Mereka bebas berteriak deklarasi mendukung khilafah, seperti di Madura yang viral, mereka mengibarkan bendera HTI dengan kamuflase bendera tauhid.
Jokowi menentang pemulangan ISIS. Ini terjadi karena adanya empati dan simpati untuk 600 teroris. Bahkan wacana kaum teroris dan radikal (baca: eks teroris dan eks radikal ha ha ha) akan bekerja di BUMN. Meskipun akhirnya dibantah juga oleh BNPT.
Intinya. Ada pihak mendorong Jokowi, dengan dalih dan aneka strategi, untuk memulangkan teroris ISIS ke Indonesia. Atas nama HAM, kewarganegaraan. Padahal teroris ISIS sadis. Kejam. Tanpa peri kemanusiaan.
Tanpa 600 orang itu saja, teroris menjadi ancaman eksistensi Indonesia. Kepulangan mereka akan membangkitkan semangat teror. Sel-sel teroris tidur akan bangkit kembali.
Wacana pemulangan teroris ISIS bukan strategi main catur Jokowi. Bukan. Ini soal esensi kebenaran dan kenormalan berpikir. Komnas HAM teriak hak WNI, tak perlu didengar. Komnas HAM tak berguna sama sekali.
Harapan menjaga Indonesia dari intoleransi, radikalisme anti Pancasila, khilafah, HTI, Wahabi dan terorisme menjadi kabur. Pernyataan Jokowi tentang pemulangan teroris ISIS yang menyatakan: tidak. Namun, Mahfud MD membuat harapan ketegasan pada teroris hancur berantakan. Dia menyebut Jokowi akan memutuskan soal ISIS di Juni 2020.
Juni? Wah. Tahukah Anda? Kenapa Juni? Lebaran! Masa Lebaran. Sehingga kaum toleran memaafkan para teroris ISIS. Strategi komunikasi publik untuk mengambil keputusan di tengah suasana Lebaran. Cakep. Taktis. Pengibulan momentum buat 260 juta penentang ISIS.
Lho kok? Iya. Apalagi ternyata yang tegas menolak pemulangan ISIS hanya ada satu orang pejabat. Hanya satu orang. Jokowi. Dia adalah penolakan pemulangan 600 teroris ISIS.
Penolakan Jokowi diucapkan setelah Fachrul Razi menyampaikan komunikasi zig zag. Maju. Mundur. Maju. Koprol. Pulangkan ISIS. Tidak.
Dia terkabar ingin memulangkan 600 pengkhianat bangsa yang sudah membakar paspor Indonesia. Belakangan plin-plan. Kini, ikutan menolak kepulangan teroris ISIS dengan catatan mbulet. (Akan sama kisahnya dengan Rizal Ramli – meski ada LBP dan organ relawan yang saya suka ikut hadir: Bravo 5.)
Para pengkhianat eks WNI itu bergabung dengan ISIS. Mereka membunuhi anak-anak lelaki di Sinjar. Mereka memerkosa ribuan perempuan. Muda. Tua. Remaja. Semua perempuan mereka perkosa. Tanpa belas kasihan. Menolak diperkosa? Dor. Ditembak mati. Pistol menyalak jarak dekat. Peluru menghancurkan muka para perempuan yang belum sempat berkata: Tuhan! Roboh dengan muka tak berupa. Darah mengalir pelan dari jidat para wanita malang.
ISIS berkali lantang menantang TNI/Polri, Banser, NU, Kiai Aqil Shiradj. Mereka buktikan dengan pembunuhan keji terhadap anggota Brimob. Di Markas Komando Brimob. Di jantung simbol perlawanan terhadap khilafah, radikalisme, penjaga Pancasila.
Teroris ISIS yang sudah pulang ke Indonesia? Anak teroris eks Syria melakukan bom bunuh diri di Filipina. Sebagian bertempur di Marawi. Menghancurkan Kota Marawi, membunuhi perempuan dan lelaki. Sebagian lagi kabur ke Poso dan membaur di masyarakat. Mengerikan.
Maka tak heran Densus 88 terus membuntuti dan menangkapi para teroris. Belum lagi teroris eks Afghanistan yang menghasilkan Bom Bali I dan II, JW Marriot, serangkaian gereja, BEJ, dsb.
Gosh. Tiba-tiba saya ingat. Ken Setiawan. Kami berdiskusi panjang lebar. Tentang menangkal radikalisme anti Pancasila. Tentang mengarahkan Indonesia dari menjauhi khilafah. Tentang bahaya pengikut NII yang bersatu dengan HTI dan Wahabi. Meski awalnya beda mazhab politik.
Ken Setiawan menyebut: “Indonesia ibarat orang sakit. Namun, orang sakit tersebut sudah tidak merasakan sakit lagi.”
Artinya, kondisi darurat akan bahaya radikalisme dan bergeraknya kaum radikal menegakkan khilafah tinggal menunggu waktu. Buktinya? Mereka bebas berteriak deklarasi mendukung khilafah, seperti di Madura yang viral, mereka mengibarkan bendera HTI dengan kamuflase bendera tauhid.
Kini, hanya Jokowi pejabat publik tinggi yang menyatakan TIDAK dan tegas menolak ISIS. Level lainnya hanya Ganjar Pranowo yang menentang teroris ISIS. Lainnya seperti si tukang pencitraan Ridwan Kamil malah membuka wacana sama dengan Komnas HAM, Menag, dan kawan-kawan.
Alarm bahaya digorok teroris ISIS nyaring berbunyi. Tuhan tolong Jokowi untuk tegas menolak 600 teroris ISIS. Demi 260 juta orang waras di Republik Indonesia.
Ninoy Karundeng
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews