Tokoh politik yang ingin maju dalam pilpres 2024 agar berhati-hati dalam ucapan, komentar atau dalam menulis di medsos agar tidak "diahokkan" atau "diferdinandkan".
Ferdinand Hutahaean ditetapkan sebagai tersangka Mabes Polri terkait ujaran kebencian akibat cuitannya di media twitter.
Dalam cuitan tersebut Ferdinand menulis kalimat: "Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya. DIA lah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu di bela". Begulah cuitan kalimat lengkapnya.
Mengapa Ferdinand Hutahaean dilaporkan ke aparat penegak hukum atau kepolisian?
Karena ada pihak-pihak yang merasa tersinggung dengan cuitannya yang dianggap melecehkan, merendahkan, mengecilkan atau melemahkan tuhan dalam Islam.
Apakah hanya karena faktor itu saja Ferdinand dilaporkan terkait cuitannya?
Sebelumnya Ferdinand juga pernah dilaporkan terkait cuitannya juga soal seseorang terkait tokoh yang disamarkan dengan nama "Caplin". Tetapi tidak ada kabarnya lagi terkait masalah itu.
Di media sosial itu baik Facebook atau Twitter ada pihak-pihak yang mengawasi atau saling mengintai seperti burung hantu yang mengincar mangsanya. Mencari-cari kesalahan terkait ucapan, tulisan atau unggahan status yang bisa dipermasalahkan secara hukum.
Bahkan ada orang-orang yang dianggapnya musuh karena dituduh sering menyudutkan umat Islam dan orang itu sedang dibidik atau diintai di media sosial. Sebut saja Abu Janda atau Permadi dan Denny Siregar.
Kasus yang menjerat Ferdinand itu kurang lebih juga seperti itu yaitu ditunggu momennya kapan dia terpeleset terkait ocehannya dalam medsos. Pucuk dicinta ulam pun tiba dan saat-saat yang ditunggu itu tiba yaitu cuitannya di Twitter disambar oleh mata-mata burung hantu. Jadilah masalah hukum.
Sejak kasus Ahok yang dianggap menista agama Islam dan bisa menyatukan kekuatan ormas-ormas Islam bersatu padu untuk memenjarakan Ahok. Sejak itu mereka berburu cuitan tokoh-tokoh publik atau politik yang dianggap musuh dan tidak dalam barisan mereka.
Bahkan Ganjar Pranowo yang sekarang gubernur Jawa Tengah juga pernah nyaris diperkarakan lewat puisi yang dibacakannya. Padahal Ganjar membaca puisi karya Gus Mus seorang kyai atau pemuka agama. Penggalan pusinya yaitu "Kau bilang Tuhan sangat dekat, namun kau sendiri memanggilnya dengan pengeras suara setiap saat".
Orang yang ingin mencelakakan Ganjar dengan bacaan puisi ini dulunya seorang pembaca berita di televisi Patroli atau berita kriminal. Anehnya ia meminta maaf ke Gus Mus tetapi tidak minta maaf ke Ganjar Pranowo. Padahal yang ingin difitnah adalah Ganjar Pranowo bukan Gus Mus nya.
Ini semua sebenarnya ada kaitanya polarisasi pilpres 2014 dan 2019 yang membuat dua kubu "cebong vs kampret", dan "kampret" bermutasi menjadi "Kadrun". Kadrun pun ada Kadrun Garis Keras dan Kadrun Tulang Lunak. Dari sinilah awal muaranya. Berimbas sampai sekarang dan mungkin sampai 2024.
Kalimat atau kata-kata yang membawa Ahok masuk penjara, seandainya sekarang ada yang mengucapkan dengan kalimat atau kata-kata yang sama tetapi beragama Islam, seyakin-yakinnya tidak ada yang akan melaporkan atau dianggap menista agama Islam. Karena tidak ada kepentigan nilai politiknya,paling dianggap orang stres dan tidak usah diributkan.
Sedangkan Ahok adalah tokoh politik dan etnis atau agamanya juga lain, maka sempurnalah latar belakang yang berbeda itu menjadi bahan bakar tersendiri bagi pihak yang ingin memenjaraknnya.
Artinya ketika kalimat yang sama atau kata-kata yang sama-ketika diucapkan atau dituliskan dalam medsos dengan orang yang berbeda latar belakang agama atau etnis atau dengan status sosial yang berbeda-bisa membawa konsekuensi atau risiko hukum tersendiri.
Kalau mau mencari kalimat atau kata-kata yang dianggap merendahkan agama terkait perdebatan di media sosial, itu banyak dan lebih kasar dari apa yang dicuitkan oleh Ferdinand ini.
Untuk itu tokoh politik yang ingin maju dalam pilpres 2024 agar berhati-hati dalam ucapan, komentar atau dalam menulis di medsos agar tidak "diahokkan" atau "diferdinandkan".
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews