Mendeskreditkan mahasiswa Papua yang sekalipun memang sering berdemo dan seolah-olah "bebas-hukum" tapi tampaknya dalam peristiwa ini justru jadi korban fitnah!
Bagi kalangan non-Muslim dan kelompok muslim di luar fans club-nya, FPI itu sungguh menjijikkan. Tidak percaya, tanyakanlah pada peristiwa kerusuhan Manokwari. Saya sejujurnya sudah curiga, sejak peristiwa "penyerangan" terhadap Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya terjadi. Apa dan siapa pembawa sial itu?
Disebut bermula dari peredaran foto bendera merah putih yang rusak di depan asrama tersebut di sejumlah grup WhatsApp. Hal itu diungkapkan oleh perwakilan organisasi masyarakat Front Pembela Islam (FPI) yang mendatangi asrama tersebut, pada Jumat 16 Agustus 2019 malam lalu. Mereka mengajak sejumlah elemen masyarakat lain mendatangi asrama dua lantai tersebut hingga suasana ricuh.
Sementara itu, Juri Bicara Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Dorlince Iyowau, yang saat ini tengah berada di asrama tersebut, membantah bahwa pihaknya melakukan perusakan bendera. FPI membangun opini yang seolah-olah mahasiswa Papua bersifat anarkis, dan ingin memecah belah NKRI. Padahal barang bukti yang berupa bendera yang dicabik-cabik itu sama sekali tak ada.
Sialnya, aparat kepolisian justru ikut memojokkan saudara kita anak-anak Papua itu, hingga ikut melakukan pengepungan. Menurut keterangan Juru Bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) Surya Antanya, aparat tidak melakukan investigasi mendalam terlebih dulu terkait perusakan Bendera Pusaka. Selain itu, aparat juga 'membiarkan' ormas reaksioner yang turut melakukan pengepungan.
Situasi diperparah saat aparat justru ikut menyerang asrama yang disertai tembakan gas air mata.Pihak aparat yang ada di lokasi sebelumnya tidak melakukan proses investigasi kepada mahasiswa di asrama terlebih dahulu. Bahkan lebih jauh pengepungan dan penyerangan ini juga diiringi perusakan berbagai fasilitas asrama.
Para pengepung juga beberapa kali melontarkan makian bernada rasis kepada mahasiswa Papua. Tercatat ada 43 mahasiswa yang terjebak di asrama.
Mereka bertahan dan mengamankan diri di dalam asrama tanpa makan dan minum semalaman. Tidur di emperan lantai asrama yang masih ada gas air matanya. Tak bisa keluar karena dikepung, ada anjing penjaga juga di depan pagar, mereka takut untuk keluar. Akibat peristiwa tersebut sedikitnya lima mahasiswa asal Papua yang terluka.
Keesokan harinya, Sabtu (17/8/2019), polisi merangsek ke dalam asrama dan mengangkut para mahasiswa ke Polrestabes Surabaya. Mereka menjalani pemeriksaan oleh polisi. Merangsek masuk dengan membawa senjata laras panjang, memperlakukan mereka seolah-olah adalah teroris yang harus dibekuk! Tindakan yang sangat berlebihan yang saya pikir memang sangat keterlaluan.
Sependek yang saya ikuti perkembangannya, peristiwa yang nyaris sama juga terjadi di Asrama Mahasiswa Papua Semarang. Juga beberapa kota lain di Jawa Timur, walau tidak terekspos secara luas. Syukurlah jumlah mahasiswa di kota lain tidaklah banyak, dan mereka lebih bersifat kooperatif.
Dari kondisi tersebut, tampaknya memang ada pola yang sama yang digerakkan oleh ormas yang sama di berbagai daerah untuk memprovokasi situasi. Menyakitkan karena hal tersebut dilakukan menjelang Peringatan Kemerdekaan Indonesia!
Mendeskreditkan mahasiswa Papua yang sekalipun memang sering berdemo dan seolah-olah "bebas-hukum" tapi tampaknya dalam peristiwa ini justru jadi korban fitnah!
Sesungguhnya peristiwa seperti sudah sangat biasa terjadi di kota pelajar seperti Jogja, tapi sejauh ini reaksi masyarakat lokal walau kesal tapi masih toleran. Hingga barangkali masuknya ormas-ormas radikal yang memang mulut dan kelakukannya menyebalkan sekali itu.
Dan... bum! meledaklah peristiwa kerusuhan di Manokwari yang sesungguhnya berupa aksi protes yang tak nyambung!
Karena barangkali hal tersebut bisa saja akumulasi banyak hal. Dapat dilihat dari mengapa mereka lebih memilih membakar Gedung DPRD? Tak jelas. Mungkin bentuk kekesalan terhadap perilaku para wakil rakyat yang gagal menyuarakan mereka!
Saya jelas ada dalam pihak mahasiswa Papua!
Itu protes keras terhadap sikap ambigu pemerintah terhadap organisasi macam FPI. Yang keberadaannya tak pernah jelas betul legalitasnya. Pembiaran yang berlarut-larut. Kasus Enzo mungkin dianggap terlalu sepele oleh TNI. Kasus UAS yang bahkan dibela MUI sebagai bukan penghinaan agama orang lain. Tanda kepekaan aparat keamanan memang tipis!
Sial betul mereka malah seolah menjadi beking sejenis FPI, HTI, dan sejenisnya.
Hari ini sudah jelas, api kecil yang dihembuskan FPI di Surabaya mampu membakar cepat Manokwari. Masihkah kau beri tempat dan lindungi mereka wahai NKRI!
#sayabersamapapua
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews