Kesamaan Media dan Politisi

Terlalu sadis kalau dikatakan melacurkan profesi, tapi apa padanan kata yang tepat untuk menyebutkannya saya pun kesulitan mencari persamaannya.

Kamis, 4 Juni 2020 | 07:12 WIB
0
301
Kesamaan Media dan Politisi
Ilustrasi para raja media (Foto: tirto.id)

Trend Headline Media massa dewasa ini nyaris seragam arah serangannya, entah untuk sekadar menarik perhatian, atau memang sesuai arahan. Narasi yang disebarkan juga nyaris seragam.

Media itu kadang kelakuannya mirip politisi, bersikap kritis bukan lagi menjadi prinsip, tapi sudah menjadi kebutuhan untuk menghidupi periuk nasi.

Sebagian besar politisi kita seperti itu, kritis terhadap pemerintah agar mendapat perhatian, begitu dikasih jabatan malah tidak bisa berbuat apa-apa, ketika dipecat merasa dizolimi.

Media pun meniru perilaku politisi, bersikap kritis bukan lagi dianggap sebagai kewajiban, isi pemberitaan dijadikan senjata untuk mengintimidasi atas dasar kepentingan pemesan.

Abai terhadap etika jurnalistik semata hanya untuk mengejar keterbacaan, jurnalisnya malas verifikasi berita, hanya karena mengejar deadline, kalau terjadi misleading bisa dikoreksi nantinya.

Padahal media adalah benteng terkahir kita untuk menjaga marwah nilai-nilai kebangsaan, ditangan jurnalislah kecerdasan masyarakat dalam mendapatkan imformasi terasah.

Terlebih munculnya media daring abal-abal yang diawaki jurnalis abal-abal, betul-betul menambah polusi imformasi, yang mengotori ruang maya.

Sikap kritis politisi yang tidak bisa membedakan antara kritik dan caci maki, menjadi santapan dan dagangan media daring, hanya demi mengejar tingkat keterbacaan dan banyaknya propaganda niaga.

Begitu sulitnya menghadapi persaingan bisnis media, cara apapun dihalalkan, hanya demi mengejar tingkat keterbacaan dan propaganda niaga.

Menerbitkan headline berita yang bombastis dan kadang tidak nyambung dengan isi pemberitaan, sudah dianggap biasa, kalau ramai jadi perbincangan, baru dikoreksi kemudian, kalau dianggap salah, tinggal minta maaf.

Sama sekali tidak ada rasa tanggung jawab terhadap apa yang disampaikan, bisnis menjadi orientasi utama, rusaknya moral bangsa akibat pemberitaan yang disebarkan, dianggap bukan tanggung jawab awak media.

Rela disesatkan kepentingan sesaat, dan mengabaikan tatanan dan harkat yang harusnya tetap terjaga. Demi eksistensi media dan awak yang ada dibelakangnya.

Terlalu sadis kalau dikatakan melacurkan profesi, tapi apa padanan kata yang tepat untuk menyebutkannya saya pun kesulitan mencari persamaannya.

***