Rancangan undang-undang HIP alias haluan ideologi pancasila yang diusulkan oleh DPR, mendapat penolakan dari masyarakat. Pasalnya, RUU itu dianggap melecehkan pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Masyarakat pun mengapresiasi sikap Pemerintah yang menjamin bahwa RUU ini ditunda.
RUU HIP yang diusulkan baru-baru ini, dianggap kontroversial karena menyetujui konsep trisila dan ekasila. Trisila berarti hanya ada 3 sila yang penting untuk rakyat Indonesia, yakni Ketuhanan, Nasionalisme, dan gotong royong. Sedangkan ekasila adalah hanya 1 sila yang jadi inti, yakni gotong royong.
Banyak orang yang marah dengan adanya RUU HIP, karena ia juga ingin mengubah kalimat ‘ketuhanan Yang Maha Esa’ menjadi ‘ketuhanan yang berbudaya’. Pengubahan kata ini berbahaya karena Indonesia bisa dianggap sebagai negara yang tidak beragama alias ateis. RUU HIP juga tidak mencantumkan TAP MPRS nomor XXV tahun 1966 tentang larangan komunisme. Sehingga dikhawatirkan akan membangkitkan PKI lagi dan Indonesia jadi memperbolehkan paham marxisme dan leninisme.
Presiden Joko Widodo sudah menjamin bahwa RUU ini ditunda pelaksanaannya, bahkan menolak tegas RUU HIP tersebut. Beliau juga tidak mengirimkan surat tanda persetujuan alias surpres kepada DPR. Hal ini dilontarkan Jokowi ketika beraudensi dengan belasan purnawirawan polri dan TNI, 19 juni 2020.
Terlebih, Presiden Joko Widodo menambahkan, RUU HIP adalah inisiatif DPR dan pemerintah tidak ikut campur. Saat ini, konsentrasi pemerintah adalah untuk mengatasi efek pandemi covid-19, bukan menyetujui RUU baru yang tentu juga menghabiskan biaya. Jadi tidak benar kalau pemerintah yang mengusulkan RUU HIP dan merestui kebangkitan PKI.
Pemerintah memutuskan untuk menunda RUU HIP karena selalu menjalankan amanat rakyat dan mendengar suara mereka. Jadi tidak semua usulan dari DPR disetujui. Jika suatu rancangan RUU malah merugikan rakyat Indonesia, maka akan ditolak mentah-mentah. Masyarakat jangan takut, karena pemerintah masih sangat memperhatikan nasib mereka.
Jokowi juga menegaskan bahwa penolakan draft RUU HIP yang diusulkan beberapa saat lalu, karena tidak mencantumkan TAP MPRS tentang larangan komunisme di Indonesia. Tidak benar bahwa pemerintah menyetujui kebangkitan PKI, apalagi merestui adanya paham komunisme, marxisme, dan leninisme. Karena tidak sejalan dengan azas pancasila dan bhinneka tunggal ika.
Munculnya PKI kembali di era Presiden Jokowi hanya isu dan jangan percaya hoax begitu saja. Berita bohong ini tentu bergulir karena setiap usulan dari DPR selalu disiarkan oleh media cetak dan elektronik, dan bisa ada beribu persepsi dan isu yang ‘digoreng’ sehingga menarik minat banyak pembaca. Padahal DPR baru mengusulkan RUU HIP dan tidak disetujui oleh presiden.
Jika memang RUU ini jadi diresmikan, ada banyak syarat agar tidak terkesan mengkerdilkan pancasila. Di antaranya dengan menghapus ketentuan trisila dan ekasila serta kata-kata ‘ketuhanan yang berbudaya’. Selain itu, wajib dimasukkan TAP MPRS yang mengatur tentang pelarangan komunisme di Indonesia. RUU ini masih berupa draft mentah dan bisa diganti isinya agar tetap berlandaskan pancasila.
RUU HIP yang akhirnya ditunda pelaksanaannya, masih menjadi topik hangat di tengah masyarakat. Mereka ingin rancangan undang-undang ini dihapus saja, karena RUU HIP yang menyetujui konsep trisila dan ekasila dianggap melecehkan pancasila sebagai dasar negara. Presiden menegaskan bahwa RUU ini tidak disetujui dan beliau tidak mengirim surpres kepada DPR. Jadi tidak benar bahwa pemerintah menyetujui kebangkitan komunisme di Indonesia.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews