Terhenyak saya membaca timeline social media teman lama yang aktif di Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Tuan Polan, Sebut saja demikian. Meski di kalangan internal mereka, teman saya si tuan polan ini kerap kali disapa dengan panggilan Ustadz.
Tidak terasa hampir 5 tahun kami berteman. Bermula dari proses pemantapan nilai-nilai kebangsaan yang dihelat selama sepekan oleh sebuah lembaga negara saat akan memasuki tahun politik 2014 lalu.
Sebagai seorang kader partai Islam Progresif, Tuan polan yang berusia cukup matang (10 tahun diatas saya), termasuk pribadi yang supel. Hingga stigma bahwa kader PKS itu mengedepankan pemikiran-pemikiran Islam ekstrem pun terbantahkan. Dalam pergaulan selama kegiatan berlangsung, tuan polan akrab hampir dengan semua peserta yang berasal dari berbagai latar belakang partai yang berbeda.
Maklum, saat itu peserta adalah para caleg DPR RI pada pileg 2014. Semua aktifitas kelompok hingga diskusi ringan yang dilakukan non formal menunjukkan bahwa kader-kader PKS yang hadir kala itu membaur dengan berbagai kalangan. Hingga Tuan polanpun sempat ditunjuk sebagai ketua kelompok.
Ya, Tuan polan tentu belumlah menjadi tokoh yang kerap muncul di media yang mengatasnamakan PKS. Tapi setidaknya tuan polan adalah kader PKS yang cukup loyal.Hal itu terbukti d namanya masih muncul dalam daftar calon tetap Caleg DPR RI di salah satu daerah pemilihan yang berasaldari propinsi paling barat di Pulau Jawa pada pileg 2019 nanti.
Demikian pula dengan nyonya polan yang sama-sama aktif sebagai Kader PKS. Jadilah mereka dua sejoli yang sama-sama berjuang memperebutkan kursi DPR RI untuk PKS dalam kondisi yang sarat konflik.
Dari timeline tuan polan pulalah, saya mengikuti perkembangan konflik internal yang tengah melanda. Agaknya tuan polan termasuk pribadi yang ekstrovert, tidak berbeda jauh dengan diri saya. Ungkapan-ungkapan ekspresif terkait kondisi partai kerap muncul meski sebatas analogi.
Terkadang saya ikut memberi komentar, diantara sekian komentar dari sesama kawan internal PKS si tuan polan. Termasuk saat saya meminta waktu agar bisa berdiskusi tentang kondisi PKS kini. Hal itu Bukan tanpa sebab. Jauh sebelum saya mengenal hiruk pikuknya politik sekarang ini,di tahun 1999 itu pulalah Kali pertama saya menyimak pemaparan Visi Misi Partai politik yang menghadirkan PKS sebagai partai baru melalui layar Televisi.
Tak cukup hanya sebatas mengulik informasi dari situan polan, saya pun mencoba menyapa teman SMA. Tahun 2014 lalu namanya tercatat sebagai Caleg PKS. Namun sayang, teman SMA saya merupakan sosok pribadi introvert. Tidak banyak hal yang bisa saya gali dari sapaan singkat melalui chat whasshap. Namun dari jawaban yang diberikan, saya mencoba menarik hipotesa bahwa kini dia sudah kurang aktif di PKS.
"Pilih Jalur Professional" demikian kalimat yang dia tuliskan mana kala saya bertanya terkait pencalegan dirinya di pileg 2019 mendatang. Mungkinkah ketidakaktifan rekan saya ini disebabkan oleh konflik internal PKS saat momentum pilkada beberapa waktu lalu?
Santer tersiar di beberapa media adanya penggantian posisi ketua dalam struktur organisasi PKS di beberapa wilayah dilakukan secara sepihak oleh DPP PKS. Dan ini menjadi satu dari sekian banyak potensi konflik yang memiliki multi player efek bagi tumbuh kembang PKS menjelang pilpres 2019.
Masyarakat Madani Vs Garbi
"Masyarakat Madani", Kata yang paling melekat dalam ingatan hingga kini terkait dengan PKS yang pada awalnya bernama PK (Partai Keadilan). Lantas sekarang kemana konsepsi masyarakat madani yang dicita-citakan ? masih adakah kini?
Saya pun melakukan penelusuran. Mengulik foto-foto social media si tuan polan tidak untuk tujuan yang merugikan adalah hal pertama disusul kemudian membuka website Partai berlambang dua bulan sabit yang mengapit untaian 17 bulur padi ditengahnya. Bulir padi ditengah inilah yang menjadi pembeda dari lambang partai keadilan dalam proses kesejarahannya.
Makna kesejahteraan bagi PKS tentu peruntukannya bukan sebatas bagi kader internal mereka saja, melainkan ditujukan bagi seluruh masyarakat Indonesia melaui konsepsi madani seperti yang mereka cita-citakan. Meski dalam bingkai universal kebhinekaan, belum semua paham dan bisa menerima konsepsi masyarakat madani begitu saja.
Berselancar diwebsite partai bernomor urut 8 ini pun sempat saya lalukan untuk memastikan dimana letak masyarakat madani itu PKS tempatkan. dua kata yang menjadi kalimat sakti itu masih tetap ada dan jelas tertuang dalam AR/ART PKS. Dalam Bab II pasal 6 Anggaran Dasar tentang visi dan Misi disebutkan :
Misi Partai adalah Menjadikan partai sebagai sarana perwujudan masyarakat madani yang adil, sejahtera,dan bermartabat yang diridlai Allah SWT, dalam keutuhan NKRI.
Berulang kali saya membaca kalimat diatas yang memiliki ruh kebangsaan sebegitu kuat dengan menyebut NKRI. Tapi kini, apa yang terjadi?konsepsi masayarakat madani mati suri. Diganti oleh konflik yang menggambarkan adanya tirani.
Politisi PKS kerap muncul dalam seringai lawan pemerintahan. Sungguh jauh dari kesan Tabayyun.Hingga konflik berkepanjangan berakibat pada pengunduran diri fungsionaris partai di beberapa daerah, termasuk caleg yang namanya sudah masuk dalam daftar calon tetap dari PKS.
Ada apa gerangan tuan?/ Beruntung ditengah upaya menrampungkan tulisan ini, tuan polan merespon positif chat saya yang berisi ijin menggunakan foto-foto dokumentasi sekaligus meminta waktu berdiskusi dengan sistem mengajukan pertanyaan seputar konflik PKS. Berikut kutipannya :
Saya : Pak seberapa optimis PKS meraih target perolehan suara di pileg 2019?
Tn.Polan :12 % bu, Angka optimis.
Saya : Sebenarnya angka 12 % itu tidak muluk-muluk dan cukup realistis ya pak.
Garbi bentukan FH apa akan mejadi embrio partai ?
Tn.Polan : Iya, Bentukan AM dan FH. AM Dia gembongnya
Saya : Ambisi Mereka sebenarnya apa sih pak?
Tn Polan :Mereka gak dpt tempat di pks, nyempal, Yg di bangun pks itu kekuatan tim bukan individu
Saya : Mereka tidak masuk DCT Caleg?
Tn Polan :Mereka tdk mau menandatangani komitmen pks ya tdk masuk.
Tn Polan : Setiap caleg harus menandatangani fakta integritas, klo tdk berarti tdk siap
Tn Polan : Salah satunya siap di paw.
Makanya sekarang kan FH seharusnya sdh tdk WK DPR, ngotot gak mau turun
Berdalih dipilih konstituen, Caleg kan mandatori partai, maka sakarang baru merasakan klo partai tidak mencantumkan, ya tidak masuk.
Tn Polan : Sama-sama Bu.
Sekelumit percakapan atau lebih tepatnya rasan-rasan perilaku elit PKS diatas menjadi rujukan bagi saya untuk melakukan analisa tipis-tipis. Sudah duduk, lupa berdiri. begitu mungkin kata sederhana yang mengungkap betapa empuk kursi kekuasaan. Salah satunya kursi parlemen yang diperebutkan dalam tempo 5 tahunan.
Menyoal masayarakat Madani yang ditawarkan PKS ternyata kini sebagian merubah haluan menjadi Gerakan Arah Baru Indonesia. Sayangnya Arah baru Indonesia besutan FH dan AM ini pun tidak jelas menyebut arah mana dan kemana Indonesia baru tersebut akan dibawa? Timur - Barat? Selatan-Utara? tentu bukan sesederhana itu menjadikan sebuah gerakan politik memiliki nilai tawar di mata pendukungnya.
Mampukah GARBI menggembosi roda-roda politik PKS yang ternyata tak memasak target muluk-muluk pada pilpres 2019 nanti? Angka 12 \% bukanlah angka maksimal kemenangan bagi sebuah partai. Bahkan bisa dibilang ini ambang batas survival politik. Dengan nomor urut 8, bukan tidka mungkin perolehan suara nasional PKS tidak jauh bergeser dari angka tersebut kurang lebihnya. Apalagi jika kemudian, banyak kader daerah yang kembali memilih jalan profesional diantara cita-cita Masyarakat Madani dan Ambisi politik para tokoh Garbi. Siapa masih peduli?
salam damai penuh kasih
keterangan : sumber foto
1 (atas) : PKS.id
2 (lembar SK ) : Liputan6.com
3 dan 4 : Dok.pribadi tuan polan atas seizin yang bersangkutan
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews