Kasus Penusukan Wiranto dalam Perspektif Media

Sabtu, 12 Oktober 2019 | 15:28 WIB
0
591
Kasus Penusukan Wiranto dalam Perspektif Media
Foto: Pinterpolitik.com

Berbagai perspektif muncul kepermukaan terkait pelaku penusukan Wiranto. Perspektif tersebut sekaligus framing terhadap latar belakang terjadinya penusukan.

Dalam framing media, penusukan terhadap Wiranto tidak semata-mata dilatari oleh pengaruh radikalisme, tapi ada sebab lain yang mendasari perbuatan tersebut. Seperti temuan CNN Indonesia.

Pelaku penusukan Menko Polhukam Wiranto, Syaril Alamsyah alias Alam berasal dari Kelurahan Tanjung Mulia Hilir, Kecamatan Medan Deli, Sumatera Utara.

Rumah pelaku tergusur proyek pembangunan Tol Trans Sumatera yang digencarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sementara dalam framing pihak keamanan, pelaku penusukan Wiranto adalah bagian dari kelompok jaringan terorisme, yang berafiliasi dengan ISIS. Wiranto sebagai Menko Polhukam, adalah corong Pemerintah dalam membasmi radikalisme.

Untuk memperkuat dugaan tersebut, nama pelaku pun secara lengkap diimbuhi nama yang biasa dipakai kelompok teroris, Syaril Alamsyah alias Abu Rara.

Tapi memang tidak semua media melansir dalam perspektif yang berbeda dengan Pemerintah, sebagian besar masih mengamini bahwa penusuk Wiranto adalah bagian dari jaringan yang terorganisir.

CNN Indonesia sama sekali tidak mengaitkan Alamsyah dengan radikalisme, apakah benar yang melatari penusukan terhadap Wiranto semata-mata karena rumahnya yang tergusur oleh pembangunan Tol yang dilakukan Jokowi.

Pertanyaanya adalah, kenapa bukan Jokowi atau Menteri PUPR, Basuki yang menjadi target pelaku, Wiranto tidak ada kaitannya sama sekali dengan pembangunan jalan tol.

Produser CNN Indonesia TV, Agus Supratman, saat melaporkan hasil reportase di Medan, Kamis (10/10).

"Rumah Alam sendiri sudah tidak ada lagi karena sejak adanya proyek pembangunan ruas jalan Tol Trans Sumatera, yaitu ruas medan binjai rumah alam menjadi bagian yang terkena dampak,"

Dari sini terbaca, ada upaya penggiringan opini publik, bahwa latar belakang penusukan Wiranto bukanlah karena pelaku terkait jaringan radikalisme, seperti yang dituduhkan Pemerintah.

Sementara Kompas.com, mencoba melihat Abu Rara alias Alamsyah dalam perspektif yang berbeda dengan CNN Indonesia.
Kompas.com menelusuri latar belakang pendidikan dan kehidupan rumah tangganya.

Abu Rara dikenal pintar dan cerdas. Dia menyelesaikan kuliahnya di fakultas hukum di salah satu universitas ternama di Sumatera Utara.

Kala itu, SA dan keluarganya tinggal di Jalan Alfakah, Kelurahan Tanjung Mulia, Hilir, Kecamatan Medan Deli.

Saat usianya 27 tahun, SA menikah dengan istrinya yang pertama yakni Netty pada tahun 1995. Sayangnya pernikahan tersebut hanya bertahan 3 tahun. Mereka bercerai.

Hal tersebut membuat SA frustasi dan mengkonsumsi narkoba jenis pik kurtak. Dia juga sering ikut judi togel.

"Sampai hitam keningnya disundutnya dengan api rokok setelah makan 12 butir kurtak. Itu di depanku," cerita Alex (39), sahabat SA di Medan.

Apa yang diurai oleh Kompas.com, dalam segi alamat tempat tinggal di Medan, sama dengan apa yang disampaikan CNN Indonesia, hanya saja investigasi Kompas.com lebih menelusuri latar belakang perilaku pelaku.

Lebih lanjut Kompas.com memaparkan, setelah bercerai denga istri pertamanya, SA berangkat ke Malaysia. Sang sahabat, Alex, saat itu hanya mengetahui bahwa teman baiknya itu jalan-jalan di Malaysia.

Lima bulan di Negeri Jiran, SA kembali dengan penampilan yang berbeda seperti menggunakan peci dan lebih agamis.

Dari cerita Alex teman Abu Rara, sama sekali tidak menceritakan perihal penggusuran rumahnya, juga tidak menguraikan apakah Abu Rara pernah bergabung dengan kelompok radikalis.

Karena memang terputusnya hubungan Alex dan Abu Rara dalam waktu yang cukup lama, karena Abu Rara meninggalkan kampung halamannya, dan tidak tahu dimana rimbanya.

Sebagai masyarakat tentunya kita mempunya perspektif tersendiri dalam melihat kasus penusukan terhadap Menko Polhukam Wiranto, dan tidak ingin gegabah membenarkan kedua framing yang sudah tersaji.

Radikalisme itu memang ada, tidak bisa dibilang tidak ada, hanya saja sebagai masyarakat kita harus tetap mewaspadai keberadaannya. Membiarkan begitu saja gerakan tersebut, bukanlah sebuah sikap yang baik.