Jokowi ingin mengatakan pada Prabowo, bahwa duduk berdua dalam satu gerbong itu lebih leluasa untuk berbicara, dan menentukan arah tujuan.
Siapa yang mengira kalau pada akhirnya Pertemuan Jokowi dan Prabowo di MRT menyisakan luka bagi Pendukung Prabowo. Ternyata benar kalau dikatakan tidak ada pendukung Prabowo yang sebenarnya, yang ada hanyalah Pembenci Jokowi.
Pertemuan Joko WIdodo dan Prabowo Subianto, Sabtu 13 Juli 2019, di Stasiun MRT Lebak Bulus, adalah diawali dari lobi Pak Jusuf Kalla (JK), juga Kepala Badan Intelijen Negara, Budi Gunawan atau BG. Namun pemilihan tempat pertemuan, sepertinya murni inisiatif Jokowi.
Sebagaimana kita ketahui, Jokowi dalam banyak hal senang memanfaatkan hal-hal yang bersifat simbolik. MRT ini pun merupakan sebuah simbol kendaraan, yang dinaikin secara bersama, sebagaimana visualnya Jokowi dan Prabowo duduk berdekatan dalam satu gerbong.
Melakukan perjalanan bersama diatas satu rel yang melaju kedepan. Ini bukan saja cerminan komitmen bersama, tapi juga sebuah awal kesepakatan untuk bersama-sama dalam satu gerbong, menyongsong masa depan Indonesia yang lebih baik.
Pesan simbolik lewat diplomasi MRT ini harus bisa dicerna dengan baik oleh masyarakat, begitulah sejatinya sikap seorang negarawan, yang dengan ksatria rela mengorbankan ambisinya demi kepentingan bersama.
Prabowo rela dihujat oleh pendukungnya, yang selama ini sudah mati-matian membela perjuangannya. Prabowo juga siap di bully oleh para pendukungnya yang menolak rekonsiliasi, Prabowo pun rela menunggu Jokowi selama dua jam di Stasiun MRT Lebak Bulus.
Itulah cara Prabowo memperlihatkan kerendahan hati dan ketulusannnya, itu semua sama sekali berbeda dengan karakter yang diperlihatkan Prabowo selama masa Kampanye berlangsung. Untuk kali ini Prabowo menekan dalam-dalam berbagai sikap arogansinya.
Mau duduk bersama dalam satu gerbong, adalah perwujudan dari adanya kesamaan visi dan cita-cita, antara Prabowo dan Jokowi, dimana keduanya sangat mencintai keutuhan bangsa ini, keduanya sadar betul kalau selama ini sudah dipecah belah oleh kepentingan pihak Ketiga.
Duduk dalam satu gerbong MRT dengan Jokowi, Prabowo ingin mempertegas bahwa dia bukanlah bagian dari pihak yang ingin memecah belah bangsa yang dicintainya.
Duduk dalam satu gerbong dengan Jokowi di dalam MRT, Prabowo ingin memperlihatkan inilah orang yang akan membantunya dalam meraih keinginan dan cita-citanya. Sangat mungkin Jokowi akan memberikan karpet Merah bagi Prabowo jika mencalonkan diri sebagai Capres 2024 nanti.
Memang untuk mewujudkan cita-cita dan keinginannya yang belum tercapai, Prabowo harus mengubah lingkungan politiknya, harus lebih jeli lagi dalam melihat siapa yang sungguh-sungguh mendukungnya, bukan malah memanfaatkannya.
Prabowo juga harus mau mengubah patron politiknya, bahwa politik Identitas itu tidaklah menguntungkan didalam negara yang lebih mengutamakan kebhinekaan. Dalam Pilkada mungkin saja ampuh untuk digunakan, tapi tidak bisa diterapkan dalam Pilpres.
Jadi secara simbolik diplomasi MRT antara Jokowi dan Prabowo, Jokowi ingin mengatakan pada Prabowo, bahwa duduk berdua dalam satu gerbong itu lebih leluasa untuk berbicara, dan menentukan arah tujuan.
Bisa bersama-sama menentukan dimana enaknya berhenti dan makan bersama, memilih tempat yang tepat untuk berbicara dengan santai, tanpa ada gangguan dan berbagai bisikan, hanya berdua tanpa ada orang lain yang bisa Ikut campur.
Begitu istimewanya Prabowo diperlakukan oleh Jokowi, dan memang sudah selayaknya Jokowi memperlakukan Prabowo seperti itu, agar sebagai orang yang dikalahkannya tidak merasa dikalahkan dan dikucilkan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews