Masyarakat diminta untuk bersama-sama mengantisipasi kebangkitan teroris pasca momentum kemenangan Taliban di Afganistan. Hal itu disebabkan kemenangan Taliban dapat menginspirasi kelompok radikal untuk mewujudkan cita-citanya untuk mengganti ideologi dan membentuk pemerintahannya sendiri.
Terorisme dan radikalisme adalah 2 hal yang patut diantisipasi di Indonesia, karena sudah berulang-kali kelompok teroris melakukan tindakan, mulai dari ancaman hingga pengeboman. Mereka yang berpikir secara radikal tidak setuju atas azas Pancasila dan ingin mengubah dasar negara. Padahal sejak tahun 1945 UUD dan Pancasila tidak bisa diubah, bahkan oleh pejabat tinggi sekalipun.
Ketika di Indonesia viral berita tentang pemberontakan Taliban yang mereka lakukan di Afghanistan, maka reaksi masyarakat bermacam-macam. Ada yang menganggapnya biasa saja tetapi ada yang malah kagum. Hal inilah yang dikhawatirkan oleh wakil rakyat, karena bisa berpengaruh buruk di Indonesia.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni meminta BNPT untuk mengantisipasi fenomena kebangkitan Taliban di Afghanistan. Ia tidak ingin di Indonesia ada kelompok kecil yang terinspirasi oleh tindakan mereka. Taliban bisa saja memberi efek pada kelompok oknum (radikal) di Indonesia, jadi BNPT harus mawas dan tidak boleh lengah.
Menanggapi imbauan Sahroni, maka Ketua BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar menyatakan kesiapannya. Ia dan seluruh jajarannya sudah menyiapkan ‘vaksin’ untuk menanggulangi kemungkinan terburuk tersebut. Yang dimaksud dengan vaksin adalah penanaman nilai-nilai kebangsaan, sehingga masyarakat, khususnya kaum muda, tidak terlibat dalam terorisme.
Cara pertama yang dilakukan untuk menanggulangi radikalisme dan potensi kebangkitan teroris adalah dengan penanaman nasionalisme di sekolah.
Sejak TK, anak-anak sudah diajari cara menghafal Pancasila, dan lebih baik lagi diajari pula untuk mempraktikannya. Caranya dengan penanaman taat beragama hingga pemberian contoh azas keadilan bagi seluruh murid. Jadi sejak kecil mereka sudah akrab dengan penanaman Pancasila.
Untuk mempertinggi rasa nasionalisme maka biasanya diadakan karnaval memakai baju adat daerah pada bulan agustus dan april. Ini bukanlah sebuah ajang pamer, melainkan cara untuk menanamkan cinta budaya dan bangsa sejak dini. Penyebabnya karena mayoritas peserta adalah anak-anak, jadi mereka akan memiliki rasa nasionalisme dan menolak paham radikal, kelak ketika dewasa.
BNPT juga bisa bekerja sama dengan Kemendikbud untuk lebih mengawasi sekolah swasta. Pasalnya, ada yang yayasannya ketahuan berafiliasi dengan kelompok radikal. Jika diteruskan maka akan berbahaya karena anak-anak yang masih polos akan teracuni pikirannya dan ingin berjihad sampai Afghanistan. Lantas menularkannya kembali di Indonesia.
Selain itu, BNPT juga bisa memblokir situs dan akun media sosial milik mereka. Dengan bekerja sama dengan Kominfo, agar ada ahli IT yang melakukan pemutusan link agar teroris tidak bisa mengakses internet sama sekali. Jadi mereka tidak bisa melakukan koordinasi dan perekrutan di dunia maya.
Cara-cara ini ditempuh agar masyarakat tidak terpengaruh oleh kebangkitan Taliban, sehingga mereka sadar bahwa pemberontakan adalah hal yang salah. Meski di Indonesia ada kelompok oposisi tetapi tidak sampai melakukan pemakzulan, apalagi perebutan kekuasaan dengan kasar.
Masyarakat juga paham bahwa terorisme dan radikalisme di Afghanistan amat berbahaya jika dilakukan di Indonesia. Oleh sebab itu mereka setuju akan penanaman rasa nasionalisme sejak kecil. Penyebabnya karena anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang memiliki rasa cinta yang besar ke Indonesia dan tidak mau diajak oleh kelompok radikal.
BNPT berusaha keras agar tidak ada lagi kasus terorisme dan radikalisme di Indonesia, dan jangan sampai tragedi di Afghanistan ditiru oleh para oknum di negeri ini. Pencegahan akan menyebarnya radikalisme terus dilakukan. Tujuannya agar negara tetap aman dan tidak dirongrong oleh teroris. (Ridho Ramadhan)
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews