Sebelumnya, pembohongan publik yang dilakukan oleh salah satu kubu calon presiden nyaris tanpa sanksi apa-apa. Padahal, Prabowo Subianto sebagai capres, dan elite-elite di lingkarannya, terlihat kompak menebar kebohongan tentang perempuan berusia 70 tahun yang sebenarnya baru operasi plastik dipelintir sebagai korban pemukulan. Namun awal 2019, tampaknya mereka mulai kena batunya.
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) terbilang berani mengambil langkah tidak populer. Mereka membuat sertifikat kebohongan, mengirimkannya kepada figur-figur yang terlibat. Salah satunya adalah Prabowo sendiri.
Partai yang acap dilecehkan sebagai "partai anak kemarin sore" mampu "menampar" seorang capres yang terkenal pemberang: Prabowo. Seolah menegaskan, jangan remehkan "anak-anak" yang notabene punya mata batin yang lebih jernih dibandingkan mereka yang cuma berbangga sebagai "orang dewasa" dan kenyang asam garam politik. Toh, seorang bekas jenderal yang katanya sudah akrab dengan perang pun bisa tertampar.
Menarik.
Katakanlah itu sebagai keisengan sebuah partai. Namun keisengan ini, hemat saya, memang dibutuhkan untuk pihak yang berpolitik dengan cara-cara lebih iseng: melecehkan warga (ingat kasus wajah Boyolali) hingga memfitnah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Apa yang menarik dari sini adalah bagaimana dengan keisengan sebuah partai baru, namun mampu menunjukkan bahwa seorang capres melihat masalah negara tidak lebih sebagai masalah iseng. Bagi Prabowo, urusan hoaks adalah urusan iseng. Menebar hoaks diposisikan setara dengan keisengan.
Tidak keliru, saya kira, jika Prabowo bertarung di Pemilihan Presiden (Pilpres) sebagai iseng-iseng saja. Toh, yang mengeluarkan banyak uang bisa jadi jauh lebih banyak uang pasangannya, Sandiaga Uno, dan pendukung-pendukungnya. Terlebih, urusan uang, sampai ke masyarakat miskin pun jadi sasaran mereka untuk menangguk uang--meski dibahasakan sebagai uang pemberian sukarela untuk perjuangan.
Kenapa Prabowo pantas disebut sebagai "Capres Iseng" tidak lain karena ia sudah menunjukkan keisengan yang tidak tanggung-tanggung. Dari keisengan menebar hoax seputar Ratna Sarumpaet hingga terkini soal RSCM.
Jika keisengan itu tidak disengaja, tentunya keisengan itu takkan dipertontonkan berkali-kali. Namun karena sudah berkali-kali memamerkan keisengan, memang cukup menegaskan bahwa ia memang figur iseng.
Tidak berlebihan jika salah satu partai yang sering diremehkan sebagai partai baru dan miskin pengalaman seperti PSI, menegur figur yang merasa lebih berpengalaman dengan pesan, "Sudah. Anda sudah tua, jangan lagi iseng. Sebab negara tidak bisa dibuat maju oleh orang-orang iseng."
Keisengan mereka di PSI tidak berbahaya karena tidak menyasar negara. Namun jika seorang capres terlalu iseng, terlalu berbahaya. Sebab jika ia sampai terpilih, buah keisengannya bisa berisiko hingga ke satu negara. Bukan kepada satu orang saja.
Apa yang dilakukan Prabowo dan sudah menjadi kebiasaannya itu adalah kebiasaan iseng yang memang sudah pantas dilawan oleh siapa saja. Sebab semua yang mencintai negaranya pastilah tidak ingin hancur di tangan orang-orang iseng.
Apalagi Prabowo sendiri yang sering berbicara tentang negara bubar, dan jika melihat keisengannya sendiri, justru lebih meyakinkan bahwa negara ini hanya bubar di tangannya. Bukan di tangan orang lain.
Bagaimana negara tidak bubar jika seorang pemimpin cuma mengandalkan landasan pikiran dan kesimpulannya dengan "Saya dengar ..." lalu langsung mengambil keputusan. Nah, Prabowo berkali-kali menegaskan dirinya adalah orang yang cepat mengambil keputusan hanya dengan mendengar, dan merasa itu menarik untuk didengar, ia langsung mengambil kesimpulan.
Dari karakter ini saja sudah cukup terlihat jika sosok Prabowo bukanlah orang yang pantas untuk memimpin sebuah negara sebesar Indonesia. Bahwa ia dinilai pantas sebagai capres, diakui sebagai capres resmi, cukup di situ saja. Setidaknya untuk menunjukkan kepada publik, ada orang yang mampu berbicara besar, dengan suara besar, namun sebenarnya untuk melakukan hal sederhana saja cenderung gegabah.
Mengeluarkan pernyataan seperti selama ini ia lempar, adalah sebuah hal sederhana. Jika untuk hal sederhana kerap asal-asalan, bagaimana meyakini jika kelak ia takkan asal-asalan dalam memimpin?
Maka itu, kembali ke soal sertifikat yang dikeluarkan oleh PSI terhadap Prabowo tersebut, cukup memperjelas siapa sosok capres yang tak lagi malu-malu menunjukkan kebohongannya. Apakah ada negara yang sukses dipimpin oleh figur yang gemar kebohongan dan membohongi orang-orang? Bohong!
Sebab ketika seseorang berbohong, maka dari situ saja ia sudah menunjukkan ketidakmampuannya mengendalikan diri: dalam mendengar dan menyaring apa yang didengar. Dengan ketidakmampuan mengendalikan diri begini, lalu mengira ia mampu mengendalikan negara sebesar ini jika memimpin? Bohong!
Maka itu, langkah partai kalangan milenial itu melabeli Prabowo sebagai penyebar kebohongan sudah menjadi langkah tepat. Setidaknya untuk memperjelas, "Ini lho yang gemar bohong, masak kita mau dibohongin!"
Soal apakah kelak rakyat memberikan kepercayaan kepada figur yang jelas-jelas punya rekam jejak kebohongan serius seperti sosok tersebut, itu kembali ke realitas lain yang mungkin perlu penegas: seberapa waraskah bangsa kita?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews