 surat suara yang dimainkan itu dibandingkan dengan total DPT dalam negeri sebanyak 190 juta lebih itu sangatlah kecil dan tidak berarti, tidak mempengaruhi kemenangan.

Pada tangal 11 April 2019 juga , KPU dan Bawaslu menyatakan akan menyelesaikan masalah ini sebelum 13 April 2019, empat hari sebelum pemilu. Pada tanggal 12 April 2019, secara resmi Komisioner KPU Viryan Aziz mengatakan Kedutaan Besar Republik Indonesia menjadi lokasi penyimpanan resmi dan tempat ditemukannya surat suara yang tercoblos di Selangor itu bukan tempat penyimpanan resmi, dengan demikian masalah menjadi jelas dan nampak ada yang ingin membuat keruh suasana.

Penulis tidak ingin menuduh siapa yang salah atau siapa pelakunya. Kasus terjadi di luar negeri, dalam waktu singkat sulit untuk disidik. Tugas ini adalah bagian KPU dan Bawaslu untuk menyelesaikannya. Penulis hanya ingin mengajak pembaca memahami dan berfikir secara rasional.

Penulis setuju dengan yang dikatakan jurnalis asing itu, bahwa ini sepertinya bagian delegitimasi pemilu dan juga KPU. Tuduhan kecurangan sebagai strategi yang di implementasikan menjadi langkah taktis, adalah jurus pamungkas bila kalah. Sementara itu Pak Amin Rais, tokoh kelas dewa yang tidak jelas juga sudah menyatakan tidak percaya kepada Mahkamah Konstitusi.

Apakah ini upaya memancing chaos? Masalahnya tidak sesederhana itu, seberapa banyak yang mau dikerahkan dan seberapa besar powernya?

Masyarakat makin faham arti berdemokrasi, yang suka gegeran jumlahnya bisa dihitung. Memang ada yang mengancam akan mengerahkan people powerapabila kalah karena dicurangi. Nah, narasi dicurangi, pengerahan people power itu berpotensi penciptaan chaos. Tetapi ada faktor penentu yang harus mereka hitung yaitu TNI. Beberapa hari yang lalu, Panglima TNI dengan jajarannya, AD, AL, AU dengan tegas mengingatkan, akan mengamankan jalannya pilpres dan pileg, NKRI harga mati.

Memang masih ada yang mau nekat? Cari gara-gara? Janganlah, kita bersama-sama hari Rabu 17 April 2019 mau memilih pimpinan nasional. Mengapa lantas sesama anak bangsa jadi bermusuhan? Tidak perlu pakai gaya "reman", kalau gegeran memang mau seperti Suriah, hancur-hancuran, rusak bertahun-tahun setelah kekuatan asing masuk, kekejaman merajalela, kelompok teror membesar. Bangsa kita hanya jadi kacung, ada yang jadi penghianat, pokoknya susah dan menderita.

Ingat, Indonesia seperti gadis cantik perawan, yang menarik minat banyak negara untuk dikuasai, karena posisi strategis, sumber daya alam melimpah, wilayah yang sangat luas. Janganlah kita terlalu naif, rela mengorbankan kesatuan dan persatuan, menghalalkan cara hanya demi kepentingan sempit.

Tapi ya terserah, sebagai Old Soldier, pengamat dan pengalaman bertugas 2,5 tahun di BNPT hanya mengingatkan, kalau tidak cepat sadar, bisa berbahaya, bersaing seperti itu, akhirnya akan menjadi raja tega, bisa mengorbankan rakyat dan bahkan negara.

Jadi begitu saja... kesimpulannya ada yang bikin ulah coblos surat suara sebagai bagian dari operasi conditioning, tapi maaf, pelakunya tidak faham ilmu intelijen. PRAY.

Marsda Pur Prayitno Ramelan, Analis Intelijen

***