Tidak mudah menjadi perempuan yang hebat politik seperti Megawati Soekarnoputri. Satu-satunya perempuan yang pernah jadi presiden dan wapres, beberapa kali jadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan menjadi ketua umum dari PDIP, sebuah partai besar di negara Indonesia.
Paket komplit yang pernah dimiliki seorang perempuan Indonesia di bidang politik. Semua itu menunjukkan jika Megawati Soekarnoputri punya kemampuan yang luar biasa. Tegar menjalani tahun demi tahun yang dilalui dalam perjuangan politik. Terutama masa orde baru.
Nah, ada hal menggelitik buat perempuan yang diungkapkan dalam kegiatan Bu Mega Bercerita dalam rangkaian HUT PDIP ke-46 yang diadakan Senin 7 Januari 2018 lalu di kantor DPP PDIP, Jl Diponegoro. Setidaknya itu yang saya rasakan saat menyaksikan streaming media sosial, di Facebook PDIP.
Di hadapan para generasi muda milenial yang hadir, Megawati berkisah merasa jadi aneh saat masuk dunia politik. Lebih banyak laki-laki. Anak buah ketua umum partai ini, lebih banyak bapak-bapak.
Tidak mudah mencari perempuan paham dunia politik. Hanya satu atau dua orang perempuan yang bisa diajak bicara politik. Berbeda sangat jauh dengan jumlah perempuan di Indonesia, yang separuh dari total jumlah warganegara.
“Di mana letak salahnya? Padahal konstitusi kita sudah sangat memberikan keleluasaan, tidak ada perbedaan,” kata Megawati, yang mendapatkan sejumlah gelar Honoris Causa (HC) di bidang politik dan pemerintahan.
Dalam konstitusi, tidak ada perbedaan yang menyebutkan laki-laki dan perempuan. Semua, setiap warganengara berhak mendapat hak yang sama. Terlindungi secara hukum formal.
Bahkan, ketika masih menjabat sebagai Presiden RI ke-5 pada tahun 2004, Megawati juga sempat mengesahkan UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).
Menjadi presiden perempuan pertama dan satu-satunya di Indonesia hingga saat ini, tidak sedikit yang mengagumi sepak terjangnya. Banyak yang menanyakan rahasia keberhasilannya sebagai presiden perempuan ke-5 dan perempuan yang menjadi ketua umum partai. Pun, dari kalangan perempuan.
“Kenapa sih kalian lihat saya hanya terpesona saja. Mbok ya mikir mimpi kalian, Ingin jadi bu mega, tapi cuma melihat. Pasti deh pertanyaannya kenapa sih bisa kayak gitu. Apa sih keberhasilan ibu. Saya maunya ada sebuah gerakan dari kaum perempuan,” tutur Megawati panjang lebar.
Mega bercerita, ibunya juga seorang yang progresif. Perempuan yang tidak mau terkungkung. Karenanya, dipertanyakannya mimpi sebetulnya dan keinginan kaum perempuan Indonesia.
Buat Megawati, menjadi ibu rumah tangga adalah pengabdian yang luar biasa. Namun, apakah lingkungan sebenarnya, sudah bisa membuat perempan lebih dari sekedar ibu rumah tangga? Itu yang setidaknya tertangkap dalam pikiran.
Anak pertama dari proklamator RI ini bercerita, bisa memasak, mengurus anak sendiri, dan tidak mau pakai nanny atau pengasuh saat tiga anaknya masih kecil. Teman- temannya sampai bertanya mau segitunya, padahal yang menjalani merasa bisa.
Megawati menyayangkan, kenapa kaum perempuan kita hanya mendengarkan, tapi acap tidak bereaksi. Kaum perempuan Indonesia waktu dulu zaman penjajahan lebih aktif. Ibu-ibu ada yang menjadi laskar. Apapun yang dipunya, menyatukan pikiran dan berdialog sangat intens.
Perempuan Harus Cerdas
Pertanyaan itu berputar dan pernah disampaikan pada para bapak. Apakah pernah berpikir perempuan itu berada di belakang? Menjadi konco wingking bagi pasangannya yang selalu ada di belakang?
Tidak ada salahnya perempuan berdandan dengan cantik, memakai lipstik, dan berbicara dengan halus. Kemudaian mempercantik diri menggunakan parfum karena untuk diri perempuan sendiri.
Namun, harus juga punya pemikiran cerdas. Pintar dan tahu menyuarakan hak-haknya. Pernah suatu ketika, ada temannya yang datang sambil menangis-nangis. Bercerita akan dicerai oleh suaminya. Perempuan itu bingung bagaimana nanti hidupnya dan bisa mati.
Sebagai perempuan, Megawati menanggapinya dengan harus mampu bangkit sebagai manusia. Jangan berteman dengannya kalau tidak bisa bangun. Perempuan ikut laki-laki karena mencintainya dan berasal dari keluarga baik-baik.
“Masa begini saja sudah mau kiamat. Nggak..!” tukas Megawati, yang berani bicara karena memang sebuah kenyataan.
Pernah juga, perempuan PDI yang sudah bagus-bagus ikut politik. Tahu-tahu datang menangis. Katanya, sudah tidak bisa ikut kegiatan politik lagi karena suaminya. Padahal sebelumnya sudah dimintakan izin. Suaminya perempuan ini mengancam untuk memilih partai atau dicerai.
Ibu Mega mengingat saat masih bersama almarhum suaminya Taufik Kiemas. Suaminya Taufik dijadikan partner, tempat debat dan lainnya. Layaknya seperti burung, sayapnya bisa berjalan bersama. Tidak ada heboh rumah tangga.
Menggugah para perempuan, disebutkannya betapa hebat Laksamana Malahayati. Perempuan pejuang asal Aceh Darussalam yang mampu melawan, bahkan membunuh Gubernur Cornelis De Houtman.
Nah jika dulu bisa, sekarang seharusnya lebih bisa. Apakah yang diinginkan perempuan Indonesia? Jangan hanya berpenampilan luar cakep saja. Pakai lipstik, berpakaian rapi dan bercantik-cantik tidak apa-apa. Tidak tampil kumal itu bagus.
Sambil berkelakar, Mega bilang jika biar bagaimanapun, para bapak ingin melihat juga yang keren-keren. Dikatakan, anak buahnya lelaki semua sejak tahun 1993 dan mengiringi usianya yang bulan ini memasuki 72 tahun.
“Saya selalu bilang sama ibu-ibu PDI, yang keren tapi yang pinter. Jangan cuma keren, tapi ditanya melongo. Kalau perempuan Indonesia pintar, anak-anaknya pasti pintar. Yakin,” kata Mega berbicara kepada perempuan Indonesia.
Bahkan menyinggung lebih jauh, adalah contoh dari negara tetangga Malaysia. Wan Azizah, perempuan yang menjadi pendamping Anwar Ibrahim ini bisa dibilang tegar dan hebat. Perempuan ini mampu memimpin langsung partai saat suaminya dipenjara. Jika tidak, mungkin saat ini sudah tidak bisa lagi bermimpi dicalonkan menjadi perdana menteri.
Ah, perempuan yang berkecimpung di partai politik memang luar biasa. Di Indonesia, jauh lebih hebat. Keterwakilan perempuan di dunia politik, masih berbalut budaya patriarki. Keterwakilan perempuan, antara lain pada parlemen dan struktur partai sebanyak 30% masih perlu dimaksimalkan.
Ya, jika ingin bisa menjadi perempuan di bidang politik yang hebat seperti Megawati Soekarnoputri, perempuan jangan hanya terpesona saja melihat sepak terjangnya. Bertindaklah!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews