Timses Jokowi Mesti Kerja Ekstra Keras di Tiga Daerah Ini

Minggu, 20 Januari 2019 | 10:38 WIB
0
422
Timses Jokowi Mesti Kerja Ekstra Keras di Tiga Daerah Ini
Calon wakil presiden nomor urut 01 Ma'ruf Amin (kiri) berbincang dengan Mantan Manajer Tim Nasional Indonesia IGK Manila (kedua kiri) saat menghadiri deklarasi tanpa hoaks dalam kunjungan kampanyenya di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (19/1/2019). Dalam kampanyenya, Ma'ruf Amin memberikan tausiah pada acara deklarasi Gerakan Nasional Indonesia Tolak Hoaks (Ganas ITH) bersama Santri Milenial Center dan Forum Santri Nasional. (Foto: Antara/Raisan Al Farisi)

Orang-orang di Jawa Barat, Banten, dan Aceh mudah percaya hoaks menurut penelitian LIPI. 

Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia. Walaupun secara geografis dekat dengan Ibu Kota Jakarta, kenyataannya masih banyak orang miskin di daerah ini. Banyak rumah belum mempunyai wc. Banyak orang di sini belum terdidik dengan baik. 

Ditarik lebih mundur ke belakang, doktrin orde baru masih mengakar kuat di wilayah ini. Seperti diketahui, orde baru menstigma Bung Karno sebagai bagian dari PKI. Dalam perkembangannya stigma itu dilekatkan pada PDI Perjuangan dan Jokowi.

Jokowi dianggap membawa kebangkitan PKI. Hoaks ini dipompakan berulang, terus-menerus ke benak orang-orang hingga dianggap sebagai kebenaran. 

Jawa Barat berbeda dengan Jawa Timur yang Nahdlatul Ulama-nya kuat. Jawa Barat didominasi kelompok-kelompok Islam baru yang tidak terafiliasi dengan NU. Orang-orang percaya dengan ucapan tokoh lokal. 

Wilayah yang NU-nya kuat biasanya kebal terhadap hoaks. Wilayah yang NU-nya lemah, orang-orangnya lebih mudah diperdaya hoaks. Hal ini terjadi di Jawa Barat. 

Terbukti dalam Pilpres 2014, Prabowo menang telak di Jawa Barat. 

Menjadi logis kenapa Jokowi menggandeng Kiai Ma'ruf Amin. Ulama besar asal Banten ini akan menetralisir hoaks semacam Jokowi PKI atau semacam Jokowi suka mengkriminalisasi ulama. 

Terlebih, Kiai Ma'ruf memang diplot untuk melakukan pencegahan terorisme yang merupakan ancaman nyata bagi bangsa ini saat ini.

Memang bukan sesuatu yang ideal di alam demokrasi, membawa-bawa identitas keagamaan. Namun, Jokowi harus realistis dengan keadaan. Ia membawa irama identitas untuk melawan permainan identitas. Sampai batas ini bisa dimengerti. 

Jokowi membutuhkan ketenangan dalam bekerja. Kiai Ma'ruf memberikannya. 

Strategi tersebut terbukti ampuh. Survei menunjukkan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf mengungguli Prabowo-Sandi di Jawa Barat. Kecenderungan tren ini terus meningkat.

Sejauh ini timses Jokowi di Jawa Barat terlihat solid. Mereka kompak memenangkan Jokowi-Ma'ruf. 

Hal berbeda ditunjukkan timses Prabowo. Terutama, partai-partai tergabung dalam koalisi yang malas-malasan mendukung Prabowo-Sandi karena merasa 'pengantin'nya bukan dari partainya. DemokratPKS dan PAN Jawa Barat tidak bersemangat menyosialisasikan Prabowo-Sandi.

Selain di Jawa Barat, timses Jokowi juga harus bekerja keras di Aceh. 

Di daerah istimewa yang kuat identitasnya ini, bahkan orang-orang bisa mengkafir-kafirkan sesama muslim hanya karena beda pilihan capres. Sampai muncul gagasan tes baca Alquran untuk capres-cawapres karena geregetan agama diseret-seret dalam politik. Ya sudah, untuk melihat mana yang lebih Islam, dibikin lomba baca Alquran saja. Kira-kira seperti itu. 

Banten tempat lahir Kiai Ma'ruf Amin. Di Banten pula Kiai Ma'ruf punya pondok pesantren. Di atas kertas tampaknya aman. Namun, timses Jokowi tidak boleh terbuai. 

Timses Jokowi juga tidak boleh terlena hasil survei. 

Jokowi sendiri berulang mengingatkan untuk tidak terkecoh hasil survei. Hillary Clinton menang survei, kenyataannya Donald Trump yang jadi Presiden AS. 

Perlu diwaspadai model kampanye Prabowo yang meniru pola Trump. 

Tidak perlu jauh-jauh. Jakarta ibu kota negara saja, yang NU-nya lemah, banyak orang di dalamnya mudah diliciki hoaks. Jakarta digerus intoleransi.

Politik identitas menguat, penghargaan pada keragaman memudar. Pemilihan gubernur tahun 2017 sudah menjadi bukti.

***