Bagaimana nasib Jakarta jika Ibu Kota pindah? Tak perlu dikawatirkan. Jakarta bisa jadi Ibu Kota Perdagangan, Bisnis dan Ibu Kota Parlemen. Ibu Kota Administratifnya Penajam Paser.
Perpindahan Ibu Kota Negara bukanlah hal yang musykil. Republik Indonesia pernah pindah Ibu Kota ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946 ketika belum genap setahun berdiri. Padahal menurut proklamasi 17 Agustus 1945 Jakarta adalah Ibu Kota Negara.
Jakarta pasca proklamasi diduduki Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Maka diam-diam Soekarno-Hatta naik kereta api tengah malam ke Yogyakarta. Ibu Kota Yogya pun diserang pasukan militer Belanda dalam peristiwa Agresi Militer I.
Soekarno dan Wapres Mohammad Hatta ditangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka. Sjafruddin Prawiranegara mendapat amanat untuk membentuk pemerintahan darurat di Bukittinggi, Sumatera Barat Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Soekarno-Hatta kembali dari pengasingan 6 Juli 1949. Sjafruddin Prawiranegara mengembalikan amanat pemerintahan negara dan membubarkan (PDRI) di Bukittinggi. Secara resmi 13 Juli 1949, Yogyakarta jadi Ibu Kota RI sebagai bagian Republik Indonesia Serikat (RIS) yang dibentuk pada 27 Desember 1949. RIS dibubarkan. Jakarta kembali menjadi Ibu Kota pada 17 Agustus 1950.
Secara de jure Jakarta kembali jadi Ibu Kota RI melalui Perpres No 2 pada 28 Agustus 1961. Diperkuat lagi dengan Undang-undang No 10 Tahun 1964. (Sejarah Indonesia Baru, AK Wiharyanto, Yogyakarta 2009)
Penajam Paser Kalimantan
Ide Ibu Kota pindah ke Kalimantan 2024 muncul selepas kunjungan Presiden RI Joko Widodo ke Taman Hutan Raya Bukit Soeharto di Kaltim, 7 Mei 2019. Penajam Paser bukan satu-satunya lokasi yang diwacanakan.
Presiden Joko Widodo mengumumkannya dalam rapat pada 26 Agustus 2019. Dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Ibu Kota baru akan dibangun di wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, di Kaltim. (Visi Indonesia 2033 Arsip 16 Desember).
Lalu bagaimana Jakarta yang sejak 1964 jadi Ibu Kota dengan segala fasilitas — termasuk kantor simbolik kepresidenan RI di Istana Merdeka. Kalau menurut saya, mungkin dilakukan. Kenapa tidak?
Seperti halnya Den Haag di Belanda pindah dari Ibu Kota lama, Amsterdam. Atau Malaysia, pusat pemerintahan di Putra Jaya, bisnisnya di Kuala Lumpur. Chile Ibu Kota resmi di Santiago, Ibu Kota Parlemen di Valparaiso.
Sejumlah negara juga punya “ibu kota kembar”. Republik Czech punya dua Ibu Kota, Praha dan Brno. Afrika Selatan Pemerintahan di Pretoria, Cape Town ibu Kota Parlemen. Ibu Kota Judicial ada di Bloemfontein.
Bagaimana nasib Jakarta jika Ibu Kota pindah? Tak perlu dikawatirkan. Jakarta bisa jadi Ibu Kota Perdagangan, Bisnis dan Ibu Kota Parlemen. Ibu Kota Administratifnya Penajam Paser.
Keuntungannya? Para eksekutif negeri ini bisa lebih tenang memikirkan kebijakan negara dari kejauhan. Senyampang membangkitkan kawasan timur jadi pusat bisnis baru. Kerepotannya? Jarak jauh lebih dari 2.123 km antara Jakarta dan “Ibu Kota Kembar” RI di Penajam Paser. Tentu, butuh solusi tersendiri.
Keuntungannya? Biarlah pendemo, yang tak kenal jedah meruwetkan Ibu Kota Jakarta akan dihadapkan pada persoalan "jarak, uang dan waktu". Sono noh, nyeberang ke Kalimantan kalau mau demo…
***
JIMMY S HARIANTO (23/12/2021)
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews