Jokowi Sebut Pemerintahan Dilan, Milea kok Gak Disebut?

Dalam hal pelayanan publik, prosesnya harus dilakukan secara cepat dan tepat, sehingga masyarakat yang dilayani puas dan tidak rugi.

Minggu, 31 Maret 2019 | 12:23 WIB
0
384
Jokowi Sebut Pemerintahan Dilan, Milea kok Gak Disebut?
Calon Presiden nomor urut 01, Joko Widodo di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat (30/3/2019). Gambar: tirto.id

Pada statement awal membuka debat ke-4, calon presiden petahana Joko Widodo (Jokowi) menguraikan banyak hal terkait visi dan misi untuk periode pemerintahan 2019-2024 ke depan bersama calon wakil presiden Ma'ruf Amin di bidang ideologi, pemerintahan, pertahanan keamanan serta hubungan luar negeri, sesuai topik pembahasan debat yang diberikan oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI).

Ketika memaparkan visi dan misinya di bidang pemerintahan, Jokowi menyebut sebuah istilah baru, "Pemerintahan DILAN". Istilah ini rupanya menambah diksi "10 Years Challenge" yang disampaikan Ma'ruf Amin pada debat ke-3 beberapa waktu yang lalu. Keren juga ya?

Mendengar DILAN, jadi ingat film "Dilan 1991", tontonan favorit yang masih disenangi kaum muda. Sepertinya pasangan Jokowi-Amin ingin visi dan misi mereka lebih dekat dengan generasi milenial. Betul tidak?

Kita kembali ke istilah baru tadi. Pemerintahan DILAN itu adalah pemerintahan yang berbasis digital dan melayani (Digital Melayani). Maksudnya?

Jokowi memaparkan bahwa dalam hal pelayanan publik, prosesnya harus dilakukan secara cepat dan tepat, sehingga masyarakat yang dilayani puas dan tidak rugi. Dalam proses kerja pemerintahan wajib diterapkan konsep e-government supaya layanan menjadi efektif, transparan, dan tidak bertele-tele.

E-Government adalah sistem pemerintahan yang berbasis teknologi komunikasi. Pada prinsipnya, inovasi e-government bertujuan untuk meningkatkan kualitas proses pelayanan dari lembaga pemerintah kepada masyarakat melalui pelayanan online.

Selain itu, lewat sistem e-government, masyarakat bisa ikut mengontrol kinerja pekerjaan pemerintah. Konsep e-governmentharus diaplikasikan dalam bentuk e-planning, e-budgeting, e-procurement dan sebagainya.

Contoh aplikasi layanan pemerintahan berbasis teknologi komunikasi online misalnya dalam hal pengurusan administrasi kependudukan. Tanda tangan kepala dinas yang digantikan dengan tanda tangan elektronik berupa barcode akan membuat pengurusan banyak dokumen dapat dilakukan dan diselesaikan lebih cepat.

Kemudian contoh berikutnya adalah soal izin usaha yang sejak dulu dikenal memakan waktu cukup panjang karena prosesnya yang berbelit-belit. Bahkan bukan cuma disebabkan oleh banyaknya tahap yang harus dilalui, namun terkadang memang sengaja dibuat rumit agar ada kesempatan permainan (uang sogokan). Akhirnya kondisi seperti inilah yang menghambat munculnya usaha-usaha baru.

Oleh sebab itu, untuk mempersingkat proses perizinan serta memutus budaya permainan uang, pada 9 Juli 2018 lalu, pemerintah meluncurkan yang namanya Online Single Submission (OSS) atau perizinan usaha terintegrasi secara elektronik. 

Pengurusan izin usaha secara online ini bisa dimanfaatkan para investor, baik yang berstatus perseroan, CV, koperasi maupun perseorangan untuk perizinan usaha kecil dan menengah (UKM). Diakui bahwa dengan sistem OSS, layanan perizinan usaha dapat diurus dan diselesaikan dalam waktu dua sampai tiga jam saja.

Selanjutnya untuk mengurus pelayanan izin dan non-izin lainnya, pemerintah sudah menghadirkan Mal Pelayanan Publik (MPP), setidaknya sekarang ini sudah dijalankan di 13 kota di Indonesia. Masyarakat cukup datang ke satu tempat untuk mendapat ratusan layanan (satu tempat bisa mengurus kurang lebih 400 layanan).

Selamat datang pemerintahan DILAN, selamat datang pula pelayanan publik online!

***