Salah satu tanda kita menjadi dewasa adalah dilihat dari bagaimana cara kita menyikapi kepedihan dalam hidup. Semakin baik kita merespon kepedihan yang mendera kita maka ini akan membuat kita semakin tumbuh dengan matang. Tumbuh sebagai pribadi baru yang lebih baik.
Kunci dari kematangan dan kedewasaan tersebut adalah bagaimana kita menerima kepedihan tersebut, kemudian melakukan respon balik untuk melepaskan energi negatif yang mendera, dan mengubahnya menjadi energi positif. Luka batin yang diderita disembuhkan dengan sendirinya lewat serum dalam diri, menjadi batin yang yang lebih sehat. Jiwa yang lebih kuat
Inilah yang saya lihat terjadi dalam tubuh ummat islam yang direpresentasikan dalam aktivitas reuni 212 beberapa waktu yang lalu. Saya, Anda, Kita sekalian, ummat Islam Indonesia terluka batinnya, jika ada saudara sebangsa lainnya melabel kita dengan "radikal", "intoleran", "ekstrimis", "antikebhinekaan" dan segala partikel-partikel tak sedap lainnya yang mengandung unsur demonisasi.
Label-label penuh ujaran merendahkan dan itu memunculkan kepedihan di dalam hati ummat.
Ummat melakukan respon dengan melakukan aksi simpatik yang bermuara pada reuni 212. Berzikir, bersalawat, qiyamul layl, mendengarkan nasehat-nasehat taqwa, sembari mempertontonkan perilaku beradab penuh welas asih. Semua tumpah ruah. Tertib. Mendoakan satu sama lain. Dan memilih untuk mendoakan seluruh bangsa ini. Berarti mendoakan pula saudara-saudara yang melakukan pelabelan pelabelan buruk tersebut.
Mengubah amarah yang muncul akibat kepedihan atas label-label negatif tersebut dengan menggantinya menjadi senyuman dan doa serta aktivitas penuh keadaban tersebut memperlihatkan ummat Islam di Indonesia memiliki peradaban yang tinggi.
Ummat melakukan perlawanan atas perasaan ketidakadilan yang menimpa diri mereka dengan label-label negatif untuk semangat keberagamaan atau ghirah islam yang sedang meningkat yang terjadi di tengah keseharian mereka. Mereka "melepaskan serumnya" sendiri untuk mengobati dirinya yang hendak melakukan keyakinannya tapi dilabel secara negatif.
Dunia sedang berubah cepat. Orang saling terhubung satu sama lain. Internet membukakakan mata setiap orang atas informasi apapun, tidak ada yg bisa disembunyi sembunyikan di jaman sekarang, arus informasi laksana air bah.
Akhirnya agama yang tadinya dikira akan mati di abad 21 ini, lewat internet dan teknologi digital, ia seperti bunga yang bersemi di taman nan subur. Ia bertambah hidup.
Majlis-majlis zikir semakin ramai. Masjid-masjid penuh di waktu subuh. Sekolah sekolah Islam modern tumbuh. Generasi muslim kelas menengah baru makom merekah. Mereka mepraktekkan keagamaan dan meramaikan majlis-majlis ilmu mulai dari kota-kota hingga ke desa-desa.
Agama membuktikan ketika zaman teknologi ini justru menjadi tempat pegangan manusia yang paling kuat. Dengan agama orang menemukan kembali kedamaian dan ketenangan. Agama yang penuh cinta.
Karena mereka yang dicap orang-orang radikal lah, maka reuni lautan manusia itu bisa berlangsung tertib. Karena dengan ketertiban dan disiplin yang ekstrim lah semua keteraturan itu bisa dilaksanakan.
Karena mereka yang dituding garis keras lah, maka ajaran Islam penuh kasih sayang dipraktekkan. Ramai tapi tertib.
Karena mereka yang mempraktekkan Islam yang penuh cinta kasih yang ekstrim lah, semua bangsa Indonesia didoakan. Seluruh rakyat dimunajatkan keselamatan.
212 bukan reuni sekolah. Bukan reuni kaleng kaleng. Ia adalah reuni cinta.
Dengan cinta kepedihan yang mendera umat membuat ummat semakin bertambah dewasa.
Wallauallambishowab
(Langit Allah Batam-Dumai)
***
Miftah N. Sabri
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews