Sungguh Indonesia butuh pemimpin yang mampu mengendalikan emosinya, sebab negeri ini sangat luas dan permasalahannya kompleks.
Debat Capres sudah melewati babak keempat dan masa menuju TPS semakin dekat. Prabowo versus Jokowi kali kedua di musim Pilpres ini semakin bikin gereget pemirsa. Swing voters yang menonton pun sepertinya terbagi dua, memilih berdasarkan program kerja atau memilih berdasarkan karakter semata.
Di babak keempat ini beberapa kali Prabowo terlihat tak kuasa menahan tekanan emosi dari dalam dirinya walau tersengal ia berusaha tenang. Babak yang mengangkat tema Ideologi, Pemerintahan, Pertahanan dan Keamanan serta Hubungan Internasional ini seharusnya bisa dilumat dengan baik oleh seorang Prabowo Subiato.
Sepak terjangnya di militer dan hubungan internasional seharusnya bisa dilukiskan dengan tenang dalam setiap jawaban maupun pernyataannya dalam debat. Bayangkan, sekelas menantu seorang penguasa negeri selama 32 tahun tentu isu-isu seputar tema di atas itu sudah makanannya sehari-hari bukan? Apalagi ia bertugas di militer, kopassus pulak... Rasanya debat sudah selesai sebelum dimulai.
Tapi apa dinyana... seorang eks militer harus teraduk emosinya pada debat di ranah pengalamannya sendiri. Di sesi Pertahanan dan Keamanan Prabowo bahkan sempat menegur salah seorang penonton yang tertawa saat Prabowo menyebutkan bahwa pertanahan NKRI rapuh. Emosi seorang Prabowo bisa dipicu oleh totalitasnya menghayati isu yang diangkat yaitu mengenai pertahanan.
Bisa jadi Prabowo memiliki pengalaman tersendiri mengenai sistem pertahanan negara yang membuatnya merasa gemas. Tapi, mungkin juga emosinya hanya karena terbawa ritme pertanyaan dan jawaban dari lawan debatnya yaitu Jokowi.
Apalagi, Jokowi terlihat sangat tenang bahkan beberapa kali melempar senyum saat mendengar pemaparan yang disampaikan Prabowo. Tersudutkan atau kaget melihat kesiapan prima sang lawan? Cuma Prabowo yang memahaminya sendiri.
Tapi, sering meluapnya emosi bahkan sampai menegur pihak lain yang tak seharusnya dilibatkan memberi preseden buruk terhadap seorang calon pemimpin negeri. Belum saja menghadapi masalah negeri yang sedemikian rumitnya seorang Prabowo sudah sering meletupkan emosinya.
Bagaimana jika ada hal sensitif yang disampaikan kepala negara lain terhadap negara kita yang diterima dalam keadaan yang kurang baik oleh Prabowo. Akan emosi dan menuding kepala negara lainnya kah dia?
Dalam pernyataan lainnya, Prabowo sempat dengan bangganya mengatakan bahwa dirinya lebih TNI dari pada banyak TNI lainnya. Prabowo mengatakan bahwa pengalamannya dalam operasi-operasi militer menunjukkan bahwa dirinya adalah seseorang yang nasionalis dan patriot. Sedikit citra pongah tersembul di balik ucapannya. Sebuah pernyataan yang bagi saya cukup kontradiktif diucapkan seorang mantan perwira pecatan TNI.
Sungguh Indonesia butuh pemimpin yang mampu mengendalikan emosinya. Negeri ini sangat luas dan permasalahannya kompleks. Belum lagi, rakyat Indonesia yang seringkali 'ngeyel' terhadap setiap aturan yang dibuat.
Kita butuh pemimpin yang berjiwa teduh untuk meneduhkan rakyat. Tak cuma itu, Indonesia darurat optimisme yang membuat banyak pihak patah arang dalam mencapai kesejahteraan. Pesimisme bisa melahirkan banyak masalah baru seperti s malas, hilangnya kreatifitas hingga sikap berburuk sangka.
Seorang penulis dan filusuf dari Inggris, James Allen mengatakan bahwa
"Pengendalian diri adalah kekuatan. Pikiran yang tepat adalah penguasaan. Ketenangan adalah kekuatan".
Dalam debat kali ini terlihat pihak mana yang lebih menguasai tema-tema yang diangkat. Tapi, semua kembali ke pilihan para pemilih. Lebih menyukai karakter tegas ala Prabowo atau ramah ala Jokowi?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews