Oleh : Faranisa Diajeng
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memastikan bahwa proses revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) akan berjalan dengan prinsip keterbukaan dan partisipasi publik. Komitmen ini tercermin dari langkah Komisi III DPR yang mengawali pembahasan RKUHAP dengan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama sejumlah elemen masyarakat sipil, seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK, Komnas Perempuan, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (BEM UNNES), LBH PBB, dan LBH Gema Keadilan.
Ketua Komisi III DPR RI yang juga Ketua Panitia Kerja (Panja) pembahasan RKUHAP, Habiburokhman menegaskan proses revisi RKUHAP bukan hanya urusan teknis hukum semata, melainkan menyangkut hak-hak dasar warga negara dalam sistem peradilan pidana. Proses tersebut berlangsung secara terbuka dan disiarkan langsung melalui TV Parlemen. Pihaknya ingin memastikan bahwa masyarakat memiliki ruang untuk menyampaikan masukan dan aspirasinya.
Habiburokhman memastikan bahwa seluruh hasil kerja Tim Teknis maupun Tim Sinkronisasi akan dibahas pasal demi pasal dengan sangat cermat sebelum diserahkan secara resmi kepada Panja untuk dievaluasi bersama pemerintah. Ia juga menyatakan bahwa durasi pembahasan tidak akan dikejar waktu, tetapi ditekankan pada kualitas hasil dan kesepahaman antar-pihak. Menurutnya yang paling penting bukan cepat atau lambat, tetapi substansi harus benar-benar menjawab kebutuhan hukum masyarakat dan menjamin perlindungan setiap warga negara.
Komitmen untuk menghadirkan pembahasan yang inklusif juga tampak dalam keputusan Panja Komisi III DPR bersama pemerintah yang menyepakati penghapusan Pasal 253 ayat (3) dan (4) dalam draf RKUHAP. Pasal tersebut sebelumnya mengatur larangan publikasi langsung proses persidangan tanpa izin pengadilan. Keputusan ini dinilai sebagai langkah maju dalam menjamin kebebasan pers dan akses publik terhadap jalannya persidangan yang terbuka.
Habiburokhman juga menyepakati suara keberatan dari koalisi masyarakat sipil dan pers yang menyuarakan keberatan terhadap pasal tersebut. Setelah berdiskusi dan menelaah lebih dalam, pihaknya sepakat bahwa norma pelarangan publikasi tidak perlu dimuat dalam KUHAP. Pengaturannya cukup melalui mekanisme teknis yang telah disepakati antara pers dan Mahkamah Agung.
Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, yang hadir dalam rapat pembahasan mengungkapkan bahwa revisi RKUHAP dirancang untuk mengakomodasi dinamika baru dalam sistem hukum dan ketatanegaraan Indonesia. Ia mengungkap bahwa RKUHAP yang tengah dibahas terdiri atas 334 pasal dan mencakup 10 substansi perubahan besar, yang salah satunya menyangkut penguatan hak-hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi.
RKUHAP ini diharapkan mampu memperkuat prinsip due process of law dan mewujudkan sistem peradilan pidana yang lebih humanis, modern, serta akuntabel. Ia juga menekankan pentingnya penyesuaian dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang akan berlaku mulai 1 Januari 2026.
Sepuluh substansi perubahan dalam RKUHAP meliputi penyesuaian dengan nilai-nilai hukum baru seperti restoratif dan rehabilitatif, penguatan perlindungan terhadap kelompok rentan termasuk perempuan, penyandang disabilitas, dan lanjut usia, serta pengaturan mekanisme upaya hukum yang lebih komprehensif. Selain itu, RKUHAP juga mengakomodasi perkembangan teknologi informasi serta prinsip-prinsip hak asasi manusia yang diatur dalam konvensi internasional.
Sementara itu, dari kalangan masyarakat sipil, juru bicara LBH Gema Keadilan, Hanantyo Kristiawan menyampaikan masukan tertulis dalam RDPU yang digelar di Kompleks Parlemen. Ia menyoroti pentingnya RKUHAP sebagai instrumen hukum yang tidak hanya formil prosedural, tetapi juga menjamin perlindungan hukum yang adil dan seimbang antara pelaku, korban, serta masyarakat.
LBH Gema Keadilan mengimbau agar RKUHAP tidak hanya menjadi alat untuk mengatur proses hukum, tetapi juga menjadi jaminan atas hak asasi manusia, menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah, serta memperkuat posisi korban dan advokat dalam proses peradilan.
Dalam dokumennya, LBH Gema Keadilan menekankan pentingnya pembatasan yang tegas terhadap kewenangan aparat penegak hukum dalam melakukan tindakan upaya paksa seperti penangkapan, penahanan, dan penyadapan. Menurut Hanantyo, kewenangan semacam ini berpotensi disalahgunakan dan harus dilandasi oleh prinsip akuntabilitas serta kontrol yang ketat.
Masukan strategis lainnya yang diajukan adalah pentingnya perlindungan eksplisit terhadap profesi advokat agar tidak dikriminalisasi dalam menjalankan tugas profesional. Hal tersebut dimaksudkan apabila advokat bisa sewaktu-waktu dituduh menghalangi penyidikan karena membela klien, maka prinsip fair trial tidak lagi tegak.\
Langkah DPR dan pemerintah yang membuka ruang partisipasi publik dalam pembahasan RKUHAP ini mendapat apresiasi dari berbagai kalangan. Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu, menyebut bahwa partisipasi masyarakat merupakan elemen fundamental dalam pembentukan regulasi yang adil. Hukum acara pidana menyentuh hak-hak dasar setiap warga. Jika pembahasannya eksklusif dan tertutup, maka potensi kesalahan dan ketidakadilan dalam praktik hukum akan makin besar.
Revisi RKUHAP merupakan bagian dari upaya reformasi hukum nasional yang lebih luas, menyusul telah disahkannya KUHP baru. Pembaruan ini diharapkan tidak hanya memperkuat posisi Indonesia sebagai negara hukum, tetapi juga meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan pidana nasional.
Dengan partisipasi aktif dari masyarakat sipil, dunia akademik, advokat, serta pemangku kepentingan lainnya, RKUHAP baru diharapkan mampu menjawab tantangan zaman dan membangun sistem peradilan yang lebih beradab, adil, dan transparan. Pemerintah dan DPR telah membuka jalannya, kini publik diharapkan terus mengawal proses hingga hasil akhirnya benar-benar mencerminkan keadilan substantif bagi seluruh rakyat.
)* Pengamat Kebijakan Publik
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews