Banyak yang mengambil sikap mengecek dulu duduk soal dan tidak serta merta menghujat Presiden.
Lagi-lagi kesekretariatan Presiden bikin blunder konyol. Tupok sekretaris Presiden itu mengonsep, meneliti dan mengoreksi surat-surat yang akan ditandatangani Presiden, termasuk juga meneliti naskah pidato Presiden.
Bukan cuma terhadap typo (salah ketik), namun juga terhadap pemilihan diksi, ide (gagasan) dalam suatu kalimat sehingga tidak menimbulkan mispersepsi, misinterpretasi dari publik yang mendengarnya.
Sudah cukup sering kesekretariatan Presiden melakukan blunder di masa lalu, sehingga Presiden menjadi bulan-bulanan diolok-olok dan dilecehkan. Tapi seolah-olah sekretaris Presiden ini tidak belajar dari pengalaman dan tidak berusaha memperbaiki diri, terbukti lagi-lagi melakukan blunder pada naskah pidato Presiden.
Waktu terjadi kegaduhan di medsos bahwa "Presiden menganjurkan oleh-oleh babi panggang untuk dikirimkan sebagai pengganti mudik lebaran", saya mencoba mencaritahu duduk persoalannya apa. Saya mencari narasumber yang cukup banyak.D Darisitu saya mendengar isi pidato Presiden.
Lalu ada juga video komentar dari wartawan senior Harsubeno. Lalu berbagai opini dari media online. Barulah saya mendapat "complete picture" tentang apa yg digaduhkan ini.
Ternyata, ini soal istilah "bipang". Pidato singkat Presiden intinya ingin menyampaikan agar kita tidak mudik pada hari Idul Fitri. Semua oleh-oleh yang biasanya dibawa ke kampung halaman pada saat mudik bisa dikirim secara online.
Presiden menyebutkan "oleh-oleh makanan khas daerah ssperti gudeg dari Yogya, bandeng dari Semarang, siomay dari Bandung, pempek dari Palembang, bipang Ambawang dari Kalimantan dll bisa dikirimkan secara online".
Ternyata bipang yang disebutkan dalam pidato Presiden itu bukan bipang atau jipang yang merupakan jajanan tradisional dari saya kecil dulu. Penganan yang dibuat dari ketan dan diberi gula. Bipang di sini adalah akronim dari "babi panggang" yang entah mulai kapan diciptakan orang. Tapi kayaknya belum terlalu lama. Buktinya 95 persen netizens masih mengira "bipang" di sini adalah "jipang". Apalagi ditambah embel-embel Ambawang, hampir semua orang tidak tahu di mana itu.
Untuk itulah dituntut kejelian kesekretariatan Presiden. Kalo mereka menjumpai istilah yang tidak lumrah, mutlak harus dicari tahu makanan apa ini. Dalam komentarnya di video, Harsubeno menyatakan bahwa ia yakin Presiden tidak tahu bahwa "bipang Ambawang" adalah "babi panggang Ambawang". Dan saya sependapat dengan dia. Presiden hanya membaca teks yang terpampang di screen. Seandainya Presiden tahu itu adalah babi panggang 100 persen saya yakin beliau tidak akan mau membacakannya sebagai ragam oleh-oleh makanan khas daerah.
Lalu, siapa yang menyelundupkan istilah "bipang Ambawang" dalam teks pidato Presiden ini?
Untuk itu ada dua kemungkinan. Ada kemungkinan di tubuh kesekretariatan Presiden oknum yang memasang jebakan batman dan memanfaatkan kenaifan Presiden yang mengira bahwa bipang adalah jipang. Kemungkinan lain, memang mereka sembrono dan tidak cermat untuk mengecek makanan apa itu "bipang Ambawang".
Dari dua kemungkinan itu saya cenderung mencurigai bahwa ada oknum yang secara subversif ingin menjatuhkan marwah Presiden.
Terhadap kegaduhan yang terjadi saya tidak heran lagi. Yang bikin ribut dan membesar-besarkan ya selalu orang-orang yang sama. Yang itu-itu juga. Tapi saya agak berbesar hati, publik ternyata tidak terlalu bisa dihasut seperti masa-masa lalu. Banyak yang mengambil sikap mengecek dulu duduk soal dan tidak serta merta menghujat Presiden.
Namun terhadap kecerobohan sekretaris Presiden saya ingin bersuara keras. Tiada maaf lagi bagi mereka. Kalo saya jadi Presiden, akan saya pecat yang bertanggungjawab pada naskah pidato itu. Bahkan dua jenjang atasannya kalo perlu dipecat juga. Terbukti mereka tidak becus bekerja.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews