Yang "Radikal" di Kabinet Indonesia Maju

Sekarang tugas masyarakat adalah mengawal kerja kabinet. Jokowi sudah berjanji bahwa mereka yg tidak perform tak ragu akan dicopotnya.

Rabu, 23 Oktober 2019 | 14:23 WIB
0
680
Yang "Radikal" di Kabinet Indonesia Maju
Kabinet Jokowi Jilid II (Foto: Merdeka.com)

Jokowi baru saja mengumumkan formasi kabinet barunya. Saya sempet prediksi seperti di post sebelum ini namun ternyata beberapa post tertukar orang. Ini karena saya memakai acuan standar dalam menilai sementara presiden ternyata memakai sudut berbeda.

Banyak hal yang saya lihat cukup "radikal" di sana. Yang paling jelas adalah bagaimana Jokowi menempatkan seorang sipil sebagai Menkopolhukam, jabatan yang sepanjang sejarahnya selalu diisi oleh militer. Jokowi langsung mengimplementasikan pesan dalam pidato pelantikan kemarin soal mengubah rutinitas.

Menempatkan sipil di posisi menkopolhukam mungkin jawaban presiden atas banyaknya isu kekerasan dalam penanganan konflik sipil. Dengan memasukkan Mahfud MD, artinya memasukkan unsur sipil ke dalam pendekatan militer sehingga diharapkan bisa lebih semakin humanis.

Protes berbagai pihak soal pidato yang tidak menyinggung demokrasi dan HAM seolah dijawab spontan melalui aksi "radikal" ini. Dan sebagai sipil yang juga dekat unsur agama, Mahfud adalah orang yang diharapkan mampu menjawab tantangan soal radikalisme.

"Radikal" kedua adalah menggeser Muhadjir Effendy dengan Nadiem Makarim. Posisi Menteri Pendidikan yang biasa diisi kalangan akademis, dosen atau rektor, pakemnya kali ini juga ditabrak. Ia malah tempatkan seorang entrepeneur, wirausaha, milenial.

Ini sejalan dengan visi presiden bahwa orientasi pendidikan Indonesia harus bisa beradaptasi dengan era revolusi industri 4.0. Perlu terobosan baru dalam kurikulum lama. Perlu pemikiran baru nan "radikal" untuk bisa mengubah pakem lama pola pendidikan kita. Perubahan karakter generasi muda yang lebih menyukai fleksibilitas harus mampu diarahkan. Jangan hanya fokus pada mencetak pegawai, tapi juga sebagai wirausaha, pelaku ekonomi kreatif, usaha alternatif.

Nadiem diharapkan mampu merevolusi semua itu. Muda, visioner, wirausaha, pengalaman di ekonomi kreatif dan memiliki jaringan luas, harus mampu mendobrak tradisi lama nan kuno sistem pendidikan Indonesia yang masih tertinggal. Tidak mudah. Tapi saya yakin itu bukan hal baru untuk Nadiem dengan pola pikir revolusionernya.

Berikutnya, Fachrul Rozi, seorang militer yang malah ditempatkan di wilayah keagamaan. Fachrul, kasarnya, bukan dikenal sebagai dai, ulama atau ustad. Pria kelahiran Aceh ini seorang perwira. Sekali lagi Jokowi mendobrak pola-pola lama. Ia ubah rutinitas dan monotonisme itu.

Isu ekstrimisme yang menguat belakangan ini perlu ditangani dengan tepat. Selain penguatan moderatisasi agama, penambahan unsur nasionalisme juga perlu dilakukan dan unsur militer adalah pilihan logis yang diharapkan mampu membantu mewujudkan masyarakat beragama yang berjiwa moderat-nasionalis.

Apalagi isu ekstrimis sering bersinggungan dan disusupi gerakan trans-nasional, maka adanya personil militer dalam Kementerian Agama diharapkan mampu mendeteksi dan mengantisipasi gerakan ini lebih dini. Dan militer jelas punya kemampuan lebih di sini dibanding sipil.

"Radikal" yang terakhir ada pada Wishnutama. Kelahiran Jayapura yang berlatar belakang seni dan komunikasi masuk dalam kabinet. Mungkin ini baru pertama "orang media" ada yang menjadi menteri.

Menteri Pariwisata mungkin selama ini dikenal sebagai posisi "receh" dan dianggap sebagai "pelengkap" saja. Tapi tidak di era ini. Di tengah maraknya industri pariwisata di berbagai negara, kementerian ini justru punya potensi besar dala mendukung perekonomian negara.

Wisata kuliner, wisata air, wisata sejarah, wisata alam sampai wisata agama jika dikelola dengan profesional, justru akan mampu menjadi sumber pendapatan alternatif yang luar biasa. Saat ini, dengan spot wisata yang luar biasa banyak dari Sabang sampai Merauke ternyata masih kalah dibanding Malaysia dan Thailand.

Wishnu, dengan pengalamannya sebagai pelaku seni dan media, tentu diharapkan mampu menggebrak gaya-gaya lama birokrasi dalam mempromosikan wisata Indonesia. Perlu perubahan "radikal" dalam mengelola potensi pariwisata, termasuk bagaimana mengawinkannya dengan ekonomi kreatif sebagai daya tarik.

Tidak mudah karena industri ini sebetulnya lintas sektor karena melibatkan instansi lain seperti KemenPU, Kemenhub dan jg Pemda setempat. Dan keluwesan Wishnu sebagai pelaku media diharapkan mampu menjadi jembatan agar semua bisa saling terkoordinasi.

Dengan segala kekurangannya, kabinet ini tampaknya bisa diharapkan untuk menggebrak dan menjawab isu yang marak di periode sebelumnya. Sekarang tugas masyarakat adalah mengawal kerja kabinet. Jokowi sudah berjanji bahwa mereka yg tidak perform tak ragu akan dicopotnya.

Harapan itu masih ada. Di sela awan kelabu, tampaknya ada besitan sinar matahari yang menyeruak untuk menerangi bumi pertiwi. Insya Allah.

***