Seruan Jokowi untuk menggunakan baju putih pada 17 April nanti, adalah langkah yang cerdik.
Ingat waktu Pilkada Jakarta. Gerombolan manusia entah didatangkan dari mana menyerbu TPS dengan istilah Tamasya Almaidah. Mereka mengintimidasi pemilih.
Kehadiran mereka difokuskan di wilayah-wilayah yang pemilihnya rentan. Di kantong-kantong pemukiman Tionghoa, misalnya. Mereka ngejogrok. Agar ada tekanan psikologis pada pemilih saat itu. Takut kerusuhan rasial. Trauma 1998 membayang.
Dari sanalah gerombolan mereka bisa memenangkan Pilkada. Dari intimidasi dan ancaman. Dari wajah gahar dan manipulasi agama.
Kini menjelang Pilpres ada lagi gerakan sejenis. Mereka mau begadang di TPS. Berteriak jihad. Mengerahkan masjid dan speakernya menteror seisi kampung.
Kita sudah dengar gerakan sholat subuh berjemaah digagas di hari pencoblosan. Mungkin setelah sholat akan ada ceramah. Atau memutar rekaman suara Rizieq. Dengan speaker melengking ke seantero raya. Isinya provokasi atau kampanye terselubung.
Cara-cara intimidasi seperti ini sepertinya akan digunakan lagi. Sebab kalau pakai cara normal, mereka sadar, mana ada rakyat yang mau memilih Capres yang gak punya prestasi dan ngomongnya ngaco melulu.
Mereka sadar mana ada rakyat yang mau memilih Capres yang suka menculik. Pemberang. Sangar dan menakutkan. Mana mungkin rakyat memilih penggagas OK-OCE yang terbukti menipu warga Jakarta.
Nah, seruan Jokowi kepada pendukungnya untuk memakai baju putih ini semacam peneguhan bahwa kita tidak sendiri. Jika di satu wilayah kita tahu banyak teman kita. Banyak orang yang seaspirasi, maka kita tidak akan takut dengan segala jenis intimidasi. Sebab kita tahu, kita tidak sendiri menghadapi itu semua.
Jadi semacam peneguhan kelompok. Baju putih yang dipakai secara bersama akan mengikatkan rasa solidaritas. Bukan hanya bentuk ekspresi pilihan politik. Tetapi juga ekspresi kebersamaan untuk menjaga TPS dan wilayah masing-masing dari para perusaknya.
Kita tahu, kini gerakan mendeligitimasi Pemilu terus disebarkan. Tujuannya menyerang KPU. Hoax tentang surat suara membuat heboh. Untung pelakunya, Bagus Bawana yang juga pentolan relawan Prabosan sudah tertangkap polisi.
Bukan hanya itu. Gerakan demo ke KPU juga dilakukan. Amien Rais ikut disana. Mereka menuding-nuding KPU curang tanpa ada bukti apa-apa. Belakangan malah merengek-rengek minta didatangkan pemantau asing. Persepsi yang mau dibangun, kalau Prabowo kalah, berarti Pilpres curang. Jadi mereka menuntut Prabowo harus menang. Dengan cara apapun. Dengan konsekuensi apapun.Prabowo lebih sadis lagi. Di depan pendukungnya dia berkata, kalau dia kalah Indonesia akan punah. Entahlah kata-kata itu sekadar memotivasi atau sejenis ancaman.
Nah, jadi ngerti kan. Gerakan memakai baju putih ke TPS yang digagas Jokowi ini adalah semacam gerakan perlawanan pada gerombolan yang berusaha merebut NKRI dengan segala caranya.
Ini adalah gerakan rakyat yang mencintai negerinya. Gerakan yang ingin Pemilu berjalan damai dan adil. Tanpa rasa takut. Tanpa intimidasi.
Tapi harus diingat. Seruan Jokowi itu cukup memakai baju putih aja. Gak usah pakai celana putih juga. Apalagi memakai sepatu bot putih segala. Ditambah baret putih dan bawa nasi kotak.
"Itu sih, laskar pulang demo, mas," ujar Abu Kumkum.
Eko Kuntadhi
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews