Sepertinya Prabowo butuh banyak penasehat yang mengerti perkembangan zaman dan penasehat spiritual yang memberinya keteduhan emosional.
Debat capres yang keempat adalah perhelatan unjuk pengalaman di bidang militer yang dimiliki oleh Prabowo. Sejatinya, ia mengkorelasikan pengalaman dengan tema yang diangkat yaitu Ideologi, Pemerintahan, Pertahanan dan Keamanan serta Hubungan Internasional. Tetapi, yang dicitrakan Prabowo dalam semua sesi ini yaitu analogi militer dan pesimisme mengenai pertahanan negara.
Prabowo mengatakan bahwa tingkat korupsi di Indonesia sudah pada stadium 4 atau akut. Padahal, menurut data Transparency International indeks persepsi korupsi kita di tahun 2018 ada pada skor 38 dan indeks persepsi korupsi di tahun 2017 memiliki skor 37.
Menurut Transparency International Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia terus tumbuh secara baik. IPK yang tumbuh justru menunjukkan keseriusan pemerintah kita dalam memberantas korupsi. Hal ini terbukti jelas dengan adanya Operasi Tangkap Tangan dan penangkapan pelaku koruptor di Indonesia dalam banyak lini jabatan dan bidang kerja.
Perkara korupsi sebenarnya sebuah kekhawatiran Prabowo yang sudah terjawab oleh kinerja baik pemerintah. Tingginya OTT bukan karena makin marak kasusnya tapi makin terungkap dan terproses oleh penegak hukum. Justru saat ini ruang gerak koruptor di Indonesia semakin dipersempit. Tak peduli siapa, di dalam atau di luar kubu pemimpin saat ini semua masuk dalam jaring pengawasan KPK.
Yang cukup menjadi perhatian adalah ungkapan Prabowo yang menganggap rendah perhatian pemerintah pada pertahanan dan keamanan negara. TNI kita lemah, anggaran pertahanan kita kecil, itulah kecurigaan seorang mantan Danjen Kopassus ini. Padahal secara anggaran, Indonesia nomer dua di ASEAN setelah Singapura yang mengeluarkan anggaran besar untuk pertahanan dan keamanan dengan nilai 107,7 trilyun di tahun 2018 dan meningkat setiap tahunnya.
TNI kita yang Prabowo anggap lemah justru menjadi pasukan militer terkuat 15 besar dunia dan terkuat nomer 1 di ASEAN.
Sungguh tuduhan yang terbantahkan langsung. Konsep pertahanan dan keamanan yang ada di benak seorang Prabowo adalah konsep kesiapan berperang dengan alutsista yang memadai.
Hampir sepanjang debat kemarin Prabowo menunjukkan pemahamannya mengenai alutsista yang dibutuhkan negara kita serta setiap detail kelebihannya. Prabowo bahkan membahas teknologi kapal selam untuk perang dengan terperinci. Rupanya ia ingin menunjukkan wawasan militernya yang secara di atas kertas lebih ia kuasai dibandingkan Jokowi.
Sementara itu, Jokowi memiliki konsep pertahanan yang beda perspektif dengan konsep Prabowo. Jokowi menekankan kekuatan diplomasi untuk mencegah perang sekaligus kesiapan militer yang baik untuk membentengi negeri.
Ternyata Jokowi mampu berbicara dengan baik mengenai pertahanan dan keamanan serta mematahkan beberapa tuduhan yang dilontarkan Prabowo. Tanya jawab pun berlangsung dengan kondisi emosi yang berbeda antara Jokowi dan Prabowo, tenang melawan emosional. Prabowo terlalu serius membahas soal militer, pertahanan dan keamanan. Apakah ini kehawatirannya atas apa yang ia temukan di zamannya bertugas di militer?
Sejak tahun 2004 Prabowo sudah mengikuti konvensi calon presiden yang diadakan oleh Partai Golkar dimana ia bernaung dulu. Saat itu, Prabowo harus kalah dari Wiranto yang akhirnya maju menjadi capres pilihan Golkar.
Di tahun 2009 Prabowo kembali mencoba peruntungan untuk menjadi pemimpin RI dengan menjadi pasangan Megawati. Niatan menjadi wakil presiden bagi Megawati pun kandas. Di 2014 Prabowo melanjutkan impiannya menjadi pemimpin RI dan memulai duel politik pertamanya melawan Jokowi hingga bertemu kembali di Pilpres 2019 ini.
Prabowo membawa bekal pengalaman di dunia militernya untuk menjadi pemimpin kalangan sipil maupun militer. Prabowo menganggap amunisi ilmu dan pengalamannya cukup untuk menjadi pemimpin Indonesia yang lebih baik dari yang sebelumnya.
Pendekatan militer terlihat jelas dalam gaya bicara dan berpikir Prabowo. Tapi apakah itu yang Indonesia butuhkan? Prabowo ingin menjadi pemimpin tertinggi dengan menekankan kesiapan berperang melawan negara lainnya. Ia lupa bahkan bangsa kita sendiri menekankan musyawarah sebagai upaya tertinggi menyelesaikan masalah.
Ini sudah tahun 2019, eranya milenial dan generasi X. Ini eranya industri digital 4.0. Banyak hal sudah berubah sejak terakhir kali Prabowo berada di lingkungan kekuasaan sang mertua.
Tapi mengapa ia bahkan tak mau beranjak dari pola pikir lama dan serba militer? Prabowo bahkan memilih teknologi cara lama untuk diterapkan ketimbang sekian teknologi baru yang ada.
Ada juga warga sipil yang prosentasenya jauh lebih banyak dari kalangan militer yang harus Prabowo kenali karakternya. Kemana Indonesia akan Prabowo bawa? Sepertinya ia butuh banyak penasehat yang mengerti perkembangan zaman dan penasehat spiritual yang memberinya keteduhan secara emosional ya...
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews