Karena Jokowi sangat memahami konsep ‘l’etat c’est moi dan ‘la grace de Dieu’ Raja Loius XIV hingga keputusannya penuh perhitungan. Dan, orang-orang di sekelilingnya. Seperti BIN, misalnya.
Jokowi memang unik. Dia paham tentang filosofi mengatur negara. Tentang konsep kekuasaan ala Raja Louis XIV yang brilian. Dia punya keyakinan, sejatinya dalam. Sangat filosofis plus membumi.
Konsep negara adalah saya ala Louis XIV. L’etat c’est moi. Konsep ini pun dalam tataran strategis dipahami oleh Presiden Jokowi. Tentang kekuasaan. Yet, Jokowi juga mendengar.
Herbert H. Rower, mendeskripsikan pemahaman Louis XIV tentang negara adalah saya sebagai sebuah kekuasaan administratif yang terpusat pada raja, presiden, bupati, dan sebagainya. Yang banyak tidak dipahami justru tentang “la grace de Dieu” alias “kekuasaan langit/Tuhan”. Di sini Jokowi menggabungkan dua hal yang ada dalam pemikiran Louis XIV.
Hanya yang pernah dekat dengan Jokowi, dalam arti bukan foto bareng doang selfie, yang akan paham pemikiran Jokowi. Salah satu alasan saya mendukung Jokowi – setelah Jokowi tiba-tiba muncul di 2011 – pasca kisruh dengan Bibit Waluyo. Sikap rendah hati Jokowi menggambarkan kekuatan pikiran dan strategi.
Tentang kisruh kekhawatiran dan kemarahan para relawan, akibat kepentingan tidak terakomodasikan, Jokowi sangat paham. Seperti kasus Budi Arie Projo yang ngambek sampai mau tidur di desa-desa – saking emosinya. Jokowi melihat itu hanya tertawa ngakak.
Sengakak tentang Kerajaan Agung Sejagad di Purworejo ciptaan pendukung Prabowo. Untuk penghargaan saya hormati jadi-jadian Raja Toto Santoso (42 tahun). Untuk si pacar Toto? Kita kasih gelar Maha Ratu Hemas Putri Koskosan Nyai Roropati Nelongsorogo Fanni Aminadia (41 tahun). Ide brilian membuat dagelan.
"Itu cuma hiburan," kata Jokowi sambil ngakak di Istana Kepresidenan beneran di Jakarta, Jumat (17/1/2020).
Loh Jokowi kok masih bisa ngakak. Tertawa. Di tengah kisruh negeri. Kenapa? Karena Jokowi sangat memahami tentang dua hal di atas: l’etat c’est moi dan la grace de Dieu. Bahwa memang benar ada kekuasaan. Namun, kekuasaan itu ada batasan dalam ‘the will of God’ kehendak Tuhan. Jokowi memercayai itu.
Maka ketika dihadapkan pada persoalan tekanan sana-sini, Jokowi kembalikan ke the grace of God. Sebagai manusia, Jokowi melihat sekeliling. Salah satu, jalan mendekatkan pada kebenaran keputusan – berdasar pada menjalankan Devine Right – Kehendak Langit, kemauan semesta kebenaran, adalah dengan mendengarkan.
Siapa yang didengar Jokowi? Relawan. Orang-orang terdekat dia. Tentang ini sungguh menarik. Jokowi tidak pernah meninggalkan orang yang pernah berjasa buat dia. Luhut Binsar Pandjaitan misalnya. Dia adalah arsitek dan mentor bisnis ketika Jokowi merangkak dari nol. Anggit adalah mentor media bersama Eko Sulistyo.
Maka, tak mungkin Jokowi membuang mereka. Karena mereka adalah para manusia tulus yang jauh hari membuat Jokowi tegak berdiri. LBP soal sukses pengusaha. Eko dan Anggit soal strategi media.
Pun demikian soal Prabowo. Prabowo adalah orang yang mengerek Jokowi jadi Gubernur DKI. Dengan harapan, Prabowo jadi RI-1. Kehendak Devine Right, ala Raja Louis XIV berpihak kepada Jokowi. Demikian pula Presiden Megawati identik dengan Prabowo. Mega yang mengangkat Jokowi mewujudkan Kehendak Langit. Dia adalah saluran kehendak Allah SWT yang tak bisa ditolak.
Maka menjadi sangat menarik ketika orang berteriak-teriak soal kadrun masuk Istana. Jokowi pasti memahaminya. Yang paham tentang pemikiran Jokowi akan paham tentang strategi. Tentang politik. Soal menyesuaikan kepentingan lingkaran – yang pada akhirnya Jokowi sendiri yang memutuskan.
Jokowi bukan orang yang bisa disetir oleh apapun dan siapa pun. Soal tekanan Budi Arie? Lah itu sama dengan soal Kerajaan Agung Sejagad Purworeja. Hanya hiburan. Kenapa?
Karena Jokowi sangat memahami konsep ‘l’etat c’est moi dan ‘la grace de Dieu’ Raja Loius XIV hingga keputusannya penuh perhitungan. Dan, orang-orang di sekelilingnya. Seperti BIN, misalnya.
Ninoy Karundeng, penulis.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews