Dalam konteks ini, menjadi golput hanya salah satu cara menunjukkan berpolitik yang lebih bodoh daripada kebodohan itu sendiri.
Apakah politik sesuatu yang susah? Atau menyusahkan? Sebetulnya nggak gitu-gitu amat mandangnya. Sama seperti apakah agama nyusahin? Bisa jadi, kalau dijalankan dengan cara salah.
Seperti dikatakan Presiden Perancis pertama, Charles de Gaulle: Politisi tak pernah percaya ucapan mereka sendiri, karena itulah mereka sangat terkejut bila rakyat mempercayainya. Maka ada yang mengatakan politik itu mahal. Bukan hanya untuk yang menang, seperti kata Will Rogers, untuk kalahpun kita harus mengeluarkan banyak uang.
Sangat beruntunglah mereka jika bisa meraih kekuasaan. Dan alangkah beruntungnya sang penguasa, bila rakyatnya tak bisa berpikir, sebagaimana ditulis Hitler. Berpikir adalah pekerjaan terberat, karena itulah sedikit sekali orang yang mau menggunakannya. “Apabila dua orang selalu sepakat dalam segala hal,” kata Lyndon B. Johnson, Presiden AS ke-36, “itu berarti cuma satu orang yang berpikir.”
Mangsalahnya, dalam praksis politik kita, rasanya tak ada yang bodoh. Semua pinter ngomong, juga pinter bohong dan ngeles. Demokrasi adalah pemerintahan yang diisi dengan banyak diskusi. Meskipun pada hematnya, demokrasi hanya efektif bila engkau mampu membuat orang lain tutup mulut. Entah dengan argumentasi, atau lakban.
"Politik adalah seni mencari masalah, menemukan di mana-mana, mendiagnosis bahwa itu salah, dan menerapkan solusi yang salah juga," ujar Groucho Marx dalam sinismenya.
Karena dalam politik kebodohan bukan suatu penghambat, setidaknya demikian Napoleon Bonaparte. Apalagi jika kenyataannya, yang terbersit dalam kampanye politik adalah bagaimana memenangkan pemilihan tanpa perlu membuktikan layak menang.
"Memang harus hati-hati dalam memilih. “Hanya butuh banyak orang-orang baik untuk menempatkan orang yang salah dalam kekuasaan, dan semua jatuh dalam mantra mereka,” kata Hugh Howey, penulis Amerika Serikat. Saya dahulu bilang bahwa politik adalah profesi tertua kedua di dunia. Yang pertama adalah prostitusi. Namun saya baru menyadari politik dan prostitusi itu sama kotornya (Ronald Reagan).
Kenyataan tragis kita sebagai rakyat jelata, selalu ingin memilih yang terbaik dalam pemilihan, tapi sayangnya orang seperti itu tidak pernah jadi kandidat. Itulah sebabnya, politik kemudian hanya menentukan siapa yang akan memiliki kekuasaan, bukan memiliki kebenaran.
Dalam konteks ini, menjadi golput hanya salah satu cara menunjukkan berpolitik yang lebih bodoh daripada kebodohan itu sendiri. “Cara menghindari pekerjaan yang berat, jangan kerjakan!" Kayak gitu deh slogannya.
Benarlah ujar Nikita Khrushchev, "Para politisi sama saja di dunia. Berjanji membangun jembatan, padahal di tempat itu tak ada sungai.” Ketika mengetahui hal itu, sang politikus bisa saja ngegombal, “Kita akan bangun sekaligus sungainya pula....”
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews