Suhu politik menjelang Pilpres 2019 makin memanas. Maka kita sebagai rakyat pemilih Pilpres? Mesti pintar-pintarlah kita memilah berita kampanye, mana yang benar-benar bener, mana yang terlihat bener tetapi sebenarnya tidak benar, mana yang jelas-jelas ngga bener. Dan yang paling susah, adalah berita seolah memakai bukti bener, padahal sebenarnya ngga benar.
Bertebaran berita –terbanyak– adalah berita yang menyerang kubu Presiden petahana. Ibarat pertarungan di papan catur, kubu Capres Joko Widodo (Jokowi) mendapat serangan kombinasi yang tajam melalui ucapan bertubi-tubi dari kubu Capres Prabowo Subianto – yang sering berpidato tanpa teks, dengan kalimat-kalimat terbuka namun banyak di antaranya yang tak didukung data valid. Atau datanya meleset, kemudian dikoreksi Badan Pemenangan Nasional-nya. Serangan lainnya berupa berbagai peristiwa yang hampir semuanya, tertuju pada petahana.
Serangan mutakhir kali ini justru bukan dari Prabowo. Akan tetapi dari mantan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Partai Demokrat. Jenis serangannya “lempar batu sembunyi tangan”. Siapa sejatinya pelaku yang sebenarnya? Atau siapa aktor intelektual di balik serangan itu? Publik dibiarkan meraba-raba. Atau menunggu penyidikan polisi.
Publik pemilih Pilpres 2019 sebenarnya sudah mulai pintar ketimbang lima tahun silam. Setidaknya publik tidak gampang terkecoh dengan peristiwa-peristiwa “telanjang” yang seolah-olah dilakukan kubu petahana, tak hanya Jokowi akan tetapi juga partai pendukung pemerintah, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Padahal sejatinya belum tentu begitu.
Sabtu (15 Desember 2018) sejumlah atribut partai Demokrat di Pekanbaru Riau, dirusak oleh pelaku tak dikenal. Peristiwa perusakan itu bertepatan dengan dua kejadian besar di Riau, yakni kedatangan Jokowi yang mendapat gelar adat “Datu’ Seri Setia Amanah Negara” dari Lembaga Adat Melayu (LAM) di Riau. Prosesi dilangsungkan di Kantor LAM Riau pada Sabtu (15/12/2018) pagi. Dan peristiwa kedatangan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berkampanye di Pekanbaru, Riau sejak hari Jumat.
Apabila kedatangan Jokowi mendapat sambutan meriah dengan gelar adat Melayu Sabtu pagi, maka kedatangan SBY berkampanye disambut baliho kedatangan dirinya dan poster-poster Partai Demokrat yang disobeki memakai cutter. Sebagian malah ditemukan, ada yang dibuang di parit.
Peristiwa di Pekanbaru ini tentunya menjadi buah bibir tidak hanya di media sosial, akan tetapi juga di media online hari Minggu (16/12/2018). Lucunya, hanya satu pelaku (dari perkiraan 35 orang menurut si pelaku) tertangkap basah, sedang memanjat dan menyobek spanduk Demokrat. Si tertangkap dan terduga pelaku, tidak dibawa ke kantor polisi dulu. Akan tetapi ke sebuah hotel “markas” Partai Demokrat selama kunjungan SBY di Pekanbaru.
Dalam sebuah tayangan interogasi di hotel, yang disebarkan melalui media sosial, si pelaku yang bernama Heryd Suanto atau Heryd Swanto, terlihat meringis ketakutan menjawab pertanyaan seorang anggota Partai Demokrat. Tertangkap jelas.
“Siapa yang nyuruh...?” tanya si anggota partai, “PDI ya..?” masih kata si penanya dari Partai Demokrat. Terlihat, di bawah tekanan, si anak mengiyakan ucapan “PDI” dari si penanya. Hmmm.....
Maka, langsung menyebar luaslah, bahwa aksi perusakan atribut-atribut Partai Demokrat di Pekanbaru hari Minggu itu, “dilakukan atas suruhan dari PDI”. Masih diperjelas lagi dengan “ucapan bersayap” (seperti biasa) dari pemimpin Partai Demokrat, SBY yang khas, diplomatis namun jelas tertuju siapa.
“Saya ini bukan Capres. Saya tidak berkompetisi dengan Bapak Presiden Jokowi. Saya sebagai pemimpin Demokrat berikhtiar berjuang dengan cara baik. Sesuai dengan konstitusi dan undang-undang. Tetapi kenyataan ini yang kami dapatkan,” ucap SBY, saat meninjau atribut yang telah rusak Minggu pagi. (Komentar ini dimuat berbagai media lokal maupun nasional, di antaranya RiauPosCo, detikcom, kompascom dan sejumlah media lain).
Otomatis, pembaca siapapun akan berpikir, “Ah, pelakunya suruhan PDI. Padahal SBY tak berkompetisi dalam Pilpres 2019 dengan Jokowi..,” Tetapi ketika Kapitra Ampera, salah satu pengacara dari kubu petahana melaporkan pada polisi mengenai tuduhan itu? Jubir partai Demokrat mengatakan, Demokrat tidak menuduh PDI. Hanya pelaku yang tertangkap, kata jubir demokrat (dalam sebuah wawancara di Kompas TV) mengaku suruhan dari PDI.
Si pelaku, Heryd Suanto, sudah ditangkap kepolisian setempat. Namun, sekitar 30-an pelaku lain (menurut terduga pelaku yang ditangkap), masih “at large” alias masih bebas bergentayangan tak tentu rimbanya.
Serangan “lempar batu sembunyi tangan” entah oleh siapa dan pihak mana ini, tentunya menguntungkan pihak Partai Demokrat sebagai “korban” dari kejadian Sabtu dinihari menjelang kedatangan Jokowi di Riau. Apalagi ditambah tangisan dari mantan Ibu Negara, Ani Yudhoyono dan haru-biru SBY menyaksikan spanduknya dirusak, semakin menyudutkan tudingan bahwa pelaku, atau aktor intelektual peristiwa itu adalah PDI atau kubu Jokowi. Dipertegas dengan ucapan SBY yang menyatakan bahwa ia “tidak sedang berkompetisi dengan Presiden Joko Widodo dalam Pilpres.... Tetapi kejadiannya begini.”
Playing victim?
Sebagian pembaca berita politik yang setia, banyak yang mengatakan seperti itu. Publik selama ini mengenal, mantan Presiden ke-6 RI memang jago berperan korban dalam berpolitik pasca berkuasa. Sulit untuk dibuktikan, tetapi lumayan jelas terasakan jika sudah terbiasa dengan gerak-gerik politik mantan presiden dua periode ini.
Apakah serangan di Pekanbaru ini sepengetahuan Capres Prabowo atau setidaknya Badan Pemenangan Nasional Prabosan (Prabowo-Sandi)? Ini juga sulit dibuktikan. Yang pasti, kalau toh ada peran – setidaknya tahu – maka keuntungan kubu Capres Prabowo dan Cawapres Sandiaga Uno adalah, “menonton gajah bertarung”. Antara dua lawan lama, pihak SBY dan kubu Megawati. Kubu Prabosan tinggal menonton...
Apakah ini kejadian murni, suruhan dari kubu PDIP, mentang-mentang Presiden pilihannya tengah menerima gelar terhormat dari kalangan Adat Melayu di Riau? Apalagi Jokowi yang sedang beracara di Riau? Akan tetapi ribuan posternya malah kedatangan SBY untuk berkampanye di Pekanbaru?
Sangat menariklah pastinya. Lantaran lokasinya adalah Pekanbaru, tempat kelahiran Cawapres Sandiaga Uno 49 tahun yang silam, yang adalah berdarah campuran bapak Gorontalo ibu asal Indramayu, Jawa Barat...
Belum lagi, bahwa pada Pilpres 2014, Riau adalah basis suara Prabowo Subianto ketika berpasangan dengan Hatta Rajasa. Maka, keriuhan sambutan masyarakat adat Riau terhadap Jokowi, apalagi dengan gelar terhormat dan resmi dari Lembaga Adat Melayu di Riau tentunya merisaukan. Oh, tak boleh dibiarkan.
Maka, tambah gencar serangan ke kubu Jokowi. Serangan kombinasi. Tak hanya dari sisi ekonomi, atau tebaran temuan ribuan KTP di Pariaman Padang dan Bogor – yang tentunya menebar kesan, bahwa seolah-olah Pilpres pada 17 April 2019 nanti akan diwarnai kecurangan. Kalah diolok-olok, menang pun kubu Jokowi akan dituding curang.
Ditambah lagi, Pekanbaru Riau basis suara Prabowo-Sandi seolah diobok-obok kubu Jokowi? Oh, tidak dulu lah yaow...
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews