Charlie Hebdo dan Permenungan Tentang Toleransi

Alangkah damainya dunia jiwa setiap manusia beragama bisa begitu toleran saling menghargai dan perbedaan. Salam damai selalu.

Minggu, 1 November 2020 | 09:44 WIB
0
233
Charlie Hebdo dan Permenungan Tentang Toleransi
Charlie Hebdo (Foto: Kompas.com)

Kalau sudah bicara masalah agama, rasanya setiap orang akan merasa sangat sensitif, emosional dan harus menahan nafas untuk segera memuntahkan kekesalan, memuntahkan sumpah serapah dan berbagi ungkapan kekecewaan. Untuk penghinaan terhadap agama ledakannya akan sangat membekas. Apalagi yang menganut paham agama radikal (apapun agamanya).

Charlie Hebdo adalah majalah mingguan satir Perancis. Isinya tentang laporan, polemik, kartun yang menyindir kehidupan di Perancis khususnya. Siapapun bisa terkena sasaran satirnya. Baik politik, politisi, agama (Katolik, Yahudi dan terutama sering terlalu berani terhadap sepak terjang Islam radikal). Karena keberaniannya menampilkan satir Charlie Hebdo menjadi sasaran amarah Islam garis keras karena majalah ini sangat berani membuat kartun bertemakan Nabi Muhammad.

Padahal dalam keyakinan Islam Nabi Muhammad tidak boleh divisualisasikan dengan gambar - gambar apapun. Kebebasan berekspresi yang menjadi landasan majalah itu mengundang kehebohan dan tentunya kecaman dunia khususnya saudara yang beragama Muslim. Maka muncullah Islamophobia, radikalisme dan serangan membabi buta akibat ulah Charlie Hebdo.

Phobia - phobia yang muncul terhadap agresifitas agama, semangat jihad untuk membela agamanya tanpa memperhitungkan resiko yang muncul di kemudian hari. Ketika emosi terpantuk, ajaran kasih, ajaran mulia agama hanyalah suara lirih di tengah keriuhan manusia yang dengan sombongnya berani menyatakan merekalah yang termulia, terbaik dan tersuci dari manusia lain. Agamalah sumber penyelamat yang dipercaya memberikan surga ketika manusia sudah tidak bernyawa lagi.

Yang phobia agama menjadi resah oleh kegarangan pemeluk agama dalam mempertahankan keyakinan, sementara esensi beragama di dunia harusnya adalah ajaran kasih, saling mengampuni, saling menyayangi. Bagaimana menyayangi bila muncul sentimen agama, kepala bisa terpenggal, darah mengalir dan wajah seram terlihat ketika dengan dinginnya membunuh manusia.

Apapun apakah agama membolehkan membunuh, memuntahkan kata - kata kasar, menghina agama lain. Apakah ia hanya buzzer media sosial, atau sekedar provokator yang dibayar agar manusia selalu bertengkar dan terus berjibaku untuk mengatakan ialah yang terbaik dari manusia lain, ialah terpilih dari manusia lain, ia lebih unggul dan merasa lebih suci dari manusia lain.

Manusia terjebak masuk dalam perangkat iblis yang bersorak sorai karena telah sukses mengadudomba manusia yang berbeda keyakinan untuk saling melenyapkan. Manusia menjadi medium iblis agar apapun tidak boleh ada kedamaian di bumi dan dunia ini.

Sebenarnya apa sih manfaat dari paham radikal, apakah sudah tidak ada celah manusia modern saat ini untuk menyimpan keyakinan untuk diri sendiri, namun tetap berjabat tangan dan saling mendukung meskipun beda keyakinan. Bukannya setiap orang mempunyai sudut pandang sendiri dalam memandang kehidupan.

Agama adalah tonggak moral, polisi bagi kejahatan, dan dokter bagi mereka yang tengah sakit iman, krisis dalam rasa percayanya pada kesempurnaan Maha Pencipta. Apakah ada agama di dunia yang cara penyebarannya didoktrin untuk membunuh musuh, menusuk lawan agar ia mengikuti keyakinan dan menebarkan ceramah untuk membenci dan mengutuk agama lain.

Ketika membuka jendela dan di seberang negara tengah ramai masalah intoleransi, sebaiknya di Indonesia suasana damai tetap dipertahankan, toleransi dan saling menghormati tetap terjaga. Yang mayoritas bisa menjaga suasana sehingga yang minoritas tetap merasa damai hidup dalam sebuah daerah yang didominasi agama mayoritas.

Toh jika setiap orang menjalankan agamanya dengan benar, tidak akan peristiwa pembunuhan, perang, pembantaian dan pertengkaran dunia media sosial yang saya lihat sudah sangat kebablasan. Apakah tidak bisa menjaga jari agar tidak memunculkan titik emosi, membangkitkan radikalisme pikiran dan muncul bibit kebencian yang akan memunculkan sikap antipati terhadap agama lain.

Baca Juga: Masa Depan Kebebasan [6] Nikmati Demokrasi tapi Hianati Kebebasan, Jerman dan Perancis

Sejak agama lahir, manusia sudah teruji, dan selalu digoda iblis. Iblis mempengaruhi manusia untuk saling menikam, saling membenci padahal tidak ada dalam ajaran agama manapun untuk membunuh, melakukan teror dan dan mengintimidasi manusia lain.

Fanatisme dan kepatuhan buta telah menggiring manusia untuk melakukan perlawanan terhadap ajaran kasih dari keyakinan lain, sebab pasti akan mengancam perkembangan agamanya. Semoga manusia cepat sadar bahwa ketika agama - agama saling bentrok, saling mendendam maka iblis tertawa terbahak – bahak. Jadi apa bedanya manusia beragama dengan manusia zaman batu jika ternyata agama tetap sama memberlakukan hukum rimba. Siapa kuat dialah yang menang, siapa yang terbanyak dialah yang diakui Tuhan sebagai ajaran paling benar dan sangat potensial masuk keabadian dengan bertemu dengan ribuan bidadari nan cantik mempesona.

Padahal surga yang sebenarnya itu bila manusia itu mempunyai kemampuan untuk mengasihi, mengampuni dan menyayangi musuh - musuhnya. Itu syarat berat dan sayapun belum sanggup untuk melakukannya, meskipun harus ada usaha agar berhenti membenci, berhenti memanaskan situasi dengan memaki dan menghina agama lain.

“ Mas Bro, sudah berdoa belum hari ini bukannya bulan ini adalah bulan Maria, Ambil rosariomu dan berdoalah.”Demikian sapaan Pak Haji Agus.

“Aduh diingatkan Pak Haji terimakasih ya… Oh ya Pak Haji masih rajin sholat Tahajud dan Dzikir ya, doakan ya agar  lingkungan kita tetap damai dan saling menghargai antar pemeluk agama.”

“Agama kita khan agama damai siapapun jadi jika tujuannya damai pasti akan didukung.”

“Terimakasih Pak Haji… Tidak usah digubris komentar orang - orang di media sosial yang ribut melulu masalah keyakinan.”

“Iya, hanya orang yang pengetahuan agamanya cetek yang meributkan agama. Jika setiap orang menjalankan agamanya dengan benar pasti tidak akan ada peperangan dan perselisihan.”

“Ya, Pak Haji hanya orang yang bermasalah dengan dirinya sendiri yang masih meributkan masalah keyakinan.”

“Baik, saya mau sholat dulu ya Mas Bro, itu adzan sudah memanggil.”

“Silahkan Pak Haji. Saya mau ke ziarah ke Gua Maria dulu.

Alangkah damainya dunia jiwa setiap manusia beragama bisa begitu toleran saling menghargai dan perbedaan. Salam damai selalu.

***