Soal Dana Kemah Pemuda, Benarkah Dahnil Ahzar Simanjuntak Makin Terpojok?

Rabu, 28 November 2018 | 08:43 WIB
0
666
Soal Dana Kemah Pemuda, Benarkah Dahnil Ahzar Simanjuntak Makin Terpojok?
Dahnil Anzar SImanjuntak (Foto: Tempo.co)

Menpora Imam Nahrawi meminta Dahnil Ahzar Simanjuntak mencari tahu siapa sebenarnya pelapor dana kemah pemuda Islam. Tantangan Imam ini sejatinya ingin membuktikan kalau kasus dugaan tindak pidana yang menyeret Dahnil tidak didorong dari kantor Menpora, bahkan Imam sangat yakin kalau kasus ini tidak ada kaitannya dengan Pilpres. Meski bisa jadi Imam menyadari dalam kasus tindak pidana korupsi identitas pelapor dilindungi UU.

Dahnil dalam beberapa kesempatan membeberkan ke publik kalau kasus yang melibatkan dirinya terkait sikap kritisnya terhadap pemerintah. Pemanggilan dan pemeriksaan dirinya merupakan konsekuensi atas sikapnya itu.

Sejak awal Dahnil mengaku sudah diingatkan Pimpinan Muhammadiyah agar berhati-hati dan waspada jangan sampai dikerjai, namun anggapan itu ditepisnya demi kepentingan ukhuwah. Lagi pula tujuan diselenggarakannya kemah pemuda untuk membantu Jokowi agar terhindar dari tuduhan anti-islam, ujar Dahnil seakan menuntut tanggung-jawab Jokowi.

Upaya pembelaan pun terus digelorakan pihak Dahnil di ruang publik, dari soal hanya dirinya yang diperiksa padahal kasus dana kemah ini juga melibatkan GP Ansor, hingga argumentasi kalau dana dimaksud sudah dikembalikan ke kantor Menpora. Proyek yang menurutnya sudah selesai tapi kembali diungkit padahal sudah ada hasil audit BPK di mana tidak ditemukan penyimpangan.

Lantas apakah upaya counter informasi yang dilakukan Dahnil memiliki dasar hukum yang kuat?

Sebagai ikhtiar membentuk opini, setidaknya dari sisi kemampuan memproduksi isu pihak Dahnil mampu mengimbangi penyidik. Sayangnya argumentasi yang diajukan sebagai pembelaan tidak memiliki landasan hukum yang kokoh. Pembelaan dengan alasan tebang pilih misalnya, otomatis dengan sendirinya akan terjawab saat penyidik memeriksa pihak lain sebagaimana prosedur standar penanganan kasus.

Dengan ditingkatkannya status kasus ke tahap penyidikan bisa dipastikan pihak yang dicurigai sebagai untouchable sebenarnya sudah diperiksa hanya saja penyidik tidak menyampaikan hal tersebut ke publik.

Lalu bagaimana dengan hasil audit BPK yang sebelumnya tidak ditemukan penyimpangan. Bahkan Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid ikut heran kasus ini terus bergulir padahal prihal penggunaan dana proyek ini sudah dipertanggungjawabkan Kemenpora? 

Menurut Achsanul Qosasi, BPK hanya mengaudit Kemenpora sebagai pengguna anggaran. BPK tidak memeriksa Pemuda Muhammadiyah maupun GP Ansor sebagai Ormas penerima hibah.

Jadi merujuk pandangan Achsanul tidak ada kaitan antara audit BPK yang dipermasalahkan itu dengan proses peningkatan status kasus dana kemah dari penyelidikan ke penyidikan. Dalam audit BPK yang tidak ditemukan penyimpangan terkait dana kemah merupakan audit internal terhadap penggunaan anggaran di Kemenpora yang dilakukan secara rutin.

Terkait audit internal yang dilakukan BPK biasanya jika terdapat penyimpangan atau 'temuan' maka setelah kerugian negara dikembalikan masalah tindak berlanjut ke rana hukum. Berbeda dengan audit investigatif yang dilakukan BPK atau BPKP untuk kepentingan penyidikan tindak pidana korupsi atas permintaan penyidik. Kecuali jika hasil audit investigasi tidak ditemukan penyimpangan atau kerugian negara dalam proyek dimaksud, maka pembelaan pihak Dahnil menjadi signifikan.

Berbagai pembelaan, tepatnya serangan balik pihak Dahnil terhadap penyidik menimbulkan kesan 'asal melawan'. Bayangkan kalau upaya pengembalian kerugian negara ikut dijadikan alasan pembelaan, padahal diatur ketat bahwa 'pengembalian kerugian negara tidak menghilangkan pidana'. Bahkan belakangan Menpora sendiri menyangkali informasi adanya pengembalian ke kas Kemenpora.

Proses penangan perkara yang dulunya, atau seharusnya hanya menjadi konsumsi internal penyidik telah bergeser ke ruang publik. Iklim ini seharusnya bisa dimanfaatkan secara maksimal, khususnya oleh mereka yang merasa dikriminalisasi. Bukan justru sebaliknya pembelaan atau perlawanan yang dilakukan tidak menukik ke substansi masalah dan tidak berbasis fakta melainkan cendrung emosional dan retorik belaka. Akibatnya hanya mempertebal keyakinan publik kalau tindakan aparat penegak hukum sudah berada dalam koridor yang benar.

Melihat perkembangan kasus ini dari jam ke menit dimana posisi Dahnil kelihatannya makin terpojok.

Adalah menarik menyaksikan sikap publik yang tetap bisa memisahkan tindakan seseorang selaku pribadi serta bedanya dengan kebijakan institusi. Sebagai institusi, Pemuda Muhammadiyah dan GP Ansor memiliki sejarah panjang mendorong proses demokratisasi dan pluralisme di Indonesia serta sarat dengan agenda anti korupsi. Kesalahan atau keteledoran pimpinannya tidak akan berimbas pada eksistensi institusi. Yakin itu.

***